16 Tahun Perdamaian Aceh
Damai Aceh Sudah Berusia 16 Tahun, YARA Ultimatum Tokoh Perdamaian Aceh
Ultimatum itu disampaikan bertepatan pada peringatan 16 tahun Hari Damai Aceh.
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
Selanjutnya, YARA juga mendesak para pihak untuk membuka kepada masyarakat Aceh jumlah dana yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk rehabilitasi harta benda masyarakat Aceh yang hancur akibat konflik GAM dan Pemerintah RI, sebagaimana di sepakati dalam butir 3.2.4 MoU Helsinki yaitu “Pemerintah RI akan mengalokasikan dana bagi rehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang hancur atau rusak akibat konflik untuk dikelola oleh Pemerintah Aceh”.
Mendesak para pihak dan Pemerintah Aceh (Gubernur dan DPRA) untuk segera membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menyelesaiakan klaim harta benda masyarakat Aceh yang musnah akibat konflik.
Komisi tersebut, telah disepakati oleh GAM dan Pemerintah RI dalam MoU butir 3.2.6. yang menyatakan Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan.
Pentingnya lembaga ini, menurut Safaruddin karena sampai saat ini masih sangat banyak harta benda masyarakat Aceh yang musnah akibat konflik dan menyebabkan kemiskinan saat itu belum di ganti kerugiannya oleh pemerintah.
Tak hanya itu, YARA juga mendesak para pihak untuk segera melaksanakan MoU Helsinki butir 3.2.5 yang menyatakan “Pemerintah RI akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi pasukan GAM kedalam masyarakat dan kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak."
Safaruddin juga meminta pemerintah menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat Aceh sejauh mana sudah mana sudah implementasi ini jika sudah di laksanakan.
"Kami akan memantau dengan serius ultimatum ini, dan jika tidak dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu dalam tahun 2021 ini maka kami akan mengambil upaya hukum bagi para pihak," tegas Safaruddin.
Keseriusan para pihak untuk menjalankan komitmen politiknya, kata Safaruddin, sangat mempengaruhi kepercayaan rakyat Aceh, baik itu untuk Gerakan Aceh Merdeka yang sudah bertransformasi ke Partai Aceh maupun kepada pemerintah pusat.
"Sejarah telah mencatat, pengingkaran-pengingkaran terhadap kesepakatan perdamaian di Aceh telah melahirkan pemberontakan selanjutnya terhadap negara, dan sejarah itu tidak perlu lagi terjadi jika komitmen perdamaian itu dijalankan dengan sepenuh hati," tutupnya. (*)