Gubernur Anies Baswedan akan Pugar Makam Sultan Aceh Muhammad Daud Sjah, Begini Sejarah Almarhum
Pemugaran Makam Sultan Muhammad Daud Sjah sudah masuk dalam perencanaan, bahkan slide gambar pembuatan telah beredar ke publik, Kamis (26/8/2021).
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Pemugaran Makam Sultan Muhammad Daud Sjah sudah masuk dalam perencanaan, bahkan slide gambar pembuatan telah beredar ke publik, Kamis (26/8/2021).
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berencana memugar makam sultan terakhir Aceh, Sultan Muhammad Daud Sjah.
Almarhum dikebumikan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Rawamangun, Jakarta Timur.
Pemugaran Makam Sultan Muhammad Daud Sjah sudah masuk dalam perencanaan, bahkan slide gambar pembuatan telah beredar ke publik, Kamis (26/8/2021).
Senator asal Aceh Fachrul Razi mengucapkan terima kasih sebesar -besarnya kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan karena berencana memugar makam Sultan Aceh yang terakhir itu.
Ia bahkan mengatakan masyarakat Aceh sendiri masih belum seluruhnya mengetahui lokasi makam tersebut.
Baca juga: Ada Galeri Berlian Pribadi hingga Pesawat, Yuk Intip Rumah Cicit Pahlawan Aceh Cut Nyak Meutia!
”Terima kasih kepada Gubernur Anies. Ini membuktikan keseriusan Pemerintah DKI dalam menjaga situs sejarah di wilayah kerjanya," tutur Senator Fachrul Razi.
Ketua Komite 1 DPD yang juga Alumnus FISIP Universitas Indonesia tersebut mengatakan semoga ini menjadi contoh bagi pemimpin negeri lainnya.
Terutama Pemrov Aceh dalam menjaga dan melestarikan sejarah serta budaya.
”Tidak harus di Aceh, semua situs sejarah dan budaya nusantara wajib tetap kita jaga dan lestarikan.
Pemugaran makam sultan ini sangat penting mengingat sejarah beliau Sultan besar dan terakhir dari Kerajaan Aceh Darussalam. Semoga wacana dan rencana ini segera terwujud,” ujarnya.
Baca juga: Moustapha Akkad, Ertugrul, dan Cut Nyak Dhien: Tentang Wajah Asli Yang Sering Terabaikan (I)
Sultan Muhammad Alaidin Daud Sjah pada tahun 1907 dibuang oleh Belanda sebagai tahanan subversif karena setelah ditawan masih melakukan perlawanan terhadap kolonial.
Belanda menuduhnya sebagai otak dari penyerangan ke Kutaraja pada tanggal 6 Maret 1907 oleh Keuchik Seuman dan Pang Usuh.
Kemudian Sultan Daud Sjah juga berhubungan dengan Jepang karena mengirim surat kepada Kaisar Jepang Hirohito agar bersedia membantunya untuk melawan Belanda kembali.
Penulis MH Gayo dalam "Perang Gayo Alas Melawan Kolonialis Belanda," (PN. Balai Pustaka, 1983), menjelaskan Sultan Aceh terakhir ini pernah diselamatkan ke Tanah Gayo pada 1901-1903, sebelum kemudian sultan ditangkap di Pidie dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Sultan sembunyi di sebuah loyang atau gua di tepi Danau Laut Tawar.
Tepatnya di Loyang Sekam Kampung Gunung Suku Rawe, Aceh Tengah.
Ia sembunyi di bawah pengamanan pejuang-pejuang Gayo dalam rangka menghindari kejaran Belanda.
Baca juga: Nasir Djamil Ajak Milenial Tonton Film Cut Nyak Dhien, Forbes Sedia Tiket Gratis untuk Pemuda Aceh
MH Gayo mencatat, sebelum tiba di Gunung Suku Rawe, Sultan Aceh terlebih dahulu singgah dan menetap di Kampung Beruksah.
Saat tiba di Rawe, Sultan Daud Sjah disambut oleh kejurun-kejurun Linge, Bukit, Siah Utama, Cik Bebesen, para penghulu dan pang-pang (panglima - panglima).
Mereka mempersiapkan pengawalan sultan menghindari sergapan Belanda.
Selama berada di Gayo, Sultan Daud Sjah mendapat pengawalan ketat ulubalang Ranta, Teungku M Sabil, Reje Kader, Aman Kerkom dan lain-lain.
Dari Gunung Suku Rawe, Sultan Daud Sjah pindah ke Lenang, Isaq Linge. Pasukan Belanda di bawah kepemimpinan Kapten Colijin mencium jejak sultan di Lenang dan menyerbu kampung itu.
Dalam pertempuran itu, Teungku M Sabil gugur bersama-sama dengan sepuluh pengawal lainnya.
Mereka dikebumikan di Lenang. Sultan sendiri berhasil diselamatkan ke Isaq selanjutnya menuju Kampung Lumut.
Rencana ke Gayo Lues batal, sebaliknya sultan dan rombongan meneruskan perjalanan ke Pamar atau "Pameu" dalam bahasa Aceh, untuk seterusnya menuju Pidie.
Tapi di Peudeu, rombongan sultan diserang Belanda. Reje Kader tewas di penyerangan itu. Ulubalang Ranta berhasil lolos dan kembali ke Takengon. Peristiwa tertangkapnya sultan ini terjadi pada 1903.
Sultan meninggal dunia di pengasingan sebagai tawanan Belanda pada hari Senin tanggal 6 Februari 1939.
Di kebumikan di pemakaman Taman Pemakaman Umum (TPU) Blad 33, Sunan Giri Utan Kayu, Jalan Rawamangun, Jakarta Timur.
Setelah dibuang oleh Belanda sampai akhir hayatnya beliau tidak pernah menginjakkan kakinya lagi di tanah Aceh.(*)