Jurnalisme warga

Gulai Simpang, Kuliner Khas Simpang Kauman Pisang

Warganya saling hidup rukun, layaknya kakak dan adik, saling membantu, serta memiliki tradisi dan adat yang sama

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Gulai Simpang, Kuliner Khas Simpang Kauman Pisang
For Serambinews.com
NURUL HUSNA, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik Universitas Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, melaporkan dari Labuhanhaji, Aceh Selatan

OLEH NURUL HUSNA, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jurnalistik Universitas Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, melaporkan dari Labuhanhaji, Aceh Selatan

Di Labuhanhaji, Aceh Selatan, ada Desa Hulu Pisang dan Desa Pisang.

Kedua desa ini berdampingan dan warganya saling hidup rukun, layaknya kakak dan adik, saling membantu, serta memiliki tradisi dan adat yang sama.

Di bagian hulu dekat gunung ada namanya Kauman Pisang, yaitu gabungan dari Desa Hulu Pisang dan Desa Pisang.

Di Kauman Pisang ada sebuah sungai yang sering dikunjungi banyak orang untuk makan-makan sambil memasak.

Kawasan ini disebut Simpang oleh masyarakat sekitar.

Dari dahulu hingga sekarang warga sekitar sering makan-makan sambil memasak ketika ada acara kenduri.

Entah sejak kapan awal mulanya, tanpa disadari, dari kegiatan yang sering dilakukan warga sekitar itu muncul satu resep masakan yang diberi nama gulai simpang.

Gulai simpang adalah gulai daging kerbau yang diberi kuah santan, bumbu masakan, daun-daunan, batang serai, kelapa, dan kelapa gongseng.

Sekilas mirip gulai balak di Lampung.

Dahulu, gulai ini sering dimasak saat ada acara kenduri simpang atau kenduri sawah.

Ditandai dengan menyembelih kerbau dan dagingnya dimasak langsung di area sungai Simpang Kauman Pisang.

Salah seorang warga mengatakan, gulai daging kerbau ini diberi nama gulai simpang karena dimasak di sekitar Sungai Simpang Kauman Pisang.

Namun, jika dimasak di rumah atau di tempat lain namanya tetap gulai simpang asalkan menggunakan resep yang sama dengan gulai simpang pada umumnya.

Ketika remaja, saya pernah ikut teman sekaligus kerabat saya makan-makan di Sungai Simpang yang berada di Kauman Pisang.

Waktu itu hari Minggu.

Saya mengira hanya makan-makan biasa, tapi ternyata dia katakan ini acara makan-makan kenduri Simpang.

Kami pun pergi dengan berjalan kaki.

Ramai orang yang berlalu lalang di jalan, mengikuti acara makan-makan kenduri Simpang.

Ada yang berjalan kaki, ada pula yang naik sepeda motor, bahkan yang naik becak.

Terlihat seperti rekreasi pada umumnya.

Ada warga yang bawa tikar, bekal makanan dan minuman, perlengkapan memasak yang lengkap disertai dengan kayu bakar.

Semua terlihat bahagia.

Saat kami sampai di Sungai Simpang orang sudah ramai.

Saya dan teman menghampiri lokasi yang ditempati ibunya.

Beliau rupanya sudah lebih awal datang memilih lokasi yang strategis dan nyaman.

Saya terkesan dengan ibu-ibu yang datang lebih awal ke Sungai Simpang untuk ikut acara makan-makan kenduri Simpang.

Saya dan teman duduk di samping ibunya sambil menikmati alam sekitar.

Terlihat semua sudah tertata rapi, ada bekal, minuman peralatan makan dan masak, kayu bakar, tungku pun sudah berdiri dengan kokohnya.

Terlihat ibu teman melihat-lihat ke sekeliling seperti menunggu seseorang.

Sang teman mengajak saya untuk mandi-mandi dan saya setuju lalu mengikutinya dari belakang.

Cukup lama kami mandi bersama anak-anak seusia kami.

Lelah berenang, rasa lapar dan capek menghampiri kami berdua, lalu kami putuskan kembali ke tempat ibu teman.

Terlihat di sekitarnya ada orang yang sedang membersihkan daging kerbau, ada pula yang mulai menghidupkan api untuk memasak daging.

Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Ibu teman saya itu tersenyum ke arah kami, menyapa dengan ramah.

Tampak beliau sedang menggulai daging kerbau.

Masyarakat sekitar menyebutnya gulai simpang.

Gulai ini menjadi masakan khas Labuhanhaji yang berada di daerah dekat gunung.

Rasa gulai ini sangat enak.

Resepnya merupakan warisan turun-temurun dari zaman dahulu hingga sekarang.

Meski orang yang memasaknya berbeda, tapi rasanya bisa dikatakan sama.

Seiring waktu berlalu, gulai ini sering dibuat pada waktu ‘meugang’ puasa dan ‘meugang’ Lebaran.

Sekarang, sebagian besar orang memasaknya dalam acara pesta pernikahan.

Rrasa gulai ini tetap sama enaknya, Aroma yang harum membuat orang ingin segera menikmatinya.

Sewaktu kecil, saya pernah makan gulai simpang yang dimasak kakak ibu saya pada hari meugang puasa.

Rasanya enak, tidak pedas.

Pada hari yang sama, menantu nenek saya mengantar rantang untuk nenek yang di dalamnya berisi makanan.

Saya melihat gulai yang sama, lalu saya mencicipinya.

Rasanya mirip, tapi agak pedas, semua daun yang ada dalam gulai itu sama warnanya.

Juga sama dengan gulai yang dibuat kakak ibu saya.

Sekarang, resep gulai simpang ini mengalami modifikasi karena pola hidup setiap orang berbeda.

Rasa yang diinginkan setiap orang pun beda.

Tapi yang jelas, gulai simpang yang sering saya rasakan tidak terlalu pedas.

Meski demikian, setiap orang yang memasaknya tidak menghilangkan ciri khas gulai simpang ini.

Saya sering memasak gulai simpang dengan versi saya sendiri.

Bahan-bahan yang digunakan ada daging kerbau, kelapa yang sudah tua, kelapa gongseng, bawang merah, bawang putih, cabai rawit, merica, ketumbar, jahe, bubuk kunyit, asam sunti, batang serai, daun jeruk purut, daun tapak leman (mangkok), garam, dan penyedap rasa Royco.

Cara membuatnya, daging kerbau dipotong tipis-tipis dan kecil, lalu dibersihkan dengan air mengalir sampai darahnya hilang.

Kemudian, taburi sedikit garam dan Royco, lalu diamkan sebentar.

Gunakan secukupnya bawang merah, bawang putih, cabai rawit, merica, ketumbar, jahe, asam sunti, dan sedikit kelapa yang sudah diparut dan digiling menggunakan blender.

Bumbu yang sudah halus dicampur ke dalama daging disertai kelapa gongseng, bubuk kunyit secukupnya diaduk hingga tercampur rata di dalam wajan.

Masukkan santan kental, daun jeruk, dan batang serai secukupnya ke dalam daging.

Kemudian, masak dengan api yang agak besar sambil diaduk-aduk.

Tunggu sampai gulai mendidih, lalu masukkan garam secupnya dan taburi daun tapak leman (mangkok) secukupnya yang sudah dirajang halus.

Tunggu sampai daging empuk dan matangnya sempurna.

Saya memasak gulai simpang ini selalu dengan santan yang kental agar lebih gurih dan enak.

Saya tidak menggunakan jeruk nipis, karena sudah ada asam sunti.

Sebagian orang menggunakan cabai merah dicampur cabai rawit, tapi saya tidak menggunakan cabai merah.

Tergantung selera masing-masing.

Asalkan resepnya tetap berpatokan pada resep gulai simpang pada umumnya walau dimasak dengan versi yang berbeda.

Tak banyak yang tahu bahwa gulai simpang ini adalah masakan khas Labuhanhaji, Aceh selatan.

Baca juga: Halua Bluek, Kuliner Pidie yang Mirip Dodol

Baca juga: Kemenparekraf Dorong Peningkatan Inovasi Sektor Kuliner Aceh, Sandiaga Uno: Kuliner Penunjang Wisata

Kita harapkan kuliner tradisi khas Kauman Pisang ini jangan sampai hilang tergerus zaman.

Ini merupakan salah satu kuliner khas Aceh Selatan yang patut dipromosi dan dilestarikan.

Tentulah dengan dukungan pemerintah dan masyarakat Aceh.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved