Jurnalisme Warga
Halua Bluek, Kuliner Pidie yang Mirip Dodol
Rasa-rasanya, semakin menyelami Pidie, semakin banyak hal unik yang kiranya patut kita bagikan kepada masyarakat luas

OLEH MUHAMMAD SYAWAL DJAMIL, Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Pidie, dan aktif di Komunitas Beulangong Tanoh, melaporkan dari Sigli
Rasa-rasanya, semakin menyelami Pidie, semakin banyak hal unik yang kiranya patut kita bagikan kepada masyarakat luas. Sebagai daerah yang sudah terbentuk sebelum kemerdekaan–dulu bernama Poli atau Pedir--Pidie memang memiliki ragam adat dan budaya.
Mulai dari adat yang berkaitan dengan kepercayaan seperti ‘khanduri blang’, ‘khanduri tulak bala’, dan sebagainya. Ada juga adat yang berkaitan dengan keagamaan seperti peusijuek, mulod, dan lain-lain.
Namun demikian, siapa sangka bahwa daerah penghasil tokoh-tokoh berpengaruh yang tidak hanya dikenal di lingkup Aceh, melainkan hingga ke seantero Indonesia--sebut saja Tgk Chik Di Tiro, Tgk Daud Beureueh, Hasan Tiro, Ali Hasjmy, dan Laksamana Malahayati--ini juga memiliki ragam makanan khas yang tentunya berbeda dan tidak sama dengan daerah lainnya.
Sederetan makanan khas Pidie, antara lain, emping melinjo, apam, timphan, beureune, dan halua bluek. Untuk kategori makanan yang pertama sampai ketiga--emping, apam, dan timphan-- mungkin sudah menjadi hal yang sangat familier di telinga Anda semua, khususnya di telinga warga Pidie sendiri. Sebab, ketiga makanan tersebut sudah lazim dipromosikan dalam acara-acara besar, semisal ketika menyambut tamu dari luar daerah Pidie.
Sedangkan untuk kedua makanan yang tersebut di akhir–beureune dan halua bluek—saya yakin banyak sekali yang belum mengenalinya. Bisa jadi warga Pidie sendiri juga tidak tahu bahwa kedua makan tersebut--beureune dan halua bluek--merupakan makanan khas Pidie.
Beureune--sering juga disebut sagu beureune--merupakan makanan tradisional yang dibuat dari hasil olahan sagu, digongseng, kemudian dipilah-pilah dengan bantuan tampi (Aceh; jeu-ee) hingga berbentuk butiran-butiran kecil seukuran biji kacang hijau. Sedangkan halua terbuat dari bahan baku dasar tepung ketan, tepung gandum, gula, dan santan. Teksturnya bila diperhatikan sekilas mirip dengan dodol, akan tetapi dari segi warnanya baru terlihat berbeda, halua berwarna merah pekat dan padat.
Beureune dan halua bluek merupakan makanan khas Pidie, yang hari ini gaungnya sudah kurang dikenal oleh masyarakat Aceh. Masyarakat hari ini, terlebih mungkin karena masuknya makanan-makanan yang bersifat global seperti KFC dan pizza, yang kesannya memiliki prestise tersendiri jika menyantapnya dan menjadikan makanan lokal terabaikan.
Makanan produk lokal semacam beureune dan halua bluek tersebut kian terpinggirkan. Tentunya, realitas ini merupakan sesuatu yang ironi, karena jika sikap tersebut dibiarkan bisa saja makanan khas daerah itu hilang dari peredaran dan menjadi kenangan di masa depan.
Nah, bersebab itu pula, dalam reportase ini saya berkeinginan untuk menyebarluaskan suatu pengetahuan mengenai salah satu makanan khas Pidie, yakni halua bluek. Sedangkan untuk beureune biarkan lain kali saja saya tulis.
Hanya di Kemukiman Bluek
Halua bluek merupakan salah satu makanan khas Pidie yang hanya diproduksi oleh masyarakat yang bertempat di Kemukiman Bluek, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, Aceh. Kemukiman Bluek terdiri atas belasan desa yang terbagi ke dalam tiga kemasjidan, yaitu kemasjidan Bluek Grong-Grong, kemasjidan Bluek Gle Cut, dan kemasjidan Bluek Ulee Gampong.
Belakangan ini masyarakat yang memiliki skill atau keterampilan dalam membuat halua bluek hanya terkonsentrasi di dua desa, yaitu Desa Bluek Balee Baroh (juga dikenal dengan nama bluek halua) dan di Desa Bluek Lamreuneung. Kalaupun di desa lain dijumpai warga yang membuat halua bluek, maka bisa dipastikan warga tersebut berasal atau pindahan dari kedua desa tersebut.
Halua bluek--sebagaimana saya sebutkan di awal--terbuat dari tepung terigu, tepung ketan, santan, manisan, dan air mineral. Halua bluek hampir sama dan mirip dengan makanan khas Aceh lainnya, yaitu dodol. Hanya saja perbedaannya adalah pada tekstur dan warnanya. Jika dodol teksturnya agak lembut dan agar cair serta berwarna kuning cerah, maka halua bluek tekturnya agak lebih keras dan warnanya agak kuning kemerah-merahan.
Dilihat sepintas, antara dodol dan halua bluek memang tidak ada perbedaan yang kentara. Namun, ketika ditelisik dari dekat, kita mencicipinya, baru dapat diketahui ternyata antara dodol dan halua bluek memang memiliki perbedaan.