Berita Banda Aceh
Berkat Tindakan Ini Keumamah (Ikan Kayu) di Aceh Semakin Higienis dan Berkualitas
Selama ini ada orang yang ogah makan keumamah (ikan kayu) mungkin saja karena berpikir bahwa proses pengolahannya kurang higienis
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Muhammad Hadi
Ia merupakan korban selamat dari bencana tsunami tahun 2004 dan mendapat bantuan rumah di lokasi tempat tinggal asalnya yang berlokasi di Gampong Deah Raya di pantai utara kota Banda Aceh.
Awalnya Zainuddin berdagang ikan segar, tapi sejak tahun 2015 ia beralih menjadi pengusaha keumamah (ikan kayu) untuk memperbaiki taraf perekonomian keluarganya.
Saat ini pekarangan rumahnya digunakan sebagai tempat usaha.
Lokasi ini strategis karena bertetangga dengan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo sebagai sumber pasokan bahan baku ikan.
Baca juga: Kisah Pria Tionghoa Jadi Mualaf Setelah Lihat Malaikat Menjaga Masjid saat Tsunami Aceh
Aktivitas produksi keumamah biasanya dia lakukan empat kali dalam seminggu.
Setiap minggu dihasilkan 320-400 kg keumamah dan setiap bulannya kira-kira 1,3-1,6 ton keumamah.
Untuk memproduksi keumamah dalam jumlah tersebut dibutuhkan 4-5 ton ikan tongkol segar.
Setelah ikan tongkol dikeringkan dan menjadi keumamah, keumamah ini dijual kepada agen di Pasar Induk Lambaro dan tidak dibayar tunai oleh agen tersebut.
Pembayaran baru dilakukan kemudian apabila sebagian besar keumamah telah dibeli oleh konsumen.
Zainuddin melakukan perebusan dengan tungku terbuka menggunakan drum bekas sebagai dandang.
Kecepatan pemakaian biomassa kayu untuk satu hari produksi adalah setengah mobil pick-up.
Tungku terbuka ini tidak efektif untuk berproduksi karena pemakaian kayu yang berlebihan.
Penggunaan drum bekas juga menimbulkan permasalahan, khususnya dari segi keamanan mengonsumsi produk keumamah yang dihasilkan.
Baca juga: Hamas Pimpin Pertempuran Baru, Untuk Patahkan Pengepungan Israel di Gaza
Di tempat usahanya terdapat tumpukan kayu sebagai bahan bakar tungku terbuka. Tumpukan kayu tersebut bernilai Rp300.000.
Hanya dapat digunakan untuk dua kali produksi. Tidak ada perlakuan khusus pada kayu untuk menurunkan kadar airnya dan kayu diletakkan langsung di atas tanah.
Profil mitra kedua (M Jamil)
Mitra kedua ini sudah menekuni usaha keumamah sejak tahun 1987. Ia juga merupakan korban tsunami yang kehilangan anggota keluarga dan harta bendanya.
Sejak tsunami, M Jamil berhenti memproduksi keumamah karena ketiadaan modal. Tahun 2014 usaha ini dimulai kembali dengan izin dari kepala desa.
Aktivitas produksi keumamah hanya dilakukan M Jamil dua kali dalam seminggu.
Hal ini disebabkan kurangnya modal ditambah lagi penjualan ikan kayu (keumamah) membutuhkan waktu berhari-hari untuk dapat menerima hasil penjualannya.
Meski demikian, kapasitas produksi M Jamil hampir sama dengan mitra pertama (Zainuddin) yakni antara 1-1,5 ton keumamah per bulannya.
Jamil memproses lebih banyak ikan setiap kali produksi sebagai kompensasi dari jumlah hari produksi yang lebih sedikit.
Sebelum didampingi para peneliti-pengabdi dari USK, M Jamil selalu merebus ikan tongkol untuk dibuat keumamah dengan tungku terbuka dan dandang dari drum bekas.
Drum bekas yang dipotong dua dia gunakan sebagai dandang dan terlihat masih baru menggantikan drum lama yang sudah keropos.
Baca juga: Habiskan Dana Rp 100 Miliar, Raffi Ahmad Bangun Rumah Mewah, Lift Parkir Mobil Harga Rp 1,6 Miliar
Namun, material drum bekas memang tidak tahan untuk digunakan dalam waktu lama.
Di tempat usaha M Jamil, kecepatan konsumsi biomassa kayu untuk satu hari produksi hampir satu mobil pickup. Banyaknya pemakaian kayu juga merupakan dampak dari menggunakan tungku terbuka.
Teknik dan peralatan produksi yang digunakan oleh mitra kedua ini sama dengan mitra pertama.
Biomasa kayu juga hanya dia letakkan langsung di atas tanah, tanpa perlakuan khusus untuk mengeringkan kayu agar energi dari kayu yang dihasilkan saat pembakaran dapat berlipat ganda
Saat disurvei, di lokasi usahanya terdapat tumpukan biomassa kayu di atas tanah sebanyak dua mobil pickup senilai Rp600.000. Dan kayu tersebut digunakan sebagai bahan bakar untuk tiga hari produksi keumamah. (*)
Baca juga: Wali Kota Nazaruddin Pantau Vaksinasi Massal di Kota Sabang