Opini
Pengembangan Kawasan Terpadu Pulo Aceh
Pulau Nasi dan Pulau Beras adalah dua pulau utama di Pulo Aceh yang didiami penduduk Ada sekitar 1.500 jiwa penduduk di Pulau Nasi

Oleh Dr. Ir. Dandi Bachtiar, M.Sc. Dosen di Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala (USK)
Siapa yang tidak kenal Pulo Aceh? Suatu gugusan pulau-pulau indah di ujung Barat kota Banda Aceh. Jaraknya begitu dekat namun terpisah oleh hamparan laut yang agak ganas di waktu-waktu tertentu. Sehingga kadangkala terasa jauh terpencil karena kesukaran transportasi.
Letaknya beriringan dengan Pulau Weh Sabang, dan ada yang menyebutkannya sebagai 0 km Indonesia juga.
Pulau Nasi dan Pulau Beras adalah dua pulau utama di Pulo Aceh yang didiami penduduk Ada sekitar 1.500 jiwa penduduk di Pulau Nasi dan sebanyak 3.500 jiwa berada di Pulau Beras. Mata pencaharian utama penduduk adalah bertani, peladang, nelayan, dan sebagian kecil pegawai.
Umumnya kehidupan penduduk cukup sederhana. Namun berpotensi besar untuk diberdayakan menjadi masyarakat terdidik dan maju di masa depan. Sarana pendidikan dan kesehatan masih terbatas dan sedang terus mendapat perhatian pemerintah untuk ditingkatkan kapasitasnya.
Potensi yang paling menjanjikan untuk pengembangan kawasan Pulo Aceh adalah pariwisata. Alamnya begitu indah. Pantai-pantai dengan pasir putih dengan panorama hijau pegunungan sangat menyejukkan mata. Saat ini semua pemandangan indah bak surga nirwana itu belum dinikmati oleh pelancong resmi dari luar. Karena memang belum sepenuhnya dikembangkan sebagai produk pariwisata oleh pemerintah.
Satu hal yang menggembirakan bahwa seluruh desa di Pulo Aceh sudah teraliri listrik. Ini memberi harapan kemajuan di banyak sektor bagi masyarakat setempat. Sumber listrik berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang dikelola oleh PLN. Masing-masing PLTD Deudap berkapasitas 250 kW di Pulau Nasi dan PLTD Seurapong 600 kW di Pulau Beras.
Di sisi lain, pemerintah sedang gencar berkampanye mengurangi karbon di udara. PLTD salah satu penyumbang karbon yang segera digantikan perannya oleh pembangkit listrik bertenaga energi baru dan terbarukan (EBT). Untuk mencapai target 23% bauran energi EBT di tahun 2025, pemerintah menugaskan PLN untuk mengganti 5200 PLTD di seluruh Indonesia dengan pembangkit bertenaga EBT, total potensi 2GW.
Tahap pertama sebanyak 200 PLTD yang akan dikonversi. Saat ini PLN belum mengumumkan PLTD wilayah mana yang akan mendapat prioritas pertama. Namun kenyataan ini menjadi peluang besar bagi Pulo Aceh. Ada tiga kriteria untuk menjadi pilihan, mesin yang sudah tua, wilayah terpencil, dan biaya pokok produksi yang tinggi. Kesemua kriteria ini tampaknya terpenuhi untuk kondisi PLTD di Pulo Aceh.
Ide pembangunan kawasan Pulo Aceh adalah mengembangkan potensi pariwisata yang disandingkan dengan potensi pemanfaatan energi terbarukan seperti energi surya dan energy angin. Inilah saatnya ide besar itu dapat diwujudkan, melalui momentum kebijakan PLN mengonversi PLTD menjadi pembangkit bertenaga EBT.
Pulo Aceh kaya akan paparan sinar matahari dan dan terpaan angin. PLTS sangat sesuai dibangun di kawasan ini, di samping PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin). Dari data yang ada kecepatan angin di kawasan ini cukup sesuai untuk membangkit tenaga dengan kincir angin, yaitu sekitar 3-4 m/detik rata-rata.
Melalui pengembangan pariwisata dan implementasi EBT, Pulo Aceh mendapat kesempatan untuk dikembangkan pembangunan fisik dan sumber daya manusianya. Keduanya menjadi penggerak utama pembangunan yang berkelanjutan di Pulo Aceh. Potensi besar persandingan EBT dan pariwisata ini akan semakin mempercepat pertumbuhan wilayah Pulo Aceh.
Pariwisata yang paling menjanjikan adalah wisata kuliner hidangan laut (seafood). Pulo Aceh kaya akan makanan laut, ikan segar menjadi andalan kawasan yang dikelilingi lautan luas ini.
Dengan suasana panorama laut, pantai dan gunung yang begitu indah akan mampu merebut hati para pelancong dari luar baik domestik maupun mancanegara. Panorama pantai yang indah bak surga nirwana, suasana hening dan ketenangan alamnya, sungguh mempesonakan. Para investor dapat ditawarkan untuk menanamkan modalnya membangun kawasan wisata berupa resort-resort sederhana namun nyaman, dengan keramahan penduduk lokal, maka akan tercipta suasana yang sangat ideal.
Sumber energi hijau sepenuhnya yang digunakan untuk sumber listrik di pulau ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi turis. Kawasan yang digunakan untuk lahan pusat pembangkit EBT baik tenaga surya maupun angin dapat dijadikan juga sebagai daerah tujuan wisata edukasi.
Panel-panel energi matahari serta susunan kincir-kincir angin diletakkan sedemikian rupa sehingga menjadi pemandangan indah juga. Pengelola baik itu PLN atau investor EBT dapat membangun semacam gedung pameran yang dapat diakses oleh masyarakat atau turis. Bangunan berisi benda-benda yang berkaitan dengan EBT.
Jadi semacam tempat wisata edukasi tentang EBT, atau museum EBT. Dimaksudkan sebagai sarana pendidikan kepada publik tentang EBT dan membangkitkan minat generasi muda akan EBT sebagai energi masa depan dunia.
Pengembangan kawasan terpadu Pulo Aceh ini juga menyertakan pembangunan sarana infrastruktur transportasi seperti pelabuhan yang layak, baik di sisi daratan Aceh di Banda Aceh maupun di Pulo Aceh sendiri. Sarana pelabuhan yang ada seperti di Deudap dan Lamteng di Pulo Nasi serta Lampuyang, Serapong dan Meulingge di Pulo Beras, perlu ditingkatkan kapasitasnya. Semuanya menjadi satu bagian dari proyek pengembangan kawasan ini.
Di sini diperlukan peranan yang cukup besar dari BPKS Sabang yang membangun infrastruktur. Kawasan Sabang dan Pulo Aceh, Pemkab Aceh Besar yang menjadi induk administrasi wilayah Kecamatan Pulo Aceh serta pihak PLN yang bertanggung-jawab dalam penguasaan dan pengelolaan penyediaan listrik kawasan. Tentunya peran pemerintah Aceh menjadi sentral utama yang mengendalikan dan mengkoordinasikan semua potensi kekuatan yang berkontribusi kepada pengembangan kawasan Pulo Aceh.
Tapi yang terpenting adalah peran dari komponen masyarakat lokal Pulo Aceh sendiri terutama tokoh-tokoh pemuda dan pemuka setempat untuk terus-menerus memberi dorongan kepada pihak pemerintah baik itu Pemkab Aceh Besar, BPKS Sabang maupun Pemerintah Propinsi Aceh untuk serius mengembangkan pembangunan kawasan Pulo Aceh ini.
Masyarakat setempat harus terus menyuarakan aspirasinya dan proaktif memberi desakan agar proses pembangunan kawasannya menjadi perhatian pemerintah. Persatuan tokoh setempat mesti kompak dan menjalin paguyuban internal yang kuat dalam memberi kesadaran kepada seluruh komponen masyarakat untuk turut mendukung program-program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah.
Sudah cukup lama Pulo Aceh yang kaya dengan potensi panorama alamnya ini menanti-nanti untuk dikembangkan secara sungguh-sungguh. Kinilah saatnya kesempatan itu tiba.
Pembangunan kawasan Pulo Aceh terpadu benar-benar membutuhkan sinergitas yang tinggi dari berbagai komponen. Baik dari masyarakat sendiri, pemimpin lokalnya, pemangku kuasa infrastruktur BPKS, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Propinsi Aceh, bahkan Pemerintah Pusat di Jakarta. Diperlukan kesadaran kolektif bahwa semua pihak harus mengambil peran sesuai dengan porsinya masing-masing dalam implementasi program pembangunan Pulo Aceh, demi tujuan bersama menuju masyarakat Pulo Aceh yang sejahtera.
Sangat diperlukan juga adanya sosok sentral yang menjadi penggerak utama yang selalu membakar spirit semua komponen tersebut. Sosok itu saya harapkan datang dari pemuda Pulo Aceh sendiri yang tidak henti-hentinya melobi ke sana dan ke mari menggedor pintu-pintu para stake-holder dan mengingatkan mereka semua akan proyek besar nan suci ini.