Internasional
Nelayan Jalur Gaza Cari Akal Melaut, Bahar Bakar Mahal Sampai Kapal Perang Israel
Para nelayan di Jalur Gaza, Palestina harus mencari akal untuk tetap dapat menangkat ikat di laut.
“Ikannya tidak cukup,” katanya.
“Saya hidup dari memancing sejak berumur 14 tahun," ungkapnya.
"Setiap hari, ketika air terbuka, saya keluar, karena itu satu-satunya hal yang saya tahu bagaimana bertahan hidup,” ujarnya.
Untuk Gaza, rumah bagi sekitar dua juta orang Palestina, setengahnya menganggur dan ikan dari laut menawarkan sumber protein yang penting.
Tetapi selain penangkapan ikan yang berlebihan, industri ini menghadapi banyak tantangan.
Seperti limbah yang diolah dengan buruk yang dipompa ke laut dari kota yang padat.
Sehingga, akan mempengaruhi seluruh lingkungan laut dan kesehatan masyarakat, menurut laporan Bank Dunia 2020.
“Banyak ikan yang menjadi andalan manusia sudah dieksploitasi secara berlebihan,” tambah Bank Dunia.
Kali ini, bagi Nahal, ada keberhasilan.
Setelah berjam-jam menyorotkan cahaya terang ke perairan, perahu-perahu itu mengelilingi daerah itu dan menebarkan jala.
“Ini ikannya, tangkap mereka, karena ikanlah yang saya sukai,” kata pria itu.
Kelelahan dan kembali ke pelabuhan, para nelayan menjual hasil tangkapan di pelabuhan yang sibuk.
Juru lelang meneriakkan harga kepada pedagang grosir yang menunggu.
Baca juga: Nelayan di Aceh Barat 2.800 Orang, Panglima Laot Ajak Semua Ikut Vaksin, Kecuali karena Alasan Medis
Untuk Nahal, setengah ton ikan terjual dalam waktu 90 detik seharga 3.000 shekel Israel atau $935, sekitar Rp 13,3 juta.
Jumlah itu lebih dari yang dia harapkan, tetapi bukan malam yang menguntungkan.
Karena harus dipotong biaya dan upah kru.(*)