Opini
Hukuman Mati dari Pengadilan Idi
Empat terdakwa sabu divonis mati oleh Pengadilan Negeri Idi (Serambi, 7/10/2021). Berita ini tampil sebagai headline
Maka kasus di atas, seyogianya juga harus dilihat dalam pertarungan antara negara dengan mafia. Saya melihat kasus semacam ini, tidak mungkin melepaskan diri dari tiga agenda besar yang harus dilakukan. Pertama, kasus-kasus yang sudah berlangsung selama ini, sering tidak bisa menjangkau pihak-pihak yang vital dalam bisnis haram. Jika yang sudah dihukum baru menjangkau perantara, maka kerja keras masih dibutuhkan untuk menemukan para pihak yang terkait dengan barang bukti yang ada.
Kedua, putusan ini masih pada tingkat pertama, yang seyogianya jika kemudian akan berlanjut ke tingkat berikutnya, negara juga memiliki kesiapan untuk membuktikannya. Masih ada peluang untuk dilakukan banding dan kasasi.
Pada tingkat ini, proses pembuktian juga sangat penting karena dalam sejumlah kasus, putusan tingkat pertama dengan putusan tingkat lanjut, ada yang berbeda.
Ketiga, proses menalar terkait bagaimana narkoba mampu menghancurkan generasi Aceh, menjadi bagian penting seiring dengan upaya penegakan hukumnya. Justru tantangan dalam memberi pemahaman dan kesadaran tidak kalah beratnya. Ketika pada posisi sadar, masyarakat semakin proaktif dalam bergerak untuk memberikan informasi kepada penegak hukum.
Jalan ketiga
Atas dasar itulah, sebagai orang yang bisa jadi tidak memahami persis keadaan lapangan secara utuh, saya ingin menawarkan sejumlah jalan yang mungkin bisa bermanfaat. Pertama, kebijakan penegakan hukum harus berjalan seiring dengan kebijakan pemerintahan secara umum. Jangan sampai kebijakan terkait dengan penegakan hukum, tidak nyambung dengan kebijakan lain yang mendukung proses-proses penegakan hukum narkoba.
Dalam hal ini, pemerintah dan penegak hukum harus berkoordinasi secara aktif dan intensif, untuk saling memberikan input hal-hal yang dibutuhkan terkait dengan kebijakan tertentu.
Kedua, proses komunikasi secara lebih luas antara berbagai elemen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Narkoba harus disadari sebagai salah satu alat yang paling mudah untuk menghancurkan bangsa. Narkoba menjadi salah satu saluran untuk membuat rapuh pertahanan bangsa. Penguatan mentalitas dengan kesadaran, pemahaman, dan peran aktif dalam penanggulangan narkoba, sangat penting untuk terus dilakukan.
Ketiga, kasus-kasus yang ada harus menjadi bahan pembelajaran bagi kita. Tawaran saya untuk melihat satu kasus secara utuh dan kompleks, sangat penting dalam rangka pembangunan mentalitas bangsa masa depan. Jika kasus di atas menghukum mati tiga terdakwa, dibuktikan secara sah dan meyakinkan atas keterlibatan mereka sebagai perantara. Maka pertanyaannya adalah bagaimana dengan para pihak lain yang terkait, terutama para penitip dan pihak yang menjadi sasaran barang titipan itu.
Sebelumnya juga sudah pernah diputuskan hukuman mati terhadap seorang perempuan yang bertugas sebagai penyambung jejaring (Serambi, 4/7/2020).
Suaminya sedang berada di penjara, yang dahsyatnya ia menjadi pengendali dari bisnis haram itu (“Pengendali Narkoba dari Dalam Penjara”, Serambi, 25/7/2020).
Mur dihukum mati karena dianggap memiliki peran penting terkait bisnis penjara. Ia menjadi penghubung antara suaminya dan para mafia sabu. Faisal sebagai pengandali utama, telah dihukum 18 tahun penjara. Dari kasus itu, ternyata tidak sepenuhnya berkembang hingga tuntas hingga bisa terungkap seluruh mata rantai. Tentu harus diakui, juga bukan hal yang mudah untuk menuntaskan itu.
Melihat kasus dalam perspektif yang luas sangat penting agar sebuah kasus tidak hanya menjangkau sejumlah pihak. Diharapkan berbekal pada kasus yang ada, menjadi momentum bagi penegak hukum untuk menemukan seluruh mata rantai yang terlibat.
Sekali lagi, dengan tidak melupakan perjuangan keras para penegak hukum, bahwa posisi menjangkau seluruh mafia sangat penting. Mungkin saja ada mafia yang gemar memberi sumbangan sosial, namun itu tidak menghindari posisi mereka sebagai penghancurkan bangsa.