Breaking News

Pajak

Rencana Pemerintah Berlakukan Pajak untuk Kebutuhan Pokok Diprotes Banyak Pihak

Perluasan objek PPN ke bahan pangan akan mendorong inflasi. Sementara pemerintah juga belum mampu menjaga stabilitas bahan pangan.

Editor: Taufik Hidayat
SERAMBINEWS.COM/ZAINUN YUSUF
Harga cabai merah lokal di Pasar Blangpidie, Abdya, naik menjadi Rp 55.000 sampai Rp 60.000 per kg. Begitu juga cabai rawit hijau Rp 60.000 per kg pada Rabu (23/12/2020).   

Bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka.

“PPN ini akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut karena pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen,” ujar dia.

Baca juga: Ekspedisi Aceh Tracker Gagal Capai Puncak Abong-abong, Tim Hanya Mampu Daki 3 Puncak Gunung

Baca juga: Pasukan Khusus Israel Menyamar Jadi Warga Arab, Tembak Mati Dua Petugas Keamanan Palestina

Baca juga: Firli Dilaporkan ke Dewan Pengawas, KPK Malah Jawab Ingin Tuntaskan Tunggakan Perkara

Mencari waktu yang tepat

Staff khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah akan mencari waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan ini.

“Bukan berarti akan serta merta diterapkan di saat pandemi,” ujar dia dalam unggahan di Twitter.

Menurut dia, pemerintah harus memikirkan penerimaan negara setelah pandemi mereda karena selama ini tulang punggung penerimaan negara hanya dari pembiayaan utang.

Negara lain juga melakukan restrukturisasi pajak, misalnya Presiden Joe Biden yang menaikkan tarif PPh badan dari 21 persen menjadi 28 persen tak lama setelah dilantik, kata Yustinus.

Inggris juga berencana menaikkan tarif PPh Badan dari 19 persen menjadi 23 persen.

Menurut dia saat ini ada 15 negara yang melakukan menyesuaikan tarif PPN untuk membiayai penanganan pandemi.

Rata-rata tarif PPN 127 negara-negara itu sebesar 15,4, persen sementara Indonesia masih 10 persen, kata dia.

“Banyak negara berpikir ini saat yang tepat untuk optimalisasi pajak demi keberlanjutan,” ujarnya.

Baca juga: Detik-detik Tangki Kilang Minyak Cilacap Terbakar, Pertamina Pastikan Pasokan BBM Tetap Aman

Baca juga: Gadis Lulusan SMA Jadi PSK, Diamankan Satpol PP di Hotel, Mengaku Orangtua Tahu Kerjaannya

Baca juga: Rusia Akan Mengirim Sistem Satelit Mata-mata Canggih ke Iran

Menurut dia, kinerja perpajakan Indonesia belum optimal membiayai target belanja publik meski dalam lima tahun terakhir secara nominal naik.

Menurut dia kinerja penerimaan PPN belum optimal disebabkan terlalu banyak pengecualian dan fasilitas yang distortif dan tidak tepat bahkan menjadi ruang penghindaran pajak.

“Ini saat yang tepat untuk merancang dan memikirkan. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti,” ujar dia.

Rencana kenaikan PPN sedang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Bersama kebijakan PPN, pemerintah juga mengajukan perubahan kebijakan perpajakan penghasilan (PPh) dan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.(AnadoluAgency)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved