Internasional
Vladimir Putin Sebut Tidak Boleh Buru-buru Akui Kekuasaan Taliban di Afghanistan
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tidak boleh terburu-buru untuk secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa Afghanistan.
SERAMBINEWS.COM, MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tidak boleh terburu-buru untuk secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa Afghanistan.
Dia menekankan perlunya terlibat dalam pembicaraan dengan mereka.
Berbicara selama panggilan video dengan para pemimpin negara-negara bekas Soviet lainnya, Putin mengatakan:
"Pemerintah sementara yang dibentuk Taliban, sayangnya tidak mencerminkan seluruh spektrum masyarakat Afghanistan."
"Juga janji mereka untuk mengadakan pemilihan, dan upaya mengembalikan fungsi struktur negara."
"Kita seharusnya tidak terburu-buru dengan pengakuan resmi dari Taliban."
“Kami mengerti bahwa kami perlu berinteraksi dengan mereka, tetapi tidak boleh terburu-buru dan kami akan mendiskusikannya bersama.”
Baca juga: Taliban Usir Minoritas Hazara dari Kampung Leluhurnya, Dituduh Anut Aliran Sesat
Pada saat yang sama, Putin menyebutkan niat Moskow menjadi tuan rumah putaran lain pembicaraan dengan Taliban minggu depan, seperti dilansir AP, Minggu (17/10/2021).
Dia menggarisbawahi perlunya memulai kembali konsultasi di Afghanistan antara Rusia, Amerika Serikat, China dan Pakistan.
"Kita perlu mendukung proses penyelesaian antar-Afghanistan dan mencoba membantu menormalkan situasi di negara ini," katanya.
Rusia akan menjadi tuan rumah bagi Taliban dan faksi Afghanistan lainnya untuk pembicaraan pada Rabu (20/10/2021).
Dalam sebuah langkah yang mencerminkan upaya Moskow untuk memperluas pengaruhnya.
Zamir Kabulov, utusan Kremlin untuk Afghanistan, mengatakan Taliban mengkonfirmasi menghadiri pembicaraan "format Moskow" di ibu kota Rusia.
Kabulov mengatakan tidak mengharapkan pembicaraan menghasilkan terobosan apa pun, menggambarkannya sebagai bagian dari proses evolusi yang panjang.
Dia mencatat agenda tersebut akan mencakup masalah hak asasi manusia dan situasi kemanusiaan di negara itu.