Breaking News

Luar Negeri

Kisah Guru Afghanistan Terancam Dibunuh Taliban, Bersumpah Terus Mengajar Meski Nyawa Taruhannya

Keduanya vokal dalam memperjuangkan pendidikan anak-anak di Afghanistan, terutama bagi anak perempuan Afghanistan.

Editor: Faisal Zamzami
MATIULLAHWESA via TWITTER
Matiullah Wesa (29 tahun) menolak untuk mengalah dan meninggalkan bangsanya saat puluhan ribu warga lainnya bergegas meninggalkan negara itu setelah Taliban menguasai ibu kota Kabul.(MATIULLAHWESA via TWITTER) 

Sadar akan apa yang telah mereka lalui, teman-teman dan bahkan orang asing meneleponnya untuk mendesak agar dia mencari keselamatan, katanya kepada The Independent dilansir Senin (6/9/2021).

“Suatu hari saya tahu saya bisa dibunuh karena pekerjaan saya. Saya telah kehilangan kekayaan dan bisnis keluarga saya. Itu tidak menghentikan saya untuk mendidik setiap anak, bahkan di sudut-sudut terpencil di pedesaan Afghanistan.”

“Jika Anda menginginkan perdamaian, jika Anda ingin mengakhiri kekerasan, jika Anda ingin Afghanistan berhenti menderita, maka Anda harus membiarkan anak-anak ini belajar,” tegasnya.

Menurutnya, mereka yang ingin Afghanistan menjadi damai dan mengakhiri 43 tahun perang tanpa akhir, harus membuat semua siswa termasuk perempuan Afghanistan untuk tetap bersekolah.

Gerakan Pen Path Wesa telah membuka kembali lebih dari 100 sekolah yang ditutup karena konflik, dan mengawasi pendidikan 57.000 anak.

Dia dianugerahi medali Meer Bacha Khan, salah satu penghargaan sipil nasional tertinggi di negara itu, oleh presiden Ashraf Ghani pada 2018 untuk kampanyenya.

Baca juga: Tujuan Mulia AS di Afghanistan Gagal, Uang Miliaran Dolar Tidak Mampu Cegah Taliban Berkuasa

Baca juga: Turki Minta Taliban Bentuk Pemerintah Inklusif, Hak Perempuan Bekerja dan Sekolah Dipenuhi

Negara yang berbeda

Gulali (13 tahun), adalah salah satu dari penerima bantuan pendidikan ini.

Dia menerima set pertama buku sekolah, tas dan beberapa alat tulis ketika beberapa sukarelawan dari Pen Path mendistribusikan bantuan ke sekolahnya.

Saat ini di standar keempat (setara dengan Kelas 4), dia bercita-cita menjadi pilot.

Tetapi dia mengatakan gangguan konflik pada pendidikannya berarti dia telah melewatkan dua tahun yang penting.

“Jika sekolah saya tidak ditutup, saya akan belajar di kelas enam,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia tidak ingin sekolahnya ditutup lagi.

Permohonan ini digaungkan oleh orang tua.

Aminullah Ghaznawi, ayah dari dua anak yang masih bersekolah dari provinsi Ghazni di Afghanistan tenggara.

Sekarang dia mengaku bersiap untuk hari ketika dia harus berjuang agar anak-anaknya tetap bersekolah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved