Internasional

Taliban Desak Khatib Shalat Jumat Serukan Persatuan dan Tidak Melarikan Diri

Kelompok Taliban mendesak para khatib dan imam shalat Jumat untuk melawan laporan negatif tentang gerakan tersebut.

Editor: M Nur Pakar
AFP/Hoshang Hashimi
Pejuang Taliban bersenjata berdiri di samping seorang khatib shalat Jumat (20/8/2021) menyampaikan khutbah di Masjid Abdul Rahman, Kabul, Afghanistan. 

SERAMBINEWS.COM, KABUL - Kelompok Taliban mendesak para khatib dan imam shalat Jumat untuk melawan laporan negatif tentang gerakan tersebut.

Mereka membujuk orang-orang untuk tidak mencoba melarikan diri dari negara itu menjelang shalat Jumat (20/8/2021).

Ini merupakan Jumat pertama di Afghanistan, sejak perebutan Kabul secara dramatis pada Minggu (15/8/2021).

Dilansir AP, pesan itu terkait kerumunan yang tidak tertib terus menunggu di luar bandara Kabul untuk penerbangan ke luar negeri.

Taliban mengatakan pihaknya berharap semua imam di Kabul dan provinsi-provinsi akan mempromosikan sistem Islam dan mendesak persatuan.

Baca juga: 32 Warga Afghanistan Terjebak Antara Polandia dan Belarusia

Dikatakan mereka harus mendorong rekan-rekan untuk bekerja untuk pembangunan negara, dan tidak mencoba untuk meninggalkan negara.

Juga harus menjawab propaganda negatif musuh.

Pesan itu datang ketika pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera turun ke jalan-jalan di lebih banyak kota Afghanistan ketika oposisi populer terhadap Taliban menyebar.

Baca juga: Taliban Buru Individu Rezim Pemerintahan Afghanistan, Masukkan Dalam Daftar Hitam

Warga Afghanistan berkumpul di pinggir jalan dekat bandara militer di Kabul, Afghanistan, Jumat (20/8/2021) untuk melarikan diri ke luar negeri.
Warga Afghanistan berkumpul di pinggir jalan dekat bandara militer di Kabul, Afghanistan, Jumat (20/8/2021) untuk melarikan diri ke luar negeri. (AFP/WAKIL KOHSAR)

Lebih Moderat

Kantor berita AFP memberitakan, laporan pembunuhan terhadap orang-orang yang ditargetkan di daerah yang dikuasai Taliban meningkat pada Jumat (20/8/2021).

Hal itu memicu kekhawatiran bahwa mereka akan mengembalikan Afghanistan ke aturan represif yang mereka terapkan ketika mereka terakhir berkuasa.

Ketakutan penguasa de facto baru akan melakukan pelanggaran seperti itu, telah menyebabkan ribuan orang berlarian ke bandara Kabul, dilansir AFP Jumat (20/8/2021).

Sebagian lain menyeberang perbatasan dengan putus asa untuk melarikan diri, menyusul serangan dahsyat Taliban di seluruh negeri.

Sementara itu, pihak Taliban mengatakan telah menjadi lebih moderat sejak mereka terakhir memerintah Afghanistan pada 1990-an.

Juga telah berjanji untuk memulihkan keamanan dan memaafkan mereka yang memerangi mereka dalam 20 tahun sejak invasi pimpinan AS.

Baca selengkapnya: Laporan Pembunuhan Taliban Memicu Ketakutan Warga Afghanistan

Seorang pejuang Taliban menggunakan senapan mesin di atas kendaraan saat mereka berpatroli di sepanjang jalan di Kabul, afghanistan, Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota yang mencoba melarikan diri dari serangan kelompok garis keras di Afghanistan. (Foto oleh Wakil Kohsar / AFP)
Seorang pejuang Taliban menggunakan senapan mesin di atas kendaraan saat mereka berpatroli di sepanjang jalan di Kabul, afghanistan, Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota yang mencoba melarikan diri dari serangan kelompok garis keras di Afghanistan. (Foto oleh Wakil Kohsar / AFP) (AFP/WAKIL KOHSAR)

Terjebak di Perbatasan Polandia dan Belarusia

Sementara itu, sebanyak 32 warga Afghanistan yang melarikan diri dari negaranya terjebak antara Polandia dan Belarusia.

Hal itu disampaikan oleh sebuah kelompok hak-hak pengungsi Polandia, Jumat (20/8/2021).

Dikatakan, 32 orang yang melarikan diri dari Afghanistan telah terperangkap selama 12 hari di daerah antara Polandia dan Belarusia.

Disebutkan, kondisi itu terjadi karena mereka terjebak dalam kebuntuan antara kedua negara.

Dilansir AP, kelompok itu, Fundacja Ocalenie, meminta pihak berwenang Polandia untuk mengizinkan orang-orang itu mengajukan status pengungsi di Polandia.

Disebutkan, mereka memiliki hak untuk mendapatkan status itu.

Pihak berwenang Polandia menolak untuk membiarkan mereka masuk, dan penjaga Belarusia tidak akan membiarkan mereka kembali.

“Sesuai dengan hukum yang berlaku di Polandia, masing-masing orang ini harus diizinkan untuk mengajukan permohonan perlindungan,” kata Piotr Bystrianin, Presiden Fundacja Ocalenie.

Polandia dan negara-negara Baltik Lithuania, Latvia dan Estonia menuduh Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengirim migran melintasi perbatasan mereka ke negaranya.

Disebutkan, hal itu sebut sebagai tindakan perang hibrida.

Perbatasan mereka juga merupakan bagian dari perbatasan eksternal Uni Eropa.

Negara-negara tersebut percaya Lukashenko bertindak sebagai pembalasan atas sanksi yang dijatuhkan Uni Eropa.

Baca selengkapnya: 32 Warga Afghanistan Terjebak Antara Polandia dan Belarusia

Baca juga: Lawan Taliban, Afghanistan Bentuk Kelompok Gerilya yang Berisi Pasukan Khusus

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved