Ibu dan Anak Meninggal Berpelukan
Salamah (70) dan anaknya, Rumin (28) ditemukan tewas berpelukan di rentuhan rumahnya saar erupsi Gunung Semeru
* 13 Orang Tewas, Puluhan Luka Bakar
* Erupsi Gunung Semeru
JAKARTA - Salamah (70) dan anaknya, Rumin (28) ditemukan tewas berpelukan di rentuhan rumahnya saar erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021). Mereka berdua adalah warga Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang Jawa Timur.
Legiman, adik ipar Salamah bercerita, saat Gunung Semeru erupsi, semua orang lari berhamburan keluar rumah menyelamatkan diri.
Diduga, Salamah tidak sanggup berjalan karena faktor usia. Sedangkan anaknya, Rumini tak tega meninggalkan ibunya seorang diri. Kemudian keduanya ditemukan meninggal dunia dalam keadaan berpelukan.
"Tadi pagi kan saya cari adik ipar sama ponakanku. Pas bongkar rontokan tembok dapur terus tangannya kelihatan dan langsung kami bersihkan dan di bawa ke rumah untuk dimakamkan," kata Legiman.
Dua anggota keluarga Salamah juga bernasib malang. Suami dan anak Salamah yang lain mengalami luka cidera akibat reruntuhan bangunan rumah. "Suami Rumini dan anaknya selamat, mereka sekarang dirawat di puskesmas," ujarnya.
Warga lainnya yang selamat, Sinten (60) bercerita, sebelum letusan terjadi, Dusun Curah Kobokan diguyur hujan abu bercampur batu. Batu-batu itu meluncur deras menghantam genting rumahnya hingga menimbulkan suara gemuruh.
Sinten yang saat itu sedang bersantai di ruang tamu terkejut dan panik. Ia kemudian menggedor pintu kamar cucunya, Dewi. Mendengar gedoran pintu, Dewi langsung bangun dari tidurnya.
Lalu dewi membuka pintu kamarnya. Sembari berteriak Sinten bilang kepada Dewi bila Gunung Semeru sedang tidak baik-baik saja.
Lalu, Sinten menarik tangan Dewi untuk ikut berlari menyelamatkan diri. Keduanya bergegas ambil langkah seribu menuju ke luar rumah.
"Gunung Semeru meletus dengan cepat. Sebelumnya, tidak ada tanda-tanda akan erupsi. Saat erupsi seperti kiamat," katanya, saat ditemui di RSUD dr Haryoto, Lumajang, Minggu (5/12/2021).
Sesampainya di luar rumah, Sinten dan Dewi sempat menengok ke arah Gunung Semeru yang terlihat memuntahkan asap abu-abu tebal ke udara.
Suhu udara langsung terasa panas menyengat kulit. Tak lama, langit berubah gelap, kilatan petir juga terlihat menyala.
"Saya tak sempat menyelamatkan harta benda. Saya tak memikirkan itu, yang terpenting selamat dari terjangan awan panas. Lima motor hangus dan rumah saya roboh," paparnya.
Ia bersama Dewi berlari ke rumah tetangga yang berjarak sekira 1 kilometer untuk berlindung. Setelah langit kembali terang, mereka kembali berlari ke masjid sekitar 5 kilometer. Di sana, mereka beristirahat sejenak sembari berdoa.
"Lalu, kami berjalan lagi hingga ke Dusun sebelah, Dusun Gunung Sawur sekira 7 kilometer. Napas sudah ngos-ngosan. Selama dua jam, kami mengamankan diri di rumah warga Dusun Gunung Sawur.
Setelah itu, kami dievakuasi menggunakan mobil pikap ke Desa Sumbermujur," ujar Dewi.
Bukannya tenang karena dapat lolos dari maut, pikiran Sinten dan Dewi berkecamuk. Sebab mereka menerima kabar jika satu keluarganya, Samsul Arifin (30), menjadi korban luka dan dilarikan di RSUD dr Haryoto Lumajang.
Samsul Arifin saat itu sedang bertugas menjaga portal tambang pasir dekat Gunung Semeru. "Kami langsung bergegas mendatangi RSUD dr Haryoto. Saat ini mas Samsul sedang dirawat," kata Dewi.
13 Orang Tewas
Berdasarkan data yang diperoleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah ada 13 orang dilaporkan tewas. Namun, baru dua orang yang baru bisa diidentifikasi identitasnya.
“Total ada 13 orang meninggal dunia akibat peristiwa itu. Adapun yang baru teridentifikasi dua orang dari Curah Kobokan dan Kubuan, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang,” ucap Plt Kapusdatin BNPB, Abdul Muhari.
Selain itu, Abdul menuturkan korban luka-luka juga ikut bertambah. Setidaknya, sampai kemarin ada 57 orang. Untuk mereka yang luka-luka ringan ditangani di Puskesmas Penanggal, sedangkan yang alami luka bakar dirawat di RSUD Haryoto dan RS Bhayangkara.
"Ada 40 orang dirawat di Puskesmas Pasirian, 7 orang di Puskesmas Candipuro, serta 10 orang lain di Puskesmas Penanggal, di antaranya dua orang ibu hamil,” tutur dia.
6.598 Warga Terdampak
Sebanyak 6.598 warga yang berada di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang terdampak erupsi Gunung Semeru. 6.598 warga itu tersebar di empat dusun. Yaitu Dusun Supiturang, Dusun Gumukmas, Dusun Sumbersari, dan Dusun Curah Kobokan.
Sekretaris Desa Supiturang, Ahmad Muliyanto (28) mengatakan, para warga telah diungsikan di dua titik. "Yaitu di SDN Supiturang 4 dan Masjid Nurul Jadid.
Jadi setelah erupsi Gunung Semeru terjadi pada kemarin siang (Sabtu 4/12/2021), warga langsung kami arahkan ke dua titik lokasi pengungsian tersebut," ujarnya.
Dirinya menjelaskan, saat ini para pengungsi membutuhkan segera bantuan makanan, pakaian layak pakai, dan air bersih. "Saat ini bantuan belum datang, tapi kabar terakhir yang saya dapat, bantuan masih dalam perjalanan," tambah dia.
Selain mengharapkan bantuan logistik, pihaknya juga berharap agar listrik dan layanan komunikasi segera pulih dan normal.
"Di sini (Desa Supiturang), listriknya padam dan tidak ada sinyal komunikasi sama sekali. Jadi, kami kesulitan untuk melakukan pendataan serta koordinasi dengan Kepala Dusun (Kasun) dan Ketua RT/RW setempat," jelasnya.
Selain itu, karena tidak adanya sinyal komunikasi, dirinya belum dapat mendata jumlah warga yang kemungkinan menjadi korban jiwa maupun luka-luka akibat erupsi Gunung Semeru tersebut.
"Untuk korban, kami belum bisa mendata secara pasti. Karena sinyal tidak ada, jadi minim komunikasi. Sehingga mau tidak mau, para Kasun dan Ketua RT/RW setempat harus mendatangi dan melihat langsung ke lokasi," terangnya.
Sementara itu dari pantauan Tribun, abu Gunung Semeru menutupi pemukiman warga Desa Supiturang. Selain itu, jalanan Desa Supiturang juga masih diselimuti abu. Sehingga, membuat jalanan berdebu dan licin.(Tribun Network/dan/kuh/wly)
Baca juga: Tidak Ada Alat Early Warning
Baca juga: Polda Amankan Oknum Polisi Terlibat Penganiayaan Tahanan
Baca juga: Sosok Pendiam yang Jadi Tulang Punggung dan Kebanggaan Keluarga