Begini Konsep Awal Draft Revisi UUPA Versi DPR, Syech Fadhil: Aceh Harus Bergerak Cepat
Hanya itu konsep awal RUU Perubahan atas UUPA yang baru ada. Ini sama artinya, draft revisi akhir itu memang belum ada
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – DPR RI saat ini telah menyiapkan konsep awal RUU Perubahan atas Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Namun konsep tersebut diyakini belum menjawab berbagai persoalan yang terjadi selama ini di Aceh.
Oleh karena itu, Pemerintah Aceh, DPRA, dan berbagai elemen masyarakat lainnya perlu bergerak cepat.
Hal ini penting karena selain untuk mengakomodir berbagai persoalan yang muncul selama ini, juga untuk mempercepat proses revisi.
Pasalnya, revisi UUPA tersebut tidak masuk dalam program prioritas 2021 DPR, tetapi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lima tahunan.
Perihal konsep awal draft revisi UUPA itu diketahui dari surat Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, menjawab surat senator asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MAg.
Baca juga: Senator Fadhil Rahmi Surati Sekjen DPR RI: Masyarakat Aceh Perlu Tahu Draft Perubahan Akhir UUPA
Baca juga: Tokoh Aceh Setuju Revisi UUPA, Untuk Memperpanjang Dana Otsus
Baca juga: Dirjen Bina Adwil Kemendagri Safrizal ZA Sebut UUPA Produk Paling Progresif, Seluruh Aceh Kompak
Syech Fadhil melalui suratnya tertanggal 14 Oktober 2021, meminta Sekjen DPR RI memberikan draft revisi akhir RUU Perubahan atas UUPA.
Ia menilai, masyarakat Aceh perlu mengetahui isi dari RUU tersebut, karena selain menyangkut keistimewaan Aceh, juga menyangkut kepentingan jangka panjang seluruh masyarakat di Aceh.
Surat itu kemudian dibalas oleh Sekjen DPR RI, Indra Iskandar, pada tanggal 25 Oktober 2021, dengan nomor surat: SJ/14543/SETJEN DPR RI/BP.02/10/2021.
Indra Iskandar dalam suratnya menyampaikan, revisi UUPA telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (5 Tahun), namun belum masuk Prioritas 2021.
“Adapun konsep awal RUU telah dilakukan penyusunan oleh Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI,” tulis Indra dalam suratnya.
Konsep awal tersebut sebut Indra, dapat di akses melaui menu Simas PUU yang dapat diakses langsung melalui tautan https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/detail-ruu/id/161.
Syech Fadhil kemudian membuka link tautan tersebut dan memperlihatkannya kepada Serambinews.com.
Di dalam link tautan itu disebutkan bahwa perubahan dalam UUPA terjadi akibat hukum dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU tentang P3) jo Undang Undang Nomor 15 Tahun 2019.
Karena itu, perlu ada tindak lanjut dari Putusan MK dalam bentuk perubahan undang-undang.
Lebih lanjut dijelaskan, terdapat dua Putusan MK yang amar putusannya mengabulkan permohonan pemohonnya, yakni Putusan MK Nomor 35/PUU-VIII/2010 dan Putusan MK Nomor 51/PUU-XIV/2016 dan hingga kini belum kunjung ditindaklanjuti.
Maka, perlu ada ada tindak lanjut dari Putusan MK dalam bentuk perubahan undang-undang.
Baca juga: Kecelakaan di Tol Nganjuk, Kata ‘Innalillahi’ dan ‘Vanessa Angel’ Tranding Topik Twitter Indonesia
Baca juga: VIDEO - Demonstrasi Menuntut Tolak Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Aceh Barat Berujung Ricuh
Baca juga: Anggota DPR RI Minta Pemerintah Kembalikan Alokasi Pupuk Subsidi untuk Aceh
Hal yang diubah dan perlu disesuaikan di antaranya terkait dengan syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Antara lain terkait usia calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dan mantan terpidana yang maju sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Hanya itu konsep awal RUU Perubahan atas UUPA yang baru ada. Ini sama artinya, draft revisi akhir itu memang belum ada,” timpal Syech Fadhil.
Anggota DPD RI asal Aceh ini kemudian memperlihatkan susunan tim kerja penyusunan naskah akademik dan RUU tentang perubahan atas UUPA.
Keseluruhan berjumlah 12 orang, yaitu: Dr Inosentius Samsul SH MHum selaku penanggung jawab, Dr Laily Fitriani SH MH (ketua), Mardisontori SAg LLM (wakil ketua), dan Noval Ali Muchtar SH (sekretaris).
Sementara anggota terdiri dari: Titi Asmara Dewi SH MH, Debora Sanur Lindawaty SSos MSi, dan Achmadudin Rajab SH MH.
Baca juga: VIDEO Sosok Tanaya Ahmad Istri Muda Sultan Pontianak, Dianggap Tak Layak Jadi Maha Ratu di Istana
Baca juga: OASE Masuk Babak Semifinal, 330 Peserta dan Tim Lolos di Penyisihan
Baca juga: Bantu Siswa Belajar Matematika dan Bahasa Inggris, Korea Utara Andalkan Robot Guru
Berikutnya Apriyani Dewi Azis SH, Sumitra Abdi Negara SH, Kiki Zakiah SE MAP, Teuku Surya Darma SE AK M.Soc.SC, dan Sabari Barus SH MH.
“Dari 12 nama itu, cuma satu yang saya kenal, yang berasal dari Aceh, yaitu Pak Surya Darma,” ujar Syech Fadhil.
Atas dasar itulah dia kemudian mendesak Pemerintah Aceh, DPRA, dan elemen masyarakat lainnya untuk bergerak cepat, yaitu dengan menyiapkan dan menyerahkan draft revisi versi Aceh ke DPR RI.
“Kalau kita lihat konsep awal yang disusun Badan Keahlian DPR RI, itu belum menyentuh hal-hal yang substantif, yang menjadi permasalahan di Aceh,”
“Misalnya terkait dengan kewenangan, terkait dengan keberlanjutan data otonomi khusus, dan lain sebagainya,” sebut Syech Fadhil.
Di samping itu, Pemerintah Aceh, DPRA, dan berbagai elemen masyarakat lainnya dia harapkan juga ikut mengawal agar revisi UUPA bisa masuk dalam program prioritas 2022.
“Kalau tidak kita kawal, revisi UUPA itu belum tentu dibahas DPR sampai periode mereka berakhir nanti,”
“Contohnya UU Otonomi Khusus Papua, itu baru dibahas dan disahkan tepat di saat dana otsus mereka berakhir,” pungkas Syech Fadhil Rahmi.(*)