Pelatihan Wartawan
Jadi Pemateri Pelatihan Wartawan Abdya, Akmal Ibrahim: Pers Harus Merdeka dan Bertanggung Jawab
Bupati Abdya, Akmal Ibrahim mengatakan, wartawan itu harus merdeka dan bebas dari intervensi, karena pertanggung jawabannya dua.
Penulis: Rahmat Saputra | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Rahmat Saputra I Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE - Persatuan Wartawan Indonesia Aceh Barat Daya atau PWI Abdya menggelar pelatihan peningkatan kapasitas wartawan Abdya, Kamis (8/7/2021) di Bali Resto Susoh.
Kegiatan yang diikuti seluruh wartawan dan dibuka langsung Wakil Bupati Abdya Muslizar MT itu, turut menghadirkan Bupati Abdya, Akmal Ibrahim sebagai pemateri dan Khairul Azmi SH yang merupakan Ketua Bidang Hukum dan HAM Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) perwakilan Abdya.
Ketua PWI Abdya, Drs H Zainun Yusuf mengatakan, bahwa pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas wartawan itu perdana dilaksanakan oleh PWI Abdya.
• PWI Abdya Ajak Santri Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan
Untuk itu, Zainun Yusuf mengajak para wartawan yang bertugas di Bumo Breuh Brueh Si Gupai untuk terus mengasah kemampuannya dan memantapkan diri dengan nilai kompetensi sebagai seorang jurnalis.
“Dalam menjalankan tugas sebagai seorang jurnalis tetap mengedepankan profesionalitas. Jangan memanfaatkan profesi wartawan sebagai alat untuk hal-hal yang tidak baik,” ujarnya.
Ditambahkan, pelatihan peningkatan kapasitas wartawan itu merupakan wujud dari pembinaan pers di Abdya.
Terlebih kegiatan seperti itu sangat jarang dilakukan, sehingga harus ada upaya kedepannya untuk menggalakan kegiatan serupa.
• PWI Abdya Kecam Tindakan Ancam Terhadap Wartawan di Aceh Barat
“Insya Allah, ke depan kita berusaha melaksanakan UKW di Abdya, ini tentu perlu dukungan dari semua pihak,” pungkasnya.
Independensi
Sementara itu, Bupati Abdya, Akmal Ibrahim mengatakan, wartawan itu harus merdeka dan bebas dari intervensi, karena pertanggung jawabannya dua.
“Dan keduanya itu, tidak nampak, yaitu Tuhan dan Hati (nurani),” katanya.
Bahkan, sebutnya, pengalaman ini pernah terjadi kepada salah seorang wartawan Kompas semasa konflik di Aceh, saat itu beritanya pernah diintervensi untuk diralat.
Namun, tambahnya, wartawan tersebut meminta agar redaksinya tidak meralat beritanya, dan menilai beritanya sudah benar dan tidak perlu diralat, terlebih dirinya sudah melakukan liputan ke berbagai negara konflik.
“Bahkan, dia rela keluar dan tidak mendapatkan apa-apa, jika berita yang ditulis harus diralat. Akhirnya, dewan redaksi menganulir dan tidak meralat. Begitulah wartawan, dia harus mampu mempertanggungjawabkan, sehingga tidak menjadi wartawan abal-abal,” katanya.