Berita Internasional
WHO Siap Siaga, Virus Marburg yang Menyebabkan Demam Berdarah dan Sangat Mematikan Kini Muncul Lagi
"WHO akan mencegah wabah Marburg dengan mempertahankan pengawasan dan mendukung negara-negara berisiko untuk mengembangkan rencana kesiapsiagaan."
"WHO akan mencegah wabah Marburg dengan mempertahankan pengawasan dan mendukung negara-negara berisiko untuk mengembangkan rencana kesiapsiagaan."
SERAMBINEWS.COM, JENEWA - Belum reda serangan virus corona, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melaporkan kasus penyakit virus Marburg, yang sangat menular yang menyebabkan demam berdarah.
Virus mematikan ini satu keluarga dengan Ebola dan ditularkan ke manusia melalui kelelawar buah.
"WHO akan mencegah wabah Marburg dengan mempertahankan pengawasan dan mendukung negara-negara berisiko untuk mengembangkan rencana kesiapsiagaan," sebut WHO di laman resminya.
Kasus virus Marburg terdeteksi di Prefektur Gueckedou, Guinea.
Dan, kasus itu muncul selang kurang dari dua bulan setelah negara Afrika tersebut mengumumkan berakhirnya wabah Ebola pada tahun ini yang menewaskan 12 orang.
Baca juga: Bukan Miliknya, Pengendara Sepmor yang Menemukan Uang Rp 3,8 Miliar di Jalan Langsung Lapor Polisi
Baca juga: Swiss Desak Media China Hapus Artikel Berita Palsu Asal-usul Covid-19
Pasien yang terjangkit virus Marburg adalah seorang pria yang meninggal pada 2 Agustus lalu, delapan hari setelah timbul gejala.
Desa tempat dia tinggal berada di dekat perbatasan Guinea dengan Sierra Leone dan Liberia.
Ini merupakan kasus pertama yang diketahui dari penyakit virus Marburg di Guinea dan Afrika Barat.
Melansir laman UN News, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, Kementerian Kesehatan Guinea melaporkan kasus tersebut ke organisasinya pada Jumat (6/8) pekan lalu.
Pasien mengalami gejala pada 25 Juli. Lalu, 1 Agustus, ia mengunjungi fasilitas kesehatan kecil di dekat desa tempat tinggalnya dengan gejala demam, sakit kepala, kelelahan, sakit perut, dan pendarahan gusi.
Tes diagnostik cepat untuk malaria dilakukan dan hasilnya negatif.
Baca juga: Nova Ajak Pengusaha Australia Berinvestasi di Aceh, Paparkan Potensi Wisata dan Komoditas Unggulan
Baca juga: Detik-detik Wanita Terapis Bekam Dipukul dan Dibekap, Lalu Diseret dan Dikubur di Kolong Tol
Pasien lalu menjalani perawatan suportif dengan rehidrasi, antibiotik parenteral, dan pengobatan untuk mengatasi gejala.
Tingkat kematian hampir 90 persen
Menurut Tedros, WHO mendukung pihak berwenang Guinea dalam menyelidiki sumber wabah, melacak kontak, dan membentuk komunitas lokal tentang langkah-langkah perlindungan.
“Sekitar 150 kontak telah diidentifikasi dan sedang ditindaklanjuti, termasuk tiga anggota keluarga dan seorang petugas kesehatan, yang telah diidentifikasi sebagai kontak erat berisiko tinggi,” katanya.
Prefektur Gueckedou adalah wilayah yang sama, di mana wabah Ebola merebak di Guinea tahun ini, serta awal wabah Afrika Barat 2014-2016 terdeteksi.
Baca juga: Perusahaan Penerbangan AS Wajibkan Vaksinasi Covid-19 Pekerja, atau Swab Tiap Minggu
Baca juga: Bill Gates Transfer Saham Lagi ke Mantan Istri Rp 28 Triliun, Total Melinda Dapat Rp 86 Triliun
Penyakit virus Marburg memiliki tingkat kematian hampir 90 persen, menurut WHO.
Saat ini, tidak ada pengobatan untuk melawannya, meskipun vaksin sedang dikembangkan.
Tetapi, rehidrasi dengan cairan oral atau intravena dan pengobatan gejala tertentu bisa meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang terpapar virus Marburg.
Wabah Marburg sebelumnya secara sporadis di benua Afrika dilaporkan terjadi di Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Afrika Selatan, dan Uganda. Terakhir kali terjadi pada 2017 di Uganda.
Penyakit ini pertama kali terdeteksi pada 1967 silam, menyusul dua wabah besar secara bersamaan di laboratorium di Kota Marburg, Jerman, dan di Beograd, ibu kota Yugoslavia saat itu.(*)
Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Virus Marburg yang mematikan muncul lagi, WHO siapkan rencana kesiapsiagaan"