Seleb
Ki Manteb Soedharsono Pancen Oye Menikah 8 Kali hingga Tidak Mau Berpoligami, Ini Alasannya
Meninggalnya pedalang yang akrab disapa Ki Manteb ini dikenal sebagai sosok yang kuat prinsipnya terhadap keluarga, termasuk tidak berpoligami.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Safriadi Syahbuddin
SERAMBINEWS.COM - Dalang ternama Indonesia Ki Manteb Soedharsono meninggal dunia pada Jumat (2/7/2021).
Meninggalnya pedalang yang akrab disapa Ki Manteb ini dikenal sebagai sosok yang kuat prinsipnya terhadap keluarga.
Hal itu terlihat dalam keteguhannya untuk tidak berpoligami meski sudah menikah delapan kali.
Adapun alasan Ki Manteb tidak berpoligami adalah mengikuti satu wasiat dari orang tuanya yakni Ki Hardjo Brahim.
Wasiat dari orangtua Ki Manteb bahwa seorang dalang sejati itu tidak diperkenankan beristeri dua atau lebih (wayuh) dan tidak boleh menduda.
Wasiat ini selalu dipegang teguh hingga Ki Manteb dinyatakan meninggal dunia pada hari ini.
Perjalanan Rumah Tangga Ki Manteb Soedharsono hingga Menikah 8 Kali
Melansir dari buku "Ki Manteb Soedharsono – Profi Dalang Inovatif" yang ditulis oleh Nurdiyanto dan Sri Retna Astuti, disebutkan bahwa Ki Manteb menikah di usia ke-18 tahun.
Perkawinan yang ia jalani itu bukanlah kemauan Ki Manteb sendiri, tetapi atas kehendak orang tua.
Dengan kata lain bahwa Manteb ketika itu belum mempunyai minat untuk berumah tangga.
Oleh sebab itu tidak mustahil apabila di dalam perjalanan rumahtangganya sering dijumpai adanya rasa ketidakcocokan antara keduanya.
Perkawinan yang belum genap berumur satu tahun itu terpaksa kandas ditengah jalan.
Ki Manteb yang sudah menyandang status sebagai suami terpaksa pulang ke rumah orangtua di Jatimalang.
Perjalanan hidup berumah tangga yang berliku tidak hanya dijalani sekali saja.
Ki Manteb secara beruntun mengalami kegagalan dalam membina rumah tangga hingga beberapa kali.
Sebetulnya hal ini tidak dikehendaki oleh Ki Manteb.
Karena Manteb selalu ingat akan pesan orangtuanya bahwa kalau nanti berkeluarga tidak diperkenankan bertempat tinggal di sebelah barat Sungai Bengawan Solo.
Harus tetap berada di sebelah timur Sungai Bengawan Solo.
Oleh karena isteri-isteri Manteb dari yang pertama hingga yang keempat kalinya tidak mau diajak pulang ke rumah orangtuanya, maka perkawinannya pun tidak bertahan lama.
Memang sampai hari ini masih ada sementara orang yang beranggapan bahwa pada umumnya dalang suka kawin.
Walaupun anggapan itu tidak seluruhnya benar, namun pada kenyataannya ratarata seorang dalang kawin lebih dari satu kali.
Bukan menjadi rahasia lagi bahwa dalang yang amat dekat dengan para pesindennya itu dengan
mudah menjalin hubungan asmara dengannya.
Meskipun hubungan asmara tersebut bisa jadi kandas di tengah jalan.
Baca juga: Di Luar Seni Pedalangan, Ki Manteb Soedharsono Rupanya Sumbang Masjid hingga Dirikan SMA Bung Karno
Baca juga: Kabar Duka, Dalang Ki Manteb Soedharsono Meninggal Dunia, Soimah Ucap Belasungkawa
Baca juga: Dalang Kondang Ki Manteb Soedharsono Meninggal Dunia, Berikut Profilnya
Istri Pertama
Pernikahan pertama dengan Samirah yang ketika itu berusia 20 tahun, berarti dua tahun lebih tua dari usia Manteb.
Samirah merupakan putri tunggal atau putri satu-satunya seorang Lurah Sraya, Kebakkramat, Karanganyar.
Sebagai dalang muda yang masih dalam keadaan berbulan madu, namun Manteb tidak akan menolak apabila memperoleh tanggapan mendalang.
Bila suatu saat Manteb pergi mendalang, sang istri tidak pernah mengikutinya.
Biarpun pasangan suami-istri itu pada awal perkawinannya bukan atas kehendak berdua, akan tetapi Manteb tetap merupakan suami yang bertanggung jawab.
Hal ini dibuktikan dengan diberikannya semua hasil mendalang itu kepada sang isteri.
Sebagai anak tunggal yang dimanjakan oleh kedua orangtuanya, nampaknya Samirah belum bisa menyelami dunia seni suaminya.
Bahkan kadangkala seringkali berkata yang intinya merendahkan profesi Manteb sang suami.
Oleh karena itu Manteb sering tersinggung dengan ucapan-ucapan isteri.
Terkadang berkata bahwa penghasilan dalang hanya di waktu musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan tidak dapat diharapkan hasilnya.
Ucapan dan kata-kata Samirah itu membuat hati Manteb merasa jengkel.
Puncak kejengkelan Manteb akhirnya berujung pada dua pilihan yang diajukan kepada istrinya.
Manteb kemudian menanting Samirah untuk memilih dua pilihan yaitu memilih untuk tetap ikut suami atau memilih orangtua.
Ternyata jawaban yang dilontarkan oleh Samirah memilih ikut orangtua.
Semenjak itu Manteb meninggalkan rumah mertua dan kembali ke rumah orangtuanya di Jatimalang.
Padahal pada waktu itu Samirah sedang mengandung anak pertama, yang kemudian pada tahun 1966 lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Medhot Samiyana.
Bayi Medhot diasuh oleh Samirah yang tidak lain adalah ibu kandungnya hingga berusia 7 tahun.
Setelah usia 7 tahun inilah kemudian Medhot diambil dan diasuh oleh Ki Manteb bersama kakek dan neneknya di Jatimalang.
Istri Kedua
Pada tahun 1967 setelah berpisah dengan isteri pertamanya, Manteb menikah lagi untuk yang kedua kali dengan Suparmi, atas kehendak ortangtuanya juga dengan anak seorang lurah Plosokerep, Bendosari, Sukoharjo.
Dari perkawinan ini dikaruniai seorang putri bernama Endar Maryati.
Namun di perkawinan kedua ini juga tidak bertahan lama yang akhirnya terjadi perpisahan.
Istri Ketiga
Pada tahun 1969 Ki Manteb menikah lagi untuk yang ketiga kali dengan Sumarni janda beranak satu asal Sukoharjo, yang berprofesi sebagai pesinden.
Dari perkawinan dikaruniai dua orang putri yaitu Anik Wijayanti dan Retno Palupi.
Dalam perjalanan rumah tangga ini Sumarni mendapat godaan dengan pria lain yang mengakibatkan
retaknya rumah tangga.
Oleh karenanya dengan terpaksa Manteb meninggalkan rumah dan kembali ke rumah orangtuanya di Jatimalang.
Di rumah orangtuanya ini sembari tidur di kursi, Manteb selalu bergumam bahwa lebih baik bercerai dari pada kehidupan rumah tangganya tidak bahagia.
Dari kegagalan-kegagalan dalam rumahtangganya mengakibatkan Manteb mengalami frustrasi sehingga ia pun menempuh petualangan cinta dengan wanita lain.
Istri Keempat
Akhirnya Manteb menemukan seorang wanita dari Mojowetan Sragen bernama Sani yang kemudian dikawininya.
Dari perkawinan ini Ki Manteb tak dikaruniai seorang anak pun.
Isteri yang ke empat ini ternyata hanya bertahan selama 4 tahun.
Hal ini disebabkan karena sang isteri mempunyai kegemaran yang kurang baik yaitu suka berjudi setiap ditinggal Manteb mendalang.
Kebiasaan sang isteri ini membuat Manteb merasa dikhianati sehingga tidak bisa dtolerir, yang akhirnya bercerai juga.
Kenyataan hidup yang seperti ini sering diceritakan kepada adiknya sambil berujar...
"yo iki lelakon uripku"
Istri Kelima
Babak kehidupan baru dimulai pada tahun 1978 ketika Manteb mempersunting gadis idaman bernama Sri Suwarni dari Karangpandan.
Perkenalan dengan Sri Suwarni ini diawali ketika Sri Suwarni nyindeni pementasan Ki Manteb di wilayah Tawangmangu.
Pada waktu itu Sri Suwarni baru berusia 18 tahun.
Dalam perkembangannya mereka berpacaran selama satu tahun yang akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menikah, setelah orangtua Sri Suwarni memberikan doa restunya kepada mereka berdua.
Ki Manteb Soedharsono dan Sri Suwarni menikah pada hari Selasa Wage, 25 Januari 1978 di Sekiteran, Doplang Karangpandan.
Saat menikah Sri Suwarni berusia 19 tahun, sedangkan Ki Manteb 29 tahun.
Di masa awal berumahtangga dengan gadis Sekiteran yang juga pesinden ini Ki Manteb tinggal di rumah mertua.
Dari perkawinannya ini dikaruniai dua putera yaitu Danang Suseno dan Gatot Tetuko yang
juga menekuni dunia seni terutama seni pedalangan.
Jika dibandingkan dengan para istri Manteb terdahulu, Sri Suwarni merupakan istri yang terlama mendampingi Ki Manteb.
Pada perkawinan kelima itu yang kemudian disusul dengan menanjaknya karier Ki Manteb sebagai dalang handal dan sukses.
Ki Manteb berhasil membina rumah tangga yang bahagia.
Mereka bisa membangun rumah yang cukup megah berbentuk joglo, di Desa Sekiteran, Doplang,
Karangpandan yang ditempatinya hingga sekarang.
Perlu diketahui bahwa dari perkawinan sebelumnya Manteb selalu tinggal di rumah
mertua.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa rumah ini merupakan rumah pertama sebagai yasan mereka berdua.
Namun tidak ada orang yang tahu akan kelangsungan hidup seseorang pada hari esok.
Termasuk Ki Manteb sendiri bahwa dirinya akan ditinggal istri yang setia dan dicintainya. Pada tahun 2005 Sri Suwarni meninggal dunia, sehingga membuat hati Ki Manteb merasa kehilangan segala-galanya.
Istri Keenam
Dengan meninggalnya Sri Suwarni, beberapa tahun kemudian (setelah peringatan 1000 hari Sri Suwarni) Ki Manteb menikah lagi untuk yang ke enam kali dengan mempersunting seorang janda beranak satu bernama Erni dari Tegal yang merupakan keponakan dari dalang Ki Enthus Susmono.
Perkawinan yang keenam ini Ki Manteb tidak dikaruniai seorang putrapun.
Bahkan rumah tangganya hanya bertahan selama enam tahun, dikarenakan sang isteri tidak mau diajak kembali ke Karangpandan.
Istri Ketujuh
Ki Manteb pun menikah lagi untuk yang ketujuh kalinya dengan seorang putri yang biasa dipanggil Sasa.
Dari perkawinan ini pun tidak dikaruniai anak dan juga terpaksa kandas di tengah jalan dan hanya bersanding selama 14 bulan, dikarenakan Sasa tidak mau diajak pulang ke Karangpandan dan lebih senang tinggal di Solo.
Akhirnya mereka pun bercerai.
Istri Kedelapan
Setelah bercerai dari isteri ke tujuh, Ki Manteb kembali hidup sendiri, semua pekerjaan rumah tangga pun dikerjakan sendiri.
Pada suatu hari Ki Manteb mendapat undangan untuk mendalang pada peringatan 40 hari meninggalnya dalang Ki Sugino Siswocarito di Banyumas.
Namun undangan itu ditolaknya dan Manteb bersedia memenuhi undangan itu pada saat peringatan 100 hari meninggal Ki Sugino.
Janji Ki Manteb pun ditepati, pada saat peringatan 100 hari meninggalnya Ki Sugino, tepatnya tanggal 4 Mei 2013 Ki Manteb mendalang di Banyumas, di tempat tinggal Ki Sugino.
Pada saat selesai pentas Manteb diberi honor oleh isteri Ki Sugino, tetapi tidak diterima dan diberikan kembali kepada isteri Ki Sugino tersebut, dengan alasan uang itu untuk membayar para penabuh dan keperluan lain.
Pada tanggal 8 Mei 2013 Manteb mendalang di Jepara dan mengajak Nyi Suwarti (janda Ki Sugino).
Perlu diketahui bahwa Suwarti adalah seorang seniwati (sinden) yang juga berasal dari daerah yang sama dengan dalang Sugino.
Bersama dalang Sugino, Nyi Suwarti selama 25 tahun 3 bulan hidup bahagia mengarungi bahtera rumah
tangganya.
Namun tidak disangka bahwa Suwarti bersama suaminya hanya hidup bersama hingga tahun 2013.
Ki dalang jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Selama bersama dalang Sugino Suwarti tidak dikaruniai seorang putrapun.
Bisa disebutkan bahwa awal mula bertemunya dua insan yang ber profesi sebagai seniman dan seniwati itu pada selamatan 100 hari meninggalnya dalang Ki Sugino.
Suwarti pada waktu itu sudah tak bersuami, sedangkan Ki Manteb sendiri berstatus seorang duda yang sudah tujuh bulan berpisah dengan istrinya yang ketujuh.
Sehabis pentas dari Jepara, Suwarti tidak diantar pulang ke Banyumas, tetapi diajak pulang ke Karangpandan.
Di rumah Ki Manteb ini dirinya tidak menyangka bahwa pada waktu itu juga dikenalkan dengan keluarga Ki Manteb.
Sewaktu berada di Karangpandan Suwarti menyatakan bahwa Joglo yang berada di rumah Ki Manteb sedang
dibongkar.
Oleh karenanya situasi rumah masih berantakan.
Selama berada di rumah Ki Manteb, Suwarti melihat keseharian Ki Manteb yang selalu menyiapkan segala sesuatunya sendiri, seperti mencuci pakaiannya sendiri, membuat teh dan kopi, dan lain sebagainya.
Melihat hal ini Suwarti sangat heran dan kasihan kenapa semuanya dikerjakan sendiri, padahal juga ada pembantu.
Selama Suwarti tinggal di rumah Ki Manteb ternyata membuat Ki Manteb tertarik dan berkeinginan untuk memperisterinya.
Hal ini disampaikan pada Suwarti dan ternyata Suwarti pun bersedia untuk dijadikan isteri.
Satu bulan kemudian yaitu tanggal 9 Juni 2013 keduanya melangsungkan ijab siri.
Diakui oleh Suwarti pada awalnya dia bersedia diperistri oleh Ki Manteb hanya karena merasa kasihan.
Namun lama-kelamaan akhirnya juga punya rasa cinta dan menyayangi Ki Manteb Soedharsono.
Pada saat Suwarti dinikahi Ki Manteb secara siri, surat keterangan menjanda belum didapat.
Namun hal itu tidak menjadi masalah bagi mereka, sehingga kawin siri inipun bisa berjalan dengan baik.
Barulah satu tahun kemudian surat keterangan menjanda Suwarti keluar.
Dengan demikian status Suwarti sebagai janda Sugino sudah sah secara hukum agama dan negara.
Dengan adanya surat janda tersebut, maka pada tanggal 24 April 2014 keduanya menikah secara resmi dan menjadi pasangan suami istri hingga sekarang.
Perbedan usia yang relatif cukup jauh ternyata tidak menjadikan keduanya menjadi canggung.
Pada saat menikah yang kedelapan ini Ki Manteb Soedharsono berusia 66 tahun, sedang Nyi Suwarti berusia 45 tahun.
Sesudah satu tahun hidup bersama dalam mengarungi bahtera rumah tangga ternyata sang isteri sudah dapat menyesuaikan diri dan dapat menyelami kehidupan sang dalang.
Mulai dari soal makanan, jenis makanan dan jenis rokok kegemarannya yang biasa dihisap semua nya dapat dimengerti.
Apalagi soal kebiasaan tidur, bangun tidur dan melakukan pekerjaan sampingan apabila sedang tidak ada
tanggapan, yaitu memperbaiki wayang yang rusak maupun membuat wayang baru. (Serambinews.com/Firdha Ustin)
Baca juga: Pria di Jambi Rudapaksa Gadis 16 Tahun, Korban Sudah 5 Kali Disetubuhi Pelaku, Modus Ancam Bunuh
Baca juga: Kenapa Muncul Pemberitahuan Data Tidak Sesuai saat Mendaftar CPNS & PPPK 2021? Apa Solusinya?
Baca juga: 1 PNS, 4 Honorer dan Warga Ditangkap Saber Pungli Pidie di Pasar Hewan Padang Tiji Diserah ke Sekda