Konservasi

MA dan Pakar Hukum  Bahas Soal Hambatan Eksekusi PT Kallista Alam

Penolakan PN Suka Makmue ini menyebabkan appraisal atau proses penghitungan nilai asset yang hendak dieksekusi menjadi terhambat.

Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Dok HAkA
Pakar hukum dari Universitas Syah Kuala, Mahkamah Agung (MA) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (16/9/2021) duduk bersama dalam forum pertemuan ahli (expert meeting) membahas gagalnya eksekusi terhadap perusahaan kelapa sawit PT Kallista Alam yang telah diputus bersalah oleh pengadilan. 

Keraguan ketua pengadilan terkait aturan eksekusi yang belum jelas, ujar Rismawati, bukan hanya terjadi dalam kasus lingkungan, tapi  juga dalam banyak kasus lainnya. Makanya, cukup banyak putusan pengadilan yang tidak bisa dieksekusi. Rismawati mendorong agar ketua PN kreatif melakukan terobosan baru untuk mengisi kekosongan hukum ini.

Tidak kalah menariknya adalah pandangan Yanis Rinaldi. Sama seperti dua rekannya,  ahli hukum USK ini juga menilai seharusnya eksekusi bisa dilakukan oleh Ketua PN Suka Makmue.  Tapi kalau ketua PN ragu soal prosedur, Yanis menyarankan agar  MA menarik kewenangan eksekusi itu.

“Jadi MA bisa melakukan recht vinding untuk membentuk hukum baru agar kekosongan hukum terkait eksekusi bisa diisi,” tegas Yanis. Dengan demikian proses eksekusi bisa diambil alih oleh  MA.

Sugeng Riyono sebagai pakar hukum lingkungan di MA menilai usulan Yanis ini cukup menarik.

“Saya akan mengusulkan Ketua Pokja Lingkungan  MA mengambilalih kasus ini agar dibahas lebih lanjut,” ujar Sugeng. Dengan demikian perdebatan soal  eksekusi  ini segera diselesaikan.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved