Harga Sawit
Harga Sawit kembali Terjun Bebas, Ini Permintaan Apkasindo Aceh
Ia menilai, selisih harga TBS yang sangat jauh terjadi, akibat belum efektifnya pengawasan yang dilakukan tim pemantau harga, sehingga pengusaha serin
Penulis: Rahmat Saputra | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Rahmat Saputra I Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM, BLANGPIDIE - Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani di Aceh Barat Daya (Abdya) kembali turun.
Pada 13 Juni 2021 lalu, harga TBS masih Rp 1.500 per kilogram, kini turun menjadi Rp 1.250 hingga Rp 1.300 per kilogram.
Penurunan harga TBS kali ini terbilang drastis dan tidak biasa.
Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadli Ali saat dimintai tanggapannya, menilai turunnya harga TBS akibat harga Harga komoditas minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) turun menjadi Rp 9.162 per kilogram.
“Iya, penurunan ini akibat harga CPO yang turun dari Rp 11.000 per kilo, menjadi Rp 9.162 per kilogram. Namun, harga TBS di tingkat petani hanya Rp 1.300 per kilogram di Abdya, sangatlah rendah,” ujar sekretaris DPW Apkasindo Aceh, Fadli Ali kepada Serambinews.com, Kamis (17/6/2021).
Harusnya, kata Fadli Ali, jika pemilik pabrik kelapa sawit berpedoman pada surat keputusan Pemerintah Aceh tentang harga TBS, maka harga TBS di tingkat petani saat ini Rp 1.600 per kilogram.
• Polwan LA Sudah Urus 28 Orang, Masih Berpangkat Bripka Sudah Berani Jadi Calo Masuk Polisi
• Pria Ini Ketiban Sial, Tunggu Pembeli Sabu di Tanggul Sungai, Tapi yang Datang Malah Polisi
“Karena, kalau berdasarkan surat penetapan pemerintah 9 Juni lalu, maka PKS barat selatan harus membeli TBS Rp 2.256 per kilogram, kalau penjualan di tingkat petani, maka agen harus membeli Rp 1.600 hingga Rp 1.800 per kilogram, bukan Rp 1.300 di tingkat petani,” katanya.
Ia menilai, selisih harga TBS yang sangat jauh terjadi, akibat belum efektifnya pengawasan yang dilakukan tim pemantau harga, sehingga pengusaha sering memainkan harga.
Selain itu, sebutnya, Aceh penetapan harga dilakukan sebulan sekali, biasanya di awal minggu kedua setiap bulan.
“Berbeda dengan di Riau, misalnya penetapan harga di lakukan empat kali sebulan setiap hari selasa. Dengan demikian, di Riau lebih akurat mengikuti dinamika pergerakan harga ekspor CPO yang senantiasa terus bergerak naik dan turun, mungkin ini juga harus dievaluasi oleh dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh,” pungkas putra Abdya tersebut.(*)