Berita Banda Aceh
Bencana Ekologi di Aceh Masif, Pemulihan DAS Mendesak, 2 Daerah Ini Paling Rawan Banjir Bandang
Taksiran kerugian akibat bencana tersebut mencapai Rp 874,1 miliar. Salah satu penyebab karena kerusakan daerah aliran sungai atau DAS.
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Mursal Ismail
“Itu karena perambahan hutan, ilegal logging, dan pengrusakan aliran sungai," ucap Agustian.
Agustian menambahkan beberapa sungai telah direhab dengan dibangun tanggul. Langkah ini untuk mencegah banjir luapan ke permukiman warga.
Akan tetapi, jika kawasan hulu tidak dipulihkan usaha itu tidak akan memberikan dampak besar terhadap mitigasi.
Baca juga: Erosi, Rumah di DAS Krueng Baro Pidie Amblas, DPRK dan BPBD Tinjau, Sekda Sebut Sudah Didata PUPR
Kepala Seksi Pencegahan, Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Yudhie Satria, mengatakan, bencana ekologi seperti banjir dan longsor adalah dampak dari kerusakan daerah hulu sungai.
BPBA hanya bisa membangun kesiapsiagaan pada warga dalam menghadapi bencana.
“Sebab di Aceh sendiri saat ini bencana alam berupa banjir dan tanah longsor sudah menjadi langganan,” kata Yudhie.
Dosen Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala (USK), Ibnu Rusidy mengatakan beberapa faktor memicu bencana ekologi, yakni curah hujan tinggi, pembangunan di daerah rawan longsor, kawasan rawan gempa, dan kondisi lereng yang curam.
Untuk mencegah terjadi longsor dan banjir perlu diperkuat daya tahan tanah dengan menanam pohon.
“Potensi longsor dan banjir bisa dihindari kalau kawasan hulu, hutan lindung ditanami berakar kuat,” ujar Ibnu.
Sementara Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menerangkan, penyebab lain tingginya bencana alam di Aceh ialah, maraknya pertambangan ilegal di hulu sungai dan galian C secara serampangan.
Dia mencontohkan jembatan di Kabupaten Bireuen, ambruk karena dampak galian C di sungai tersebut.
"Pertambangan di kawasan hutan harus ditindak. Selama ini seperti ada pembiaran. Tambang ilegal maupun legal itu berdampak pada kerusakan sungai dan airnya tercemar,” ujar Nur. (*)