Kajian Islam
Batalkah Wudhu Jika Suami Istri Bersentuhan Kulit? Ini Penjelasan Ustadz Abdul Somad dan Buya Yahya
"Istri, itu mahram karena nikah. Tapi dia tidak mahram karena nasab. Yang dimaksud disini mahram nasab," ujarnya seperti dikutip Serambinews.com dari
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Zaenal
Berikut tayangan video penjelasan lengkap UAS soal hukum suami istri yang bersentuhan kulit dalam keadaan berwudhu.
"Istri, itu mahram karena nikah. Tapi dia tidak mahram karena nasab. Yang dimaksud disini mahram nasab," ujarnya seperti dikutip Serambinews.com dari tayangan video YouTube Wasilah Net.
Antara mahram nasab dan mahram nikah jelas berbeda.
"Mahram nasab, tak ada syahwat. tak ada nafsu. Antara orang dengan anaknya," jelas UAS.
Jadi, lanjutnya, mahram yang dimaksud dalam sebuah ajaran tentang hukum batal wudhu karena bersentuhan adalah mahram nikah, bukan mahram nasab.
"Jadi nanti kalau ada orang mengatakan, dia itu kan istrimu, istrimu itu kan mahrammu, maka tak batal wudhumu. Yang dimaksud mahram di sini bukan mahram nikah tapi mahram nasab,"
"yang tak batal itu dengan anak, dengan emak, dengan perempuan yang mahram karena nasab tadi, bukan mahram karena nikah" tegas UAS.
Baca juga: Suami Istri Adalah Muhrim, Apakah Batal Wudhunya Jika Bersentuhan Kulit? Simak Kata UAS & Buya Yahya
Hukum bersentuhan kulit laki-laki & perempuan dalam keadaan wudhu
Masih dalam video yang sama, UAS kemudian menjelaskan terkait hukum bersentuhan kulit antara suami dan istri dalam keadaan berwudhu.
Mengenai persoalan itu, terdapat perbedaan pendapat atau khilafiyah dari para ulama besar.
Menurut Imam Abu Hanifah ra, pendiri mazhab tertua yakni mazhab Hanafi, bersentuhan antara laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu.
"Menurut mazhab Hanafi, mazhab yang paling tua dulu, namanya Imam Abu Hanifah, mazhabnya Hanafi. Tinggal di Kufah (sekarang Iraq) meninggalnya tahun 150 H. Menurut mazhab Hanafi, laki-laki dan perempuan tidak batal wudhu," kata UAS.
"Karena makna ayat: aula mastumun nisa', kalau kamu menyentuh perempuan," sambungnya menyebutkan potongan ayat Alquran Surah An-Nisa' (43) yang menjadi pegangan mazhab Hanafi.
Lebih lanjut dijelaskan, yang dimaksud makna menyentuh oleh mazhab Hanafi dalam ayat tersebut bukanlah bersentuhan kulit, melainkan jima'.
"Tapi karena bahasa Alquran itu tidak vulgar, maka tidak dia katakan jima', dia katakan menyentuh. Tapi makna menyentuh disitu jima',"