Kisah Pilu Istri Polisi di Tangerang, Diusir dari Rumah dan Diancam, Berawal Utang Rp 200 Juta

Pengusiran tersebut buntut dari utang Rp 200 juta yang tidak mampu dibayar Rahmawati sesuai jatuh tempo.

Editor: Faisal Zamzami
Wartakotalive.com
Rahmawati istri dari seorang anggota kepolisian Polres Metro Jakarta Barat yang dipaksa diusir dari rumahnya oleh sekelompok orang, saat memberi keterangan kepada awak media, Senin (29/11/2021) 

Angsuran itu macet dan Rahmawati sempat meminta relaksasi, tapi ia tak mendapat respons dari pihak perusahaan yang disebut Darmon telah dibekukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Itu kita akui ada kamacetan pembayaran, makanya menyampaikan surat ke perusahaan itu untuk diberikan relaksasi terhadap hutangnya, tapi tidak ada jawaban sama sekali," ujar Darmon Sipahutar.

Darmon mengatakan piutang itu telah dijual perusahaan finance kepada J Supriyanto, yang merupakan pemilik balai lelang swasta Griya Lestari.

Selanjutnya, J Supriyanto melelang rumah itu di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tangerang I, yang kemudian dimenangkan oleh Rasmidi dengan harga sebesar Rp 725 Juta.

Darmon menilai harga rumah dua tingkat milik Rahmawati seluas 297 meter persegi itu seharusnya berada pada kisaran harga Rp 3 miliar.

"Harga rumah waktu dilelang yang kami dapat informasinya itu hanya Rp 725 juta, padahal kalau kami taksir harga rumah itu sekira Rp 3 miliar, dan utangnya itu hanya Rp 200 juta," ujarnya.

Setelah memenangkan lelang, kuasa hukum Rasmidi, yakni SN mendatangi rumah Rahmawati pada pada 23 September 2021 lalu, guna menyampaikan bahwa kediamannya telah beralih tangan melalui tahap lelang.

Lalu, SN melakukan somasi pada 27 September 2021 dan 2 Oktober 2021 dengan memberi peringatan kepada Rahmawati agar segera mengosongkan dan meninggalkan rumahnya itu.

Akhirnya, SN kembali ke rumah Rahmawati pada 6 Oktober 2021 dengan membawa puluhan orang mengusir Rahmawati beserta keluarga secara paksa.

Darmon menegaskan, perlakuan yang dilakukan tersebut tak sesuai dengan prosedur dan janggal, pasalnya, eksekusi seharusnya dilakukan lewat jalur pengadilan.

"Saat pengusiran yang dilakukan SN sekelompok orang itulah, akhirnya ibu Rahmawati terpaksa meninggalkan rumahnya sendiri," kata Darmon.

"Hal ini patut diduga karena telah melakukan tindak pidana, karena pengetahuan kami, setiap melakukan eksekusi tidak boleh dilakukan di luar jalur pengadilan," ujarnya.

"Ini agak lucu dan aneh, mereka lakukan eksekusi diluar Jalur pengadilan. Kami anggap Ini adalah eksekusi premanisme," kata Darmon.

Ia menerangkan apabila dilelang, KPKNL seharusnya membuat permohonan untuk eksekusi rumah tersebut ke Pengadilan Negeri Tangerang.

Namun, hal itu tidak dilakukan, dan eksekusi justru dilakukan sepihak oleh SN.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved