Kisah Pilu Sutardi, 18 Tahun Jadi Guru Honorer, Gaji Rp 300.000 per Bulan, Jadi Kuli Hidupi Keluarga
Namun, usia yang dua tahun lagi masuk masa pensiun dinilai tak sebanding dengan 18 tahun pengabdiannya sebagai guru honorer.
SERAMBINEWS.COM, TASIKMALAYA - Perjuangan hidup menjadi seorang guru honorer memang cukup berat.
Selain punya tanggung jawab besar sebagai pendidik, juga harus siap mendapat upah tak layak.
Kisah pilu ini dialami seluruh guru honorer di seluruh pelosok Indonesia.
Kesejahteraan profesi guru non-Pegawai Negeri Sipil (PNS) alias honorer di berbagai wilayah pelosok Indonesia sangat mengkhawatirkan.
Mereka menerima upah yang tak layak.
Pemerintah mencoba mengangkat derajat mereka lewat seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi guru usia 35 tahun ke atas.
Namun, hal itu masih tak menjamin kehidupan para guru honorer yang sudah puluhan tahun mencetak generasi muda menjadi orang-orang hebat.
Seperti dialami Sutardi (58), seorang guru honorer di wilayah terpencil di Kampung Legok Ngenang, Desa Ciroyom, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang selama ini mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Timuhegar.
Sutardi saat ini sedang mengikuti proses seleksi PPPK tahun 2021 yang berpusat di Kota Tasikmalaya.
Namun, usia yang dua tahun lagi masuk masa pensiun dinilai tak sebanding dengan 18 tahun pengabdiannya sebagai guru honorer.
Nyambi jadi kuli
Sutardi mulai tercatat resmi mengajar sebagai guru honorer di sekolah terpencil Tasikmalaya sejak 2003 saat usianya 40 tahun.
Hampir selama 18 tahun mengajar, Sutardi hanya mendapatkan upah Rp 150.000 sampai Rp 300.000 per bulan dari uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disisihkan.
Tentu saja honor tersebut tak bisa mencukupi kebutuhan hidup Sutardi dan anak-anaknya.
Sutardi akhirnya bertahan hidup dengan menyambi sebagai kuli cangkul sawah, tukang jahit, dan tukang cukur di kampungnya.