Berita Banda Aceh
DPRA Akan Revisi Qanun Lembaga Wali Nanggroe, Berikut Komentar Malik Mahmud
Adapun poin dalam Qanun Lembaga Wali Nanggroe yang hendak diubah harus dibicarakan dan diperjuangkan secara bersama-sama.
Sementara anggota yaitu Anwar, Iskandar Usman Al Farlaky, Sulaiman, Noraidah Nita, TR Keumangan, Ilham Akbar, H Asbi Amin, H Jauhari Amin, H Amiruddin Idris, Fakhrurrazi H Cut, Sofyan Puteh, Tgk Haidar, Tgk H Irawan Abdullah, dan Tgk H Syarifuddin Ridwan.
Baca juga: Ayahnya Ditahan Karena Kasus Konflik Antarnelayan, Bocah SD Ini Surati Hakim: “Ayahku Orang Baik”
Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Penganiayaan Nelayan di Simeulue, Lima Anggota Pokmaswas Sampaikan Pledoi
Baca juga: Bikin Syok! Sekeluarga Berada Dalam Rumah Saat Pohon Asam Tumbang Timpa Atap, Begini Kondisinya
Baca juga: 6 Provinsi Terbanyak Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia, Jawa Barat dan DKI Jakarta Tertinggi
Cari Masukan ke Daerah
Dalam rangka penyusunan draft perubahan ketiga atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Lembaga Wali Nanggroe, Panitia khusus (Pansus) DPRA menggelar pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh.
Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe Aceh, M Nasir Syamaun menerangkan, pertemuan yang berlangsung di Meuligoe Wali Nanggroe itu merupakan rapat pertama menyangkut revisi ketiga Qanun Wali Nanggroe.
“Yang bicarakan masih menyangkut substansi mana yang harus diubah, poin tentang kewenangan dan hal hal lain,” kata M. Nasir.
Pertemuan itu dibuka dan dimoderatori oleh Katibul Wali Nanggroe, Azwardi AP MSi.
Ada sejumlah poin-poin rencana revisi yang disampaikan kepada Wali Nanggroe, baik usulan dari Pansus DPRA dan usulan dari Staf Khusus Wali Nanggroe yaitu Teuku Kamaruzzaman, dan DR M Raviq.
Usulan yang disampaikan Staf Khusus Wali Nanggroe antaralain periodesasi jabatan Wali Nanggroe, kewenangan Wali Nanggroe dalam penegakan dinul Islam, kewenangan sebagai pemimpin adat, syarat calon Wali Nanggroe, dan Waliyul Ahdi, serta bendera dan lambang Wali Nanggroe.
Kemudian mengenai kewenangan dan peran Wali Nanggroe dalam kekhususan dan keistimewaan Aceh.
“Aceh memiliki tiga perangkat hukum, UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, UU 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh, serta UU 37 tahun 2000 tentang pelabuhan dan perdagangan bebas Sabang,” sebut Teuku Kamaruzzaman atau akrab disapa Ampon Man.
Ia menambahkan bahwa tiga UU tersebut merupakan modal besar bagi Aceh dalam menyusun perangkat hukum kekhususan Aceh lainnya.
Di samping memiliki Lembaga Wali Nanggroe, tambah Ampon Man, Aceh juga memiliki lembaga independen dan otonom seperti MAA, MPU, MPD, Baitul Mal, dan Mahkamah Syariah.
Namun, koordinasi dan konsultasi diantara lembaga tersebut tidak terkoodinir baik.
“Dalam Raqan Wali Nanggroe hendaknya dapat dibuat bentuk koordinasi sehingga Lembaga Wali Nanggroe akan menjadi lembaga keempat setelah eksekutif, legeslatif dan yudikatif, yang bertujuan menyuarakan kepentingan Aceh baik tingkat nasional dan internasional,” kata Ampon Man.
Sementara itu Ketua Pansus DPRA Mawardi menjelaskan, rencana revisi Qanun Lembaga Wali Nanggroe masuk dalam Prolega tahun 2021 dan sudah mendapatkan SK Pembahasan.