Wawancara Khusus
‘Syariah bukan Alasan Investor tak Masuk ke Aceh’
KETUA Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh yang juga Wali Kota Banda Aceh, H Aminullah Usman SE Ak MM
KETUA Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh yang juga Wali Kota Banda Aceh, H Aminullah Usman SE Ak MM menepis isu yang mengaitkan penerapan syariat Islam dengan keengganan investor masuk ke Aceh.
"Saya kira investor dengan syariah tidak ada urusannya," tegas Aminullah menjawab Serambi di Pendopo Wali Kota, kawasan Blang Padang, Jumat (20/8/2021).
Aminullah justru mengajak semua pemangku kepentingan untuk mendukung penerapan syariat Islam di Aceh, salah satunya penguatan dalam bidang muamalah. Berikut petikan wawancara khusus Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur dan wartawan Masrizal bin Zairi dengan Aminullah Usman.
Bisa diceritakan secara singkat sejarah lahirnya MES di Aceh? Apa yang menjadi semangatnya?
Di tahun 2001, Aceh itu sudah mengharuskan pemberlakuan syariat Islam. Di dalam perda saat itu, sekarang qanun, Aceh lebih fokus pada pelaksanaan aqidah, ibadah syiar islam, sementara soal muamalah juga diatur untuk dilaksanakan secara syariah, namun nampaknya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Maka pada tahun 2007, MES ini mulai digerakkan di pusat, yang fungsinya memasyarakatkan pelaku ekonomi dan mengekonomikan kegiatan ekonomi syariah di manapun, termasuk di Aceh. Maka ini gayung bersambut, dimana soal muamalah yang selama ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, termasuk bank dan lembaga keuangan yang lain di Aceh semua konvensional pada saat itu, maka kehadiran MES ini untuk mendorong lembaga keuangan yang ada di Aceh untuk beroperasi secara syariah dan masyarakat pun melaksanakan ekonomi secara syariah.
Jadi ketua MES pertama di Aceh kebetulan saya sendiri pada tahun 2008 yang saat itu juga menjabat Direktur Utama Bank Aceh. Sehingga kita mulai dari Bank Aceh, kita buat unit syariah. Inilah awal mula berjalannya ekonomi syariah di Aceh.
Jadi kita rangkul beberapa pakar ekonomi syariah di Aceh ini untuk semakin memperkuat edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana pelaksana ekonomi syariah. Karena itulah saya sangat semangat untuk terus mengembangkan ekonomi syariah di Aceh. Alhamdulillah disambut lebih awal oleh Bank Aceh Syariah pada tahun 2016 setelah konversi menjadi bank syariah. Ini satu kemenangan dari apa yang kita perjuangkan selama ini bersama MES.
Di samping itu, pada tahun 2018 Pemerintah Aceh mengeluarkan Qanun Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang menyebutkan seluruh lembaga keuangan di Aceh harus beroperasi secara syariah. Jadi tugas kita semakin berat, tapi alhamdulillah perjuangan kami bersama pakar syariah sudah mulai terealisir.
Fokus ke masalah perbankan. Saat ini kami sering membaca keluhan para nasabah bank yang mengalami kesulitan ketika dan setelah bermigrasi ke perbankan syariah, bagaimana MES menyikapi keadaan ini?
Saya melihat ada tiga hal yang menyebabkan (terjadinya permasalahan transaksi setelah adanya migrasi) ini. Ini sudah crowded (penuh sesak), kita jangan salah memahami antara teknis dengan syariah.
(Persoalan yang terjadi pada perbankan) ini masalah teknis, bukan kesalahan syariah. Itukan ada bank konvensional yang masuk ke syariah, seperti bank konvensional BRI dan bank konvensional BNI, mereka konsolidasi menjadi bank syariah. Kemudian dari bank ini masuk lagi ke BSI. Mereka memiliki jutaan nasabah. Jadi ini terjadi crowded dalam sistem yang mengakibatkan antrean panjang.
Kemudian ada beberapa hal yang kita lihat menyebabkan ini terjadi. Pertama waktu yang singkat dalam migrasi ini. Kemudian juga tidak semua memahami teknologi, sebab yang memahami teknologi beberapa orang tapi yang melaksanakan ini semua orang dalam melayani nasabah. Mereka (operatornya) harus didik dulu karena tidak sama pahamnya di bidang teknologi ini dalam masa migrasi bank ini. Tapi sebenarnya seandainya diawalnya bank lebih panjang waktu tahapannya, mungkin tidak terjadi seperti ini.
Lebih fokus lagi, bagaimana peran MES dalam menjembatani persoalan yang sedang dihadapi para nasabah eks bank konvensional ini?
Peran kita MES memberikan pemahaman kepada nasabah bank agar jangan disalahkan syariah, karena syariah tidak ada urusan sebenarnya. Karena kita sudah ada bukti bahwa saat konversi Bank Aceh ke Syariah, alhamdulillah lancar-lancar saja. Jadi bukan salahnya syariah. Maka kita terus berharap kepada masyarakat agar sabar, karena ini butuh proses dan kita berharap kepada BSI terus bekerja keras untuk mempercepat menetralisir keluhan masyarakat (nasabah) saat ini.
Beberapa kalangan di Aceh khawatir ketiadaan bank konvensional akan membuat investor enggan masuk ke Aceh, bagaimana pendapat Anda selaku mantan pemimpin bank dan sebagai wali kota yang memimpin ibu kota provinsi?
Saya kira investor dengan syariah tidak ada urusannya. Investor mana ada ambil kredit di Banda Aceh. Saya mau tanya siapa investor yang ambil kredit di Banda Aceh? Tingkat pengusaha besar, siapa yang ada ambil pembiayaan di Banda Aceh? Saya kira tidak ada, jadi tidak ada urusan itu. Tidak ada hal yang menghalangi. Karena investor datang ke sini dia sudah siap semuanya. Sudah punya bank, sudah punya permodalan yang cukup, sudah punya koneksitas yang cukup. Dan bank syariah ini bukan disini saja. Bagaimana di daerah Arab yang totalitasnya bank syariah. Mereka apa kurangnya investasinya?
Jadi apa sebab utama tidak masuk investor ke Aceh?
Namanya investor adalah bisnis. Tidak mungkin orang berinvestasi di sini jika tidak punya untung, coba kalau punya untung banyak, nggak dikasih (masuk) pun pasti masuk. Yang pertama dipelajari adalah feasibility study-nya, atau kemampuan keberhasilan dari investasi. Begitu kemarin saya membuat Banda Aceh dikunjungi oleh banyak wisatawan, dari 284 ribu di tahun 2017, kita dongkrak ditahun 2019 menjadi 503 ribu, investor mulai berdatangan. Mulai dari Pak Chairul Tanjung (Trans Studio Mal), beberapa investor Malaysia juga, ini karena daya jual Banda Aceh sudah mulai terlihat. Karena bagaimanapun Banda Aceh ini kota dagang dan kota wisata. Hebatnya ekonomi Banda Aceh karena banyak kunjungan, tapi sekarang menurun karena covid sehingga menggendor lagi pembangunan. Jadi tidak ada urusan dengan Qanun LkS.
Apa yang sering dikeluhkan para investor?
Selama saya di sini, tidak ada yang mempersoalkan, kenapa Aceh itu memberlakukan Qanun LKS secara total atau bank konvensional menjadi syariah? Yang mereka persoalkan bagaimana perizinan, bagaimana lokasi tempat usahanya. Saya ingin sekali menjelaskan ini. Jadi kita jangan menyalahkan syariah, sebenarnya bukan orang yang betul-betul yang menjadi halangan sekali dengan penerapan Qanun LKS di Aceh.
Ada yang berpendapat, Qanun LKS tidak memerintahkan bank konvensional ke luar dari Aceh, bagaimana yang sebenarnya?
Iya, Qanun LKS tidak memerintahkan bank konvensiaonal ke luar dari Aceh. Tapi harapan dari Qanun LKS, semua lembaga keuangan syaiah yang ada di Aceh ini harus berlaku secara syariah. Semua lembaga keuangan apakah itu perbankan, koperasi, asuransi, sampai ke lembaga keuangan gampong. Semuanya harus syariah. Jadi memang tidak ada perintah ke luar, tapi harus masuk syariah.
Semua lembaga keuangan harus syariah, tapi praktik rentenir masih ada?
Dulu sebelum kita bekerja di bank, kita sering pinjam uang kepada orang. Kita tidak tahu itu rentenir. Begitu juga keluhan masyarakat kita di Aceh karena sulitnya mendapatkan permodalan dalam menghidupkan usaha atau kebutuhan pribadi, jadi akhirnya harus berurusan dengan rentenir.
Kenapa? Sebabnya yang pertama, bank ini mengatur yang besar-besar. Kalau perlu uang 500 kan tidak mungkin dia berurusan dengan bank,asehingga mencarilah, akhirnya ketemu sama rentenir.
Banda Aceh khususnya, saya ingin menceritakan Banda Aceh pada saat lulus pencalonan. Saya saat mempersiapkan diri untuk naik sebagai wali kota, sering kami berbicara dengan pedagang, "kami ini sudah jera dibuat oleh rentenir, apa solusi. Kami perlu ada lembaga keuangan yang bisa membantu kami sehingga kami tidak lagi berurusan dengan rentenir”.
Saat itu saya mengatakan bahwa saya mantan direktur utama Bank Aceh dan saya akan mendirikan lembaga keuangan dalam rangka mengantisipasi agar masyarakat tidak lagi berusan dengan rentenir. Dengan demikian, warga kita tidak berlanjut melakukan praktik riba karena mengambil pinjaman kepada rentenir.
Jadi begitu saya menjadi Wali Kota Banda Aceh pada tahun 2017 langsung ini terus dikejar. Baru tahun 2018 pada bulan empat (April) saya mendirikan PT Mahirah Muamalah Syariah dengan modal Rp 4,5 miliar waktu itu. Alhamdulillah ini kita jalankan. Itu adalah solusi bagi pedagang yang selama ini berurusan dengan rentenir.
Kita juga melakukan survei yang dilakukan salah satu lembaga untuk melihat sejauh mana pelaku usaha (pedagang) di Banda Aceh berurusan dengan rentenir, tenyata 80 persen pelaku usaha kecil mendapatkan modal dari rentenir. Setelah kita memberi solusi, sedikit demi sedikit kita mengarahkan untuk datang ke Mahirah. Pada tahun 2019 kita survei lagi, ternyata yang berurusan dengan rentenir tinggal 14 persen lagi.
Pada tahun 2020 kita survei lagi, pembiayaannya sudah Rp 22 miliar dari modal utama Rp 4,5 miliar. Ternyata pedagang yang berurusan dengan rentenir tinggal 2 persen lagi. Ini terus kita lakukan sosialisasi dan sekarang ini sudah Rp 23 miliar pembiayaan dan aset Mahirah sudah Rp 39 miliar. Lembaga ini sudah mulai untung dan menyetor PAD. Sekarang PT Mahirah sudah memiliki 3.000 lebih nasabah.
Terakhir, agar gonjang ganjing tentang sistem perbankan syariah ini segera berakhir, apa yang harus dilakukan oleh nasabah dan apa yang harus dilakukan oleh pihak perbankan, terutama Bank Syariah Indonesia?
Saya berharap BSI terus mengupdate kelemahan-kelemahan dan terus mendidik tenaga-tenaganya agar mengerti mengoperasikan perubahan sistem perbankan. Kemudian memperkuat sistem teknologinya. Saya dulu membangun teknologi Bank Aceh juga cukup lama. Kemudian masyarakat juga perlu bersabar. Jangan perlu khawatir uang di bank, tidak akan hilang, apalagi sebesar BSI yang dijamin pemerintah. Proses ini masih berlangsung. Saya mengharapkan komitmen tinggi dari BSI sehingga kalau masih ada masalah bisa segera diselesaikan sehingga bisa membawa ketenangan bagi nasabah.(*)