Koperasi
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti: Kalau Palka BUMN Bocor, Ada Palka Koperasi dan Swasta
Pengukuhan dilakukan bersama-sama dengan jajaran pengurus GKPPI lainnya. Kepengurusan dilengkapi sejumlah wakil ketua, wakil sekjen, dan wakil bendaha
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Fikar W Eda I Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti menyebutkan koperasi merupakan satu dari tiga palka dalam bangunan kapal ekonomi Indonesia. Palka lainnya adalah BUMN dan swasta.
“Dengan tiga palka itu, artinya seandainya ada yang bocor, kapal tidak sampai tenggelam. Misalkan palka BUMN bocor masih ada palka koperasi dan swasta. Kebocoran itu hanya berputar-putar di BUMN saja alias tidak berdampak kepada swasta dan koperasi. Andaikan palka BUMN dan swasta bocor, masih ada palka koperasi yang tetap solid menjaga kapal tetap stabil,” kata La Nyalla saat memberikan sambutan dalam pengukuhan pengurus Gabungan Koperasi Produsen Pertanian indonesia (GKPPI) di Jakarta, Rabu (29/9/2021) malam.
Tokoh Aceh, Dr Ir Abdullah Puteh M.Si dipercaya memimpin GKPPI, Sekjen Andi Faizal Jollong dan Bendahara Umum dr Asyera Respati A. Wundalero.
Pengukuhan dilakukan bersama-sama dengan jajaran pengurus GKPPI lainnya. Kepengurusan dilengkapi sejumlah wakil ketua, wakil sekjen, dan wakil bendahara, berlaku sejak 2021 sampai terselenggaranya kongres I GKPPI selambat-lambatnya pada tahun 2023.
Baca juga: Korban Rumahnya Ditimpa Pohon di Aceh Timur Masih Bertahan di Rumah Orang Tua
La Nyalla mengajak kembali ke belakang pada saat para pendiri bangsa meletakkan koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia.
“Mohammad Hatta, telah meletakkan kerangka besar perekonomian nasional dengan pendekatan koperasi. Dimana koperasi dimaknai sebagai cara atau sarana untuk berhimpun dengan tujuan untuk memiliki secara bersama-sama alat industri atau sarana produksi. Sehingga anggota koperasi sama persis dengan pemegang saham di lantai bursa. Bedanya jika pemegang saham bisa siapapun termasuk orang asing, maka koperasi hanya bisa dimiliki warga negara Indonesia,” ujar La Nyalla yang dikenal sebagai pengusaha sukses ini.
Ia mengatakan, para pendiri bangsa sangat sadar dengan trauma ratusan tahun di bawah era kolonialisme penjajah. Sehingga melahirkan sistem ekonomi yang dikelola dengan asas kekeluargaan atau dikenal dengan sistem ekonomi Pancasila yang kemudian dituangkan dalam pasal 33 UUD 1945.
Baca juga: Kisah Haru Mantan Menag, Lukman Hakim, Touring Selama 8 Hari dari Jakarta ke Titik Nol KM di Sabang
Dimana dimaksudkan kekayaan sumber daya alam negeri ini harus dikelola dengan prinsip kekeluargaan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara harus hadir untuk memastikan itu.
“Caranya, lanjut La Nyalla, dengan memisahkan antara koperasi atau usaha rakyat, BUMN, dan swasta, namun tetap berada dalam struktur bangunan ekonomi Indonesia,” ujar La Nyalla.
“Rakyat yang tidak punya akses modal dan teknologi, negara wajib hadir memberikan ruang koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat. Mereka diberi hak mengorganisir dirinya sendiri untuk mendapatkan keadilan ekonomi. Negara menjaga dengan pasti agar BUMN dan swasta yang punya modal dan teknologi tidak masuk ke ruang itu.”
Ia mencontohkan, kalau ada wilayah tambang yang dikerjakan rakyat secara terorganisir melalui koperasi maka BUMN dan swasta tidak boleh masuk. Begitu pula dengan sektor-sektor yang lain, apakah itu pertanian atau perikanan dan perkebunan.
“Selama rakyat melalui koperasi mampu mengelola negara harus menjamin, bahkan negara harus membantu akses permodalan dan teknologi. Atau meminta BUMN sebagai bapak angkat inilah yang disebut ekonomi gotong royong atau ekonomi Pancasila,” tukasnya.
Baca juga: IRT Asal Bireuen Jadi Korban Pemukulan OTK Saat Masuk Rumah, Uang Rp 200 Ribu Hasil Upahan Raib
Disebutkan, BUMN hanya masuk pada sektor yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, seperti listrik, pelabuhan, transportasi, telekomunikasi, air bersih dan lainnya. BUMN harus bertugas pada sektor yang membutuhkan hight technology sekaligus beresiko tinggi.
BUMN boleh saja bermitra dengan swasta atau asing. Tetapi kendali utama tetap berada di BUMN. Sebab sektor-sektor itu tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar melalui swasta apalagi asing.
“Begitulah pemikiran luhur para pendiri bangsa kita dalam merancang Indonesia masa depan dengan tujuan Indonesia sampai tujuan hakiki lahirnya bangsa, yaitu terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” demikian La Nyalla Mahmud Mattalitti.(*)