Dokter Lois Owien Tak Ditahan, Mengaku Menyesal hingga Janji Tak Hilangkan Barang Bukti
"Yang bersangkutan diberikan penangguhan penahanan. Tetap tersangka sesuai pasal yang disangkakan kepada yang bersangkutan," kata dia.
SERAMBINEWS.COM - Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto memastikan proses hukum terhadap Dokter Lois Owien tetap berjalan meskipun tidak jadi ditahan penyidik Polri.
Ia menuturkan Dokter Lois Owien masih menyandang status tersangka dalam kasus penyebaran berita bohong (hoaks) maupun membuat keonaran di masyarakat.
"Proses hukum tetap jalan," kata Agus saat dikonfirmasi, Selasa (13/7/2021) siang.
Adapun tidak jadi ditahannya Lois Owien bukan berarti perkaranya ditutup.
Menurutnya, Polri hanya memberikan penangguhan penahanan kepada tersangka.
"Yang bersangkutan diberikan penangguhan penahanan. Tetap tersangka sesuai pasal yang disangkakan kepada yang bersangkutan," kata dia.
dr. Lois Menyesal
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Slamet Uliandi mengabarkan bahwa pihaknya tidak melakukan penahanan kepada dokter Lois Owien.
Slamet menuturkan, dr. Lois mengakui opini yang dipublikasikan di media sosial (medsos) membutuhkan penjelasan medis.
Mengutip Tribunnews.com, Selasa (13/7/2021), kepada kepolisian, dr. Lois juga mengaku menyesal setelah pernyataannya soal korban Covid-19 yang meninggal dunia karena interaksi obat viral di media sosial.
Bahkan, dr. Lois juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya termasuk menghilangkan barang buktinya.
"Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kami dapatkan kesimpulan bahwa yang bersangkutan, tidak akan mengulangi perbuatannya dan tidak akan menghilangkan barang bukti mengingat seluruh barang bukti sudah kami miliki," jelas Slamet dalam keterangannya, Selasa (13/7/2021).
Ia mengakui pernyataanya itu tak memiliki landasan hukum yang kuat.
Baik soal ketidakpercayaannya percaya Covid-19 maupun pendapatnya soal kematian Covid-19 disebabkan karena interaksi obat.
"Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset. Ada asumsi yang ia bangun, seperti kematian karena Covid disebabkan interaksi obat yang digunakan dalam penanganan pasien. Kemudian, opini terduga terkait tidak percaya Covid, sama sekali tidak memiliki landasan hukum," ujar Slamet.