Luar Negeri

Kisah Guru Afghanistan Terancam Dibunuh Taliban, Bersumpah Terus Mengajar Meski Nyawa Taruhannya

Keduanya vokal dalam memperjuangkan pendidikan anak-anak di Afghanistan, terutama bagi anak perempuan Afghanistan.

Editor: Faisal Zamzami
MATIULLAHWESA via TWITTER
Matiullah Wesa (29 tahun) menolak untuk mengalah dan meninggalkan bangsanya saat puluhan ribu warga lainnya bergegas meninggalkan negara itu setelah Taliban menguasai ibu kota Kabul.(MATIULLAHWESA via TWITTER) 

“Saya ingin anak-anak saya terus belajar, bahkan saya ingin terus menjadi guru. Saya tidak akan berhenti,” kata ayah yang juga berprofesi sebagai guru ini.

Dia termasuk di antara lebih dari 2.000 sukarelawan dalam gerakan Pen Path yang berpendapat bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan keluar dari konflik yang ada.

Negara yang sekarang dikuasai Taliban, tida sama dengan yang diperintahnya pada akhir 1990-an.

Ada seluruh generasi perempuan Afghanistan yang pada waktu itu masih balita, tetapi sekarang berpendidikan, dan mengetahui hak-hak mereka.

Zarlasht Wali (27 tahun), mengatakan kepada The Independent bahwa dia memiliki pesan untuk Taliban.

“Saya meminta Taliban membiarkan perempuan dan anak perempuan pergi ke sekolah dan universitas. Lebih dari setengah populasi kita terdiri dari wanita.

Kita harus membiarkan mereka berdiri di atas kaki mereka sendiri dan tidak bergantung pada orang lain seperti 25 tahun yang lalu.”

Wali juga seorang sukarelawan seperti Wesa, dia pun juga memutuskan untuk tetap tinggal dan membantu di negaranya daripada berusaha melarikan diri, dan menekankan bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia.

“Tidak masalah jika rezim berubah dan kami bahkan mungkin menghadapi ancaman dan pembatasan. Saya akan tinggal di sini karena saya percaya bahwa secara khusus saat ini orang-orang saya, terutama wanita dan anak-anak, melihat ke arah saya (berharap bantuan).”

Semua waspada

Wesa mengatakan semua orang waspada terhadap Taliban saat ini, dan dia tahu betul bahaya yang mereka hadapi.

Pada saat yang sama, dia mengaku bersedia memfasilitasi pembicaraan dengan milisi Taliban jika itu memungkinkan pendidikan anak-anak Pen Path berlanjut.

“Saya bersedia mengirim para pemimpin suku dan ulama untuk bernegosiasi untuk hak pendidikan anak-anak ini,” katanya.

Tetapi dia juga siap secara mental untuk apa yang terjadi jika Taliban menolak untuk bernegosiasi.

“Bahkan jika Taliban ingin saya berhenti, saya tidak akan berhenti. Saya bersedia berjuang lebih jauh dalam beberapa hari mendatang,” katanya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved