Ali Kolara Dieksekusi Saat Terpisah dari Kelompoknya, Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur

Setelah lama diburu, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, Ali Kalora akhirnya berhasil ditembak mati

Editor: bakri
ANTARA/MOHAMAD HAMZAH
Seorang perempuan keluarga dari pimpinan kelompok MIT Poso, Ali Kalora berjalan menuju ke ruang jenazah di RS Bhayangkara di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (19/9/2021). 

POSO - Setelah lama diburu, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, Ali Kalora akhirnya berhasil ditembak mati oleh Satuan Tugas (Satgas) Madago Raya. Ali tewas setelah terlibat baku tembak dengan Satgas Madago Raya di Pegunungan Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah pada Sabtu (18/9/2021).

”Dari dua daftar DPO yang ditemukan tewas dalam kontak tembak di Parigi Moutong tersebut salah satunya adalah Ali Kalora, pimpinan DPO teroris yang selama ini dicari,” kata Kapolda Sulawaesi Tengah, Irjen Pol Rudy Sufaryadi, dalam konferensi pers di Mapolres Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Minggu (19/9/2021).

Selain Ali Kalora, seorang anggota MIT juga ikut tewas dalam kontak bersenjata itu, yakni Jaka Ramadhan alias Ikrima. Ia diketahui merupakan pengawal Ali Kalora. ”Ali Kalora seperti diketahui adalah pimpinan MIT yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus terorisme di Sulawesi Tengah,” kata Rudy yang juga merupakan Kepala Penanggung Jawab kendali operasi Satuan tugas (Satgas) Madago Raya.

Rudy kemudian membeberkan kronologi bagaimana Ali Kalora dikepung aparat dan kemudian ditembak mati. Rudy mengatakan, kegiatan ini diawali dengan adanya informasi intelijen mengenai keberadaan Ali Kalora dan pengawalnya Jaka Ramadhan yang terpisah dengan 4 DPO lainnya.

”Diawali kegiatan intelijen kita mendapatkan informasi baik secara manual maupun IT bahwa keberadaan 2 DPO yang terpisah dari kelompoknya 4 (orang) berada di sekitar Torue, Desa Astina,” kata dia.

Merespons hal itu, Satgas Madago Raya kemudian sepakat melakukan penangkapan. Tim kemudian dibagi dalam beberapa kelompok sesuai pos yang telah ditetapkan. "Polda Sulteng sudah berada di posnya masing-masing. Yang kedua Batalion 714 juga ikut beroperasi dan sudah ada di posnya yang sudah kami bagikan sektor-sektornya," kata Rudy yang didampingi oleh Danrem 132/Tadulako Brigjen Farid Makruf hingga Kepala Operasi (Kaops) Madago Raya Brigjen Reza Arif.

"Berikutnya ada rekan-rekan dari Korps Brimob Polri juga kita bagi 4 sektor, ada teman-teman kita dari Batalion 502 berada bersama-sama kita operasi di sini. Untuk itu, kami sepakat, karena waktunya pendek, sudah dibagi sektor dan operasi ini sudah kita evaluasi, dan evaluasi apa pun bentuknya siapapun yang berhasil itu operasi kita bersama. Jadi untuk kecepatan kegiatan Pak Kaops dan saya sepakat untuk segera mengejar, menempatkan satu tim dari Walet, dari Gegana Korps Brimob Polri, dan satu tim Densus 88 dan bersama-sama kami beroperasi di sini," lanjutnya.

Rudy tidak menjelaskan teknis operasi ini secara lebih rinci. Namun dia katakan operasi itu telah mengikuti prosedur operasi standar (SOP). Rudy mengatakan, aparat gabungan TNI-Polri sempat terlibat baku tembak dengan Ali Kalora dan Jaka Ramadhan. Dalam baku tembak itu juga ada bom yang meledak.

”Bom itu meledak di Jaka Ramadhan. Ini ada bekas bomnya meledak ini. Entah dia ingin melempar atau ingin bunuh diri," ucap Rudy.

Setelah menembak mati Ali Kalora dan Jaka Ramadhan, Satgas Madago Raya kemudian mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya senjata laras panjang M16 dan sembilan butir peluru, serta dua jenis bom.

Dari pantauan Tribun Network, senjata laras panjang berwarna hitam milik Ali Kalora itu terlihat sudah usang. Bagian gagangannya yang berwarna hitam mulai memudar, begitu pula bagian ujungnya yang sudah berkarat. Karatan juga tampak di permukaan magasin senjata tersebut. Sementara sembilan butir peluru aktif dikeluarkan Satgas Madago Raya dari dalam magasin.

Selain senjata, Satgas Madago Raya juga menyita peralatan yang diduga dipakai oleh Ali Kalora dan Jaka Ramadhan selama dalam pelarian sebagai DPO. Barang milik Ali Kalora yang disita di antaranya selimut, sarung, celana, senter Kepala, benang lilit, belanga plus daging, kaos kaki, headset, kepala charger, gunting, garam, baju kaos, kantong tepung kecil isi beras, kantong tepung kecil isi obat-obatan.

Kemudian gergaji, parang, autan, muk air, toples kecil; botol minyak, sorban sarung, korek api dalam botol kuning, ponds, sikat gigi untuk senpi, tali pancing, slink, lilit tali jemuran kecil warna biru, karet ban, minyak tanah botol putih kecil, terpal cokelat, handphone andorid, dan jam tangan.

Dengan tewasnya Ali Kalora, Rudy memastikan kelompok teroris MIT kini tak lagi memiliki pemimpin. "Ali Kalora sudah tewas dan saya pastikan tidak ada penggantinya," tegas Rudy Sufahriadi.

Meski demikian, ia juga mengatakan masih ada empat DPO yang tersisa yang kini dikejar aparat. Keempat DPO tersebut adalah Askar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Muklas, Suhardin alias Hasan Pranata, dan Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang.

"Kini DPO MIT tersisa 4 orang dan sampai saat ini masih terus dilakukan pengejaran," ucap Rudy. ”Sisa 4 orang ini orang Bima semuanya, simpatisan yang terpengaruh konflik Poso zaman dahulu, termasuk kelompok Santoso dulu,” ujarnya.(tribun network/muh/dod)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved