Berita Kutaraja

Aktivis Antikorupsi Latih Pemuda Aceh Teknik Memantau Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Sejumlah pemuda Aceh dilatih cara pemantauan atau pengawasan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Saifullah
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Kepala SAKA, Mahmuddin 

Laporan Masrizal | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sejumlah pemuda Aceh dilatih cara pemantauan atau pengawasan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan.

Kegiatan itu diprakarsai oleh para aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Transparansi Internasional (TI) Indonesia bekerja sama dengan Gerakan Anti Korupsi atau GeRAK Aceh dan Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) di Hotel Kryad Muraya, Banda Aceh, Kamis (3/6/2021).

Kepala SAKA, Mahmuddin mengatakan, kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut merupakan bagian dari konsolidasi organisasi masyarakat sipil dalam pemantauan pengadaan publik berbasis warga

"Kita perlu mengetahui proses terkait barang dan jasa ini, sehingga bisa kita memahami serta mengawasinya," kata Mahmuddin.

Mahmuddin menyampaikan, dalam masa pandemi Covid-19 ini banyak persoalan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan menimbulkan banyak masalah yang dapat merugikan keuangan negara.

Baca juga: 61 Persen Penderita Covid-19 di Aceh Singkil Merupakan Warga Gunung Meriah

Baca juga: Nasib Pemuda yang Telanjang Bulat saat Naik Motor di Klaten, Perekam Juga Ditahan dan Digunduli

Baca juga: Calon PM Israel Siap Bentuk Pemerintahan Baru, Jalan Menggulingkan Benjamin Netanyahu

"Salah satunya terkait bantuan sosial atau bansos ini sudah banyak ditemukan masalah di berbagai daerah, dan masih banyak pengadaan lainnya. Karena itu kita harus terlibat," ujarnya. 

Sementara Peneliti Transparansi Internasional (TI), Agus Sarwono mengatakan, pemantauan pengadaan barang dan jasa ini penting diketahui, apalagi dalam masa pandemi ini informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas.

Agus menyampaikan, diskusi ini diperlukan karena menguatnya kekuasaan eksekutif dengan menggunakan metode anti demokratik. 

Adanya kemerosotan akuntabilitas publik tak terkecuali pada sektor pengadaan barang dan jasa. Terutama saat pandemi Covid-19 sehingga memperluas risiko korupsi. 

"Untuk memperkuat pemberdayaan jaringan kelompok anak muda, perempuan dan kelompok rentan, ini menjadi kunci utama dalam mengurangi risiko korupsi pengadaan publik di daerah," kata Agus. 

Baca juga: Ternyata Lima TKA Asal Cina di Abdya tidak Perlu Isolasi Mandiri, Begini Penjelasan Kadis Kesehatan

Baca juga: Halaman Blog Donald Trump Dihapus, Harian National Enquirer Didenda, Sembunyikan Perselingkuhan

Baca juga: Pemkab Aceh Selatan Sediakan 5.000 Dosis Untuk Vaksinasi Massal

Agus menuturkan, diskusi ini juga penting untuk menggali pengalaman dan organisasi masyarakat sipil dalam kegiatan antikorupsi di daerah. Terutama dalam pengawasan pengadaan. 

"Sehingga, nantinya dapat mengumpulkan analisis strategi dan aksi tindak lanjut memperluas skema pengawasan publik terhadap pengadaan barang dan jasa pemerintah," ucapnya. 

Menurut Agus, jaringan antikorupsi yang dipimpin anak muda mampu secara independen meningkatkan partisipasi dalam advokasi penganggaran publik serta audit sosial pada proses pengadaan barang dan jasa.

Agus menambahkan, program yang dilaksanakan ini mampu bekerja terhadap beberapa output yang diharapkan yakni terbentuknya komite anak muda pemantau pengadaan barang dan jasa.

Kemudian, terselenggaranya forum konsultasi pengadaan barang dan jasa berbasis anak muda, tersusunnya policy paper tentang komite anak muda dan penguatan regulasi pengadaan barang dan jasa di daerah. 

Baca juga: Komit, Bank Aceh Syariah KPO Kembali Kumpulkan Darah 42 Kantong, Wujud Kepedulian Bagi PMI & Sesama

Baca juga: VIDEO - Viral Anak Lelaki Panggil Ibu di Atas Kuburan, Ayah Selalu Bilang Mamah Bobo

Baca juga: Sudah Minta Ampun, Tukang Bangunan Tewas Ditembak KKB Papua, Rekannya Sempat Diberondong Tembakan

"Serta dapat menyusun laporan audit sosial tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa lokal," tutur Agus Sarwono.

Dalam kesempatan materinya, Sekjen JMSI Aceh, Akhiruddin Mahjuddin menerangkan bahwa terdapat empat komponen keberhasilan daerah dalam pembangunan yakni Sekretaris Daerah (Sekda), Bappeda, Dinas Keuangan, dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

"Jika keempat itu baik, maka yakin lah semua program pembangunan akan baik," kata Akhiruddin yang juga pendiri GeRAK Aceh itu. 

Menurut Akhiruddin, Bappeda harus memiliki kompetensi dalam menyusun program pembangunan hingga benar-benar baik. Karena jika perencanaan buruk, maka apapun yang diharapkan sulit tercapai. 

"Karena, dari awal sudah dilakukan tidak baik, otomatis hasilnya juga tidak baik alias buruk," ujarnya.

Akhiruddin menyampaikan, dalam proses pembangunan perlu adanya peran APIP untuk melakukan review atau pengkajian ulang dari awal perencanaan hingga penerapan di lapangan. 

Baca juga: Begini Grafik Penyebaran Virus Corona di Lhokseumawe Periode 1-3 Juni 2021, Kasus Baru 10, Sembuh 18

Baca juga: Tugas Berat Wartawan India di Tengah-Tengah Ledakan Virus Corona, 474 Jurnalis Meninggal Dunia

Baca juga: Sakit Hati Sering Dimaki dan Dimarahi, Pria Labuhanbatu Kampak Bosnya hingga Tewas

Sejauh ini, APBA merupakan darah bagi Pemerintah Aceh, dengan jumlah alokasi anggaran sedemikian banyak dapat menstimulus sektoril. Apalagi Aceh sangat tergantung pada APBA, karena itu penting diawasi. 

"Proses perencanaan anggaran sangat perlu dan harus diawasi dan dipantau secara ketat. Karena korupsi itu terjadi dan dimulai pada saat perencanaan," pungkas Akhiruddin.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved