Sekjen DPR RI Indra Iskandar: "Aceh Kaya" di Google 8.810.000 Entri, “Aceh Miskin” 3.660.000 Entri
Indra Iskandar yang hadir bersama ratusan para Diaspora Aceh dari seluruh dunia ikut menyampaikan pandangan untuk kepentingan dan inspirasi bagi gener
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Indra Iskandar yang hadir bersama ratusan para Diaspora Aceh dari seluruh dunia ikut menyampaikan pandangan untuk kepentingan dan inspirasi bagi generasi yang akan datang.
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Sekjen DPR RI Dr Indra Iskandar yang juga putra Aceh sebagai salah satu Diaspora Aceh ikut menyampaikan pandangan dalam Dialog Aceh bertema "Kiprah dan Diplomasi Diaspora Aceh Menembus Batas Dunia" .
Dialog ini dilaksanakan Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda.
Indra Iskandar yang hadir bersama ratusan para Diaspora Aceh dari seluruh dunia ikut menyampaikan pandangan untuk kepentingan dan inspirasi bagi generasi yang akan datang.
Harapan Indra disampaikan untuk "Meneropong Masa Depan Aceh".
Dia mengawali dengan sebuah kalimat, "apabila kita ketik kalimat “Aceh Kaya” di Google maka akan ditemukan 8.810.000 entri informasi.
Sedangkan kalimat “Aceh Miskin” memiliki 3.660.000 entri informasi di Google.
Baca juga: DPR RI Minta Perpusnas Hadirkan Literatur Sejarah yang Otentik, Khawatir Sejarah Islam Dibelokkan
Baca juga: Tempuh Jalur Pendakian, TNI Padamkan Kebakaran Kebun Sere Wangi di Bukit Panglima Belas Blangkejeren
Baca juga: Alhamdulillah, BLT UMKM Cair, Warga Silakan Datangi Bank, Bawa Syarat Ini Saat Pencairan
"Di antara kata 'kaya' dan 'miskin' yang saya ketik secara acak (random) di Google itu, ada sekitar 10.500.000 entri informasi kalimat 'Aceh Kreatif'.
Kalimat tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan perspektif awal mengenai Aceh.
Paling tidak dari tema yang paling sering dibicarakan banyak orang, baik di Aceh maupun di kalangan diaspora Aceh di Indonesia dan di seluruh dunia.
Tentu data pencarian kalimat melalui pencarian Google tersebut tidak bisa dijadikan sandaran faktual atas apa yang terjadi di Aceh," kata Indra Iskandar.
Indra Iskandar mengatakn Aceh sejak lama dikenal sebagai daerah yang kaya sumber daya alam.
Namun sejak lama pula sering tendengar istilah “kutukan sumber daya alam” yang membelit wilayah yang dikaruniai kekayaan alam.
Banyak negara di Afrika, seperti Namibia, Angola dan Sierra Leone terbelit persoalan kemiskinan dan kekerasan justru karena negara tersebut dikenal sebagai penghasil utama berlian di dunia.
"Apabila kita membaca buku Why Nations Fail karya Daron Acemoglu dan James Robinson, kita bisa mendapat pemahaman tentang mengapa ada satu negara jauh lebih maju dibanding negara lain?
Ada dua jenis institusi yang dikemukakan oleh buku ini yang kemudian sangat menentukan nasib dari sebuah negara: lembaga inklusif dan ekstraktif.
Acemoglu dan Robinson punya teori bahwa negara yang bercorak inklusif, yang menjamin kepemilikan pribadi dan mendorong kewiraswastaan, dalam jangka waktu panjang akan mendatangan kemakmuran bagi negeri tersebut," ujarnya.
Sementara negara yang bersifat ekstraktif, yang menerapkan peraturan yang tak berkeadilan, mempersulit pasar berkembang serta hanya memberikan segelitintir elit untuk berkembang, pada akhirnya akan membawa kemiskinan bagi negara tersebut.
Ditambah lagi dengan prilaku koruptif dari para penyelenggara negara, membuat nasib negara tak beranjak maju.
Pendapat Daron Acemoglu dan James Robinson memberikan secercah harapan tentang pengelolaan sebuah wilayah, baik level pusat maupun daerah, tidak mesti semata-mata bertumpu pada kekayaan alam yang dimiliki oleh negara atau daerah tersebut.
Dengan memperkuat tata kelola dan kelembagaan di tingkat negara maupun daerah secara inklusif, memberikan banyak peluang komunitas/masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Dalam situasi yang inklusif tersebut, kreativitas dan partisipasi ada dua kata kunci penting untuk bisa melakukan terobosan serta perbaikan kehidupan secara umum. Kreativitas merupakan kemampuan menciptakan hal yang berguna bagi masyarakat luas. Sedangkan partisipasi dibutuhkan agar ide-ide kreatif terwujud konkret.
Partisipasi bisa datang dari (komunitas) masyarakat sendiri, sektor swasta ataupun pemerintah.
Disebutkan, Aceh bukan hanya dikenal sebagai penghasil gas alam terbesar di Indonesia, melainkan pula sebagai penghasil kopi yang sangat terkenal. Kedai kopi tumbuh menjamur di seantero Aceh.
Sementara itu aroma kopi Gayo telah sejak lama memenuhi ruangan café di New York atau bahkan di Paris.
Pertanyaannya bisakah kopi mengangkat harkat dan derajat masyarakat Aceh?
Sementara Indonesia sendiri menempati posisi ke-4 penghasil kopi di dunia setelah Brasil urutan pertama, Vietnam kedua dan Kolombia ketiga.
"Dari sekian banyak potensi yang dimiliki Aceh, saya melihat kopi memiliki peluang yang masih harus terus dikembangkan baik pada sisi budidaya, tata kelola, maupun dukungan pemerintah, pusat dan daerah," jelas Indra Iskandar.
"Ada begitu banyak peluang dan potensi yang dimiliki Aceh. Orkestrasi seluruh kekuatan di Aceh mutlak diperlukan sehingga ke depan Aceh mampu melepaskan dari citra masa lalunya yang dipenuhi konflik dan kemiskinan.
Aceh ke depan adalah Aceh yang inklusif dari sisi tata kelola dan kelembagaan, yang diharapkan dapat memberikan peluang bagi setiap anak Aceh yang mau maju, baik di daerahnya sendiri maupun di tempat lain di negara dan dunia ini."
Aceh adalah gerbang terdepan Indonesia yang memiliki peran dan posisi strategis.
Dengan semua yang ada di Aceh, dan dengan seluruh pengalaman sejarahnya yang penuh jatuh bangun sebagai bagian dari Republik Indonesia, Aceh mestinya bisa dan mampu lebih baik di masa yang akan datang," tutup Indra. (*)