Internasional
Pengusaha Malaysia Kutuk Rencana Pemerintah, Berlakukan Lockdown Mulai 1 Juni 2021
Para pengusaha Malaysia mengutuk rencana pemerintah untuk memberlakukan lockdown atau penguncian nasional selama 14 hari, mulai 1 Juni 2021.
SERAMBINEWS.COM, KUALA LUMPUR - Para pengusaha Malaysia mengutuk rencana pemerintah untuk memberlakukan lockdown atau penguncian nasional selama 14 hari, mulai 1 Juni 2021.
Para pebisnis pada Sabtu (29/5/2021) mengeluhkan kondisi tersebut, karena telah berada dalam posisi kesulitan membangun usaha.
Mereka mengharapkan bantuan pemerintah agar tetap bertahan dalam berusaha selama pandemi Covid-19 ini.
Pada Jumat (28/5/2021), Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengatakan keputusan memberlakukan "penguncian total" untuk mengatasi tekanan yang meningkat pada sistem perawatan kesehatan.
Setelah infeksi virus Corona melonjak ke rekor baru dalam beberapa minggu terakhir dan varian baru virus terdeteksi di Malaysia.
"Keputusan itu dibuat setelah mempertimbangkan kasus harian virus Corona lebih dari 8.000 orang dan 70.000 kasus aktif," kata Muhyiddin dalam sebuah pernyataan.
Pada Sabtu (29/5/2021), Malaysia mencatat 9.020 kasus, tingkat infeksi tertinggi sejak wabah pertama kali dilaporkan pada Maret 2020.
Baca juga: Polisi Malaysia Gagalkan Penyelundupan 105 Kg Sabu ke Aceh, Dua WNI Diamankan di Simpang Ampat
Muhyiddin mengatakan tindakan penguncian yang lebih ketat akan berlaku untuk semua bidang sosial dan ekonomi.
Hanya sektor layanan dan ekonomi penting yang akan tetap beroperasi.
Seperti yang telah terdaftar di dewan keamanan nasional.
Namun, meskipun ribuan infeksi baru dilaporkan setiap hari, Asosiasi Pemilik Restoran dan Bistro Malaysia (PPRB) mengatakan penguncian dari 1 sampai 14 Juni akan menjadi "paku terakhir."
“Banyak yang masih terguncang dari efek penguncian pertama yang diterapkan pada Maret 2020," ungkapnya.
"Karena sebagian besar tidak dapat bertahan hidup dengan pengiriman atau pengambilan sendiri,” kata William Lee, presiden PPRB, kepada Arab News, Sabtu (29/5/2021).
Dengan lebih dari 500 bisnis yang terdaftar di PPRB, lebih dari 60 persen tidak beroperasi saat ini.
“Orang-orang masih berjuang menghasilkan cukup uang untuk membayar kelebihan biaya," ujarnya.