Sejarah Dunia

Hari Ini 568 Tahun lalu, Sultan Al Fatih Membuka Gerbang Konstantinopel untuk Memulai Masa Kejayaan

Tak ada lafaz yang diucapkan kecuali "Masya Allah" dari bibir pemuda berusia 21 tahun itu ketika kagum dengan kebesaran Kota Konstantinopel.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
Foto file - Anadolu Agency
Ilustrasi: Visual Sultan Muhammad Al-Fatih atau Mehmet II Sang Penakluk. 

SERAMBINEWS.COM – Hari ini, tanggal 29 Mei 2021, Bangsa Turki memperingati penaklukan Kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al Fatih

Peristiwa yang terjadi 568 tahun lalu, menjadi salah satu titik paling penting dalam sejarah Turki Usmani yang mencatatkan diri sebagai Dinasti Islam terbesar dalam sejarah dunia.

Untuk mengingatkan kembali momen tersebut, berikut kami turunkan kembali kisah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Al Fatih, yang dirangkum dari berbagai sumber.

*** 

PAGI itu, pada 29 Mei 1453 pukul 05.37, sinar mentari belum terlihat dari ufuk timur.

Sultan Muhammad Al-Fatih di atas kudanya mengucapkan doa mengagungkan Allah.

Diiringi guru, sahabat, dan para pasukannya, Sultan Al-Fatih menunggangi kudanya memasuki Kota Konstantinopel.

Tak ada lafaz yang diucapkan kecuali "Masya Allah" dari bibir pemuda berusia 21 tahun itu ketika kagum dengan kebesaran Kota Konstantinopel (sekarang Istanbul- Ibukota Turki).

Di antara miliaran orang yang telah berjalan di bumi sejak permulaan umat manusia, hanya beberapa yang patut diingat karena keterampilan dan dampaknya yang luar biasa terhadap sejarah.

Ya, dia adalah Mehmet II, yang juga dikenal luas sebagai Muhammad al-Fatih atau Mehmet sang Penakluk.

Baca juga: Kembali Lakukan Terobosan, Erdogan Orang Pertama yang Buka Masjid di Tengah Ikon Sekuler Turki

Baca juga: Kapal Perang Turki Kirim Signal ‘Pray For KRI Nanggala’, Kru KRI Sultan Iskandar Muda-367 Terharu

Sultan Ottoman yang mendapat kehormatan menaklukkan Istanbul dan dengan demikian mendapatkan gelar "penakluk".

Mehmet baru berusia 21 tahun ketika dia mengirim pasukan ke Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium dan membangkitkan negara Turki menjadi sebuah kerajaan yang kelak menguasai sejumlah wilayah di berbagai benua selama berabad-abad ke depan.

Sama seperti tokoh-tokoh sejarah terkemuka lainnya yang masih diingat dan dihormati, sebuah kisah menarik terletak di balik kesuksesan sang penakluk, yang menjadi sultan ketika dia masih remaja.

Muak dengan keluhan politik dan lelah setelah kematian putra sulungnya, ayahnya Murad (Murat) II turun tahta pada 1444 dan mendesak Mehmet II untuk menjadi pemimpin baru kerajaan pada usia 12 tahun.

Namun, pemerintahan pertamanya berakhir hanya dua tahun karena tokoh-tokoh politik dan militer mendorong Murad II untuk kembali ke tahta karena ketegangan dan gejolak di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, terutama di wilayah Eropa, dan ancaman Tentara Salib.

 Sementara masyarakat skeptis terhadap kemampuan seorang anak kecil yang menjadi sultan.

Baca juga: Shalat dengan Tenang Sembari Menikmati Keindahan Arsitektur Ala Turki

Meskipun Mehmet II secara sukarela meninggalkan takhta untuk ayahnya, jelas bahwa dia merasa dipermalukan sebagai seorang pemimpin.

Dia kemudian kembali ke Manisa, di wilayah Aegean, di mana dia terus mengembangkan kecerdasannya dan menikah.

Bangsawan muda itu juga mendapatkan wawasan militer ketika dia bergabung dengan ayahnya dalam Pertempuran Kosovo 1448.

Kembali ke tahta

Ketika ayahnya wafat pada 1451, Mehmet II naik takhta lagi, dengan banyak pelajaran yang dipetik dari pengalaman sebelumnya serta kesalahan dari sejarah Kesultanan Ottoman yang telah memicu sesuatu kemunduran.

Berusaha untuk membuktikan dirinya di mata tokoh-tokoh senior Ottoman dan publik, dan mewujudkan tujuan utamanya untuk menorehkan sejarah

Matanya tertuju pada penaklukan Konstantinopel, ibu kota Bizantium saat itu, dan segera meluncurkan persiapan untuk pertempuran selanjutnya.

Baca juga: Turki Turut Berbelasungkawa Terkait KRI Nanggala-402 : Kami Merasa Kesedihan Mendalam

Meskipun kota itu sebelumnya telah dikepung berkali-kali, tidak ada yang bisa merebutnya.

Dan Mehmet II tahu betul bahwa untuk mencapai yang mustahil diperlukan taktik dan wawasan yang tidak lazim.

Sang sultan mengumpulkan pasukan besar - mencakup lebih dari 200.000 tentara, tetapi beberapa sejarawan mengatakan jumlah itu kurang dari setengahnya.

Pasukan yang dibawa oleh Mehmet II muncul di depan tembok kota yang kuat dengan penuh keyakinan.

Tembok Konstantinopel, Istanbul modern, Turki.
Tembok Konstantinopel, Istanbul modern, Turki. (Foto: Dennis Jarvis via Encyclopedia Britannica)

Dia mengepung kota melalui laut dan darat, diikuti dengan gerakan tak terduga, yakni mengangkut kapal perang melalui daratan di sekitar Galata, lalu koloni Genoa di sisi Eropa Istanbul modern.

Serangan militer berlanjut selama lebih dari 50 hari, dipelopori oleh serangan meriam besar-besaran yang menghantam dinding untuk membuka lubang di mana tentara dapat menembus kota.

Pada 29 Mei 1453, kota itu akhirnya jatuh, membuat Mehmet II mendapat gelar penakluk yang layak.

Penaklukan kota itu adalah kemenangan paling terkenal dari Mehmet sang Penakluk, tetapi pada tahun-tahun berikutnya dia juga memastikan kuasa Ottoman atas Serbia, Morea, Trebizond (Trabzon modern) di wilayah utara Turki modern, serta Bosnia, Albania dan beberapa wilayah Anatolia (Turki tengah).

Baca juga: Turki Puji Era Baru dengan Mesir, Hubungan Diplomatik Kembali Dibuka Seusai Putus pada 2013

Dalam lebih dari dua puluh serangan militer selama masa pemerintahannya, sang sultan berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah, memperluas kuasa Ottoman menjadi lebih dari 2,2 juta kilometer persegi.

Kemenangan bersejarahnya datang pada 1480, ketika dia menang di Otranto, Italia, dan selanjutnya merencanakan langkah-langkah untuk mendekat ke Roma.

Tetapi nasib berkata lain dan sang penakluk wafat pada 3 Mei 1481.

Sejarawan di Turki masih memperdebatkan apakah dia selanjutnya menetapkan targetnya pada Roma atau sebaliknya akan beralih ke daerah timur.

Sisi intelektual

Sementara sang sultan yang agung sebagian besar dikenang karena penaklukan militer yang mempesona dari pemerintahannya, dia juga dikenal sebagai seorang intelektual sejati.

Mehmet diyakini bisa berbicara dalam bahasa Persia, Arab, Yunani kuno, dan Italia - yang dipandang oleh banyak orang sebagai tanda yang menunjukkan keinginannya untuk membentuk sebuah kerajaan yang mencakup Barat dan Timur.

Sejarawan Turki mengatakan perpustakaan Mehmet penuh dengan buku-buku tentang topik-topik seperti geometri, agama, teknik, astronomi, aritmetika, arkeologi, geografi, dan filsafat.

Dikenal sebagai penyair, sang penakluk juga menyukai seni, dia menugaskan pelukis Renaissance Bellini untuk melakukan potretnya.

Baca juga: Yunani Kembali Perkuat Hubungan dengan Libya, Sepakat Hadang Turki Kuasai Laut Mediterania Timur

Sang sultan mungkin terinspirasi oleh kehidupan Alexander Agung dalam upayanya membentuk sebuah kerajaan karena dia membaca tentang kampanye militer dari tokoh legendaris tersebut.

Homer Iliad merupakan salah satu dari kumpulan buku-buku di perpustakaannya dan peta dunia kuno Ptolemy diyakini merupakan salah satu permata dari koleksinya.

Dalam kehidupannya yang singkat, hanya 49 tahun, sang penakluk berhasil meninggalkan bekas yang tak terhapuskan pada sejarah dan warisannya masih hidup sampai sekarang.

Sultan Muhammad Al-Fatih atau Mehmet II berhasil mengubah kisahnya dari penghinaan menjadi kebesaran. (Anadolu Agency)

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga Lainnya:

Baca juga: In Memoriam Ayah Panton: Aceh Kehilangan Budayawan Berani dan Progresif

Baca juga: Innalillah, Pasien Dirawat di Ruang Pinere RSUD Langsa Kembali Tutup Usia, Dimakamkan Secara Protkes

Baca juga: Prabowo Bakal Hadapi Anies Baswedan Jika PDIP dan Gerindra Berkoalisi di Pilpres

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved