Opini
Menilik Nilai-Nilai Pendidikan Ibadah Kurban
Insya Allah ummat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari besar Islam yaitu Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah 1442 H
Oleh Dr. Murni, S.Pd,I., M.Pd, Wakil Ketua III STAI Tgk. Chik Pante Kulu Banda Aceh
Insya Allah ummat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari besar Islam yaitu Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah 1442 H bertepatan dengan 20 Juli 2021 M.
Idul Adha biasanya disebut Hari Raya Kurban karena pada hari itu umat Islam sangat disunnatkan untuk berkurban. Mereka menyembelih hewan kurban lalu dibagi-bagikan kepada seluruh umat Islam di suatu daerah.
Sejarah kurban telah berumur tua, setua sejarah manusia itu sendiri, sebab manusia pertama yang melakukan kurban adalah Qabil dan Habil, dua putera Nabi Adam as. Namun, ibadah kurban yang dijadikan syari‘at Islam ini lebih merupakan pelestarian ajaran yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dan puteranya Nabi Ismail as.
Pengorbanan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya Ismail yang digantikan dengan seekor domba sebagai tuntunan syari‘at Islam. berdasarkan dalil Alquran, Allah SWT berfirman: “Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (QS. As-Saffat : 108).
Kurban ini dilaksanakan oleh umat Islam pada Hari Raya Haji, merupakan suatu ibadah yang disyariatkan atas Rasulullah SAW, yang ada hubungannya dengan kurban yang dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim as. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah dan Hakim, diterima dari sahabat Zaid bin Arqam yang artinya:
“Para sahabat Bertanya: Wahai Rasulullah, apa qurban itu? Rasulullah SAW menjawab: Sunnah bapak kalian, Ibrahim. Mereka balik bertanya, apa yang kami peroleh dari kurban tersebut wahai Rasulullah? Rasulullah SAW menjawab: Setiap helai rambutnya adalah kebaikan ...” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Hakim).
Dalam ibadah kurban mengandung delapan nilai pendidikan, yaitu: 1). Nilai pendidikan keimanan, iman merupakan kepercayaan yang terhujam ke dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak ada perasaan syak (ragu-ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian.
Menurut Imam al-Ghazali, iman adalah mengucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan. Bila dikaitkan dengan sejarah ibadah kurban, sungguh keimanan yang begitu luar biasa kokoh diperlihatkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Buah dari keimanan mereka adalah melaksanakan perintah penyembelihan dari Allah SWT. Mereka siap untuk melakukan apa saja yang diperintahkan Allah, termasuk mengorbankan orang yang disayangi bahkan nyawanya sekalipun.
2). Nilai pendidikan akhlak. Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin Imam al-Ghazali sangat menekankan aspek akhlak dalam sistem pendidikannya karena menurutnya tujuan pendidikan agama adalah pendidikan akhlak itu sendiri. Pendidikan akhlak menurut al-Ghazali merupakan suatu proses pembentukan manusia yang memiliki jiwa yang suci, kepribadian yang luhur yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun sumber pendidikan akhlak menurut al-Ghazali adalah wahyu (Alquran dan Hadits) dengan perantara bimbingan yang kuat dari guru pembimbing rohani (syaikh). Sedangkan dalam hal materi pendidikan akhlak, al-Ghazali sangat mementingkan ilmu-ilmu yang bertalian erat dengan agama walaupun tidak mengesampingkan ilmu pengetahuan umum lainnya.
Sekarang bisa dilihat, bagaimana nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam sejarah ibadah qurban. Dari beberapa sikap yang telah ditunjukkan oleh Ibrahim sekeluarga dalam merespon perintah penyembelihan dari Allah SWT, yaitu: Doa Ibrahim kepada Allah SWT agar dikaruniakan anak yang shalih, sikap Ismail setelah mendengarkan perintah penyembelihan dari Allah SWT serta kepatuhan Siti Hajar kepada Allah dan suaminya saat digoda oleh iblis untuk menghentikan Ibrahim melakukan penyembelihan terhadap anaknya.
3). Nilai pendidikan kesabaran. Hakikat sabar adalah pengendalian diri untuk tidak berbuat keji dan dosa, mampu menaati perintah Allah, memegang teguh akidah Islam dan mampu tabah untuk tidak mengeluh atas musibah apapun yang menimpa. Termasuk sabar dalam menerima dan menghadapi berbagai ujian dari Allah. Nilai pendidikan kesabaran yang dicontohkan dalam sejarah ibadah kurban adalah ketabahan hati Nabi Ibrahim sekeluarga dalam menerima ujian dari Allah berupa perintah penyembelihan anaknya.
4). Nilai pendidikan tawakal. Tawakal adalah menyerahkan segala keputusan hanya kepada Allah SWT. Tawakal menjadi landasan atau tumpuan akhir dalam suatu usaha/perjuangan. Tawakal adalah penyerahan secara total kepada Allah SWT atas segala perkara dari ikhtiar (usaha) yang telah dilakukan.
Bisa dilihat bagaimana nilai pendidikan tawakal yang terkandung dalam sejarah ibadah kurban ditunjukkan ketika Nabi Ibrahim bersiap menyembelih Nabi Ismail yang berada pada posisi bersiap untuk disembelih. Keduanya berserah diri hanya kepada Allah SWT.
5). Nilai pendidikan keikhlasan. Ikhlas merupakan kondisi hati yang menghasilkan perbuatan semata-mata karena Allah SWT. Nilai pendidikan keikhlasan yang ditunjukkan dalam sejarah ibadah qurban adalah keikhlasan Nabi Ibrahim sekeluarga dalam menjalankan perintah Allah. Nabi Ibrahim dan Siti Hajar ikhlas mengorbankan anaknya, Nabi Ismail ikhlas disembelih sebagai kurban kepada Allah SWT. Hal ini tentu lahir karena kecintaan hamba terhadap Tuhannya.
6). Nilai pendidikan demokratis. Demokrasi dalam pendidikan sebagai sifat kepemimpinan orang tua dalam mendidik yang mengandung unsure kewibawaan, tetapi bukan otoriter. Kepemimpinan ini disesuaikan dengan taraf perkembangan anak dengan cita-cita, minat, kecakapan, dan pengalamannya. Anak ditempatkan pada tempat yang semestinya, yang mempunyai kebebasan untuk berinisiatif dan aktif.
Di samping itu, orang tua memberikan pertimbangan dan pendapat kepada anak, sehingga anak memiliki sikap terbuka dan bersedia mendengarkan pendapat orang lain karena anak sudah terbiasa menghargai hak dari anggota keluarga di rumah.
Nilai pendidikan demokratis yang dicontohkan Nabi Ibrahim dalam sejarah ibadah kurban terlihat pada cara menyampaikan perintah Allah SWT yang diperolehnya melalui mimpi, sebagaimana disebutkan dalam QS. As-Saffat ayat 102. Ibrahim tidak mengatakan “Saya ingin menyembelihmu karena perintah Allah”, akan tetapi mengatakan “Saya diperintahkan Allah menyembelihmu, bagaimana pendapatmu mengenai perintah itu?”
Kalimat dalam pertanyaan ini menunjukkan keyakinan Ibrahim akan kewajiban melaksanakan penyembelihan, namun Ibrahim masih menanyakan pendapat Ismail mengenai penyembelihan itu.
7). Nilai pendidikan dialogis. Dialog secara bahasa berarti percakapan, artinya percakapan untuk bertukar pikiran (diskusi). Hal ini yang dilakukan Nabi Ibrahim dengan memberitahukan Nabi Ismail tentang mimpinya agar dapat dipahami oleh Nabi Ismail yang masih remaja. Cara berdiskusi ini melatih untuk berargumentasi, ketangguhan dan keteguhan untuk patuh kepada Allah dan orang tuanya.
Ini merupakan keberhasilan Ibrahim sebagai ayah dengan kecerdasan akal tetapi lebih mendahulukan wahyu dalam mendidik anaknya. Sikap kepatuhan Ismail dapat dipahami sebagai indikator keberhasilan pendidikan metode dialog.
Dan 8). Nilai pendidikan sosial. Pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan adab sosial dan dasar-dasar psikis yang bersumber pada akidah islamiyah agar ia terbiasa dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang serta tindakan yang bijaksana di tengah masyarakat.
Akhirnya kita berharap setelah melaksanakan ibadah kurban tahun ini, akan mampu menerapkan nilai-nilai pendidikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam kehidupan sehari-hari.