Berita Aceh Jaya
GeRAK Duga Ada Permainan Pada Stokeplice Batu Bara di Aceh Jaya, Akan Surati Kemenhub dan DPR RI
Juru Bicara (Jubir) Bupati Aceh Jaya, Fadjri menyatakan bahwa sejauh ini perusahaan belum menyampaikan dokumen permohonan apa pun ke Pemkab Aceh Jaya.
Penulis: Riski Bintang | Editor: Saifullah
Laporan Riski Bintang | Aceh Jaya
SERAMBINEWS.COM, CALANG - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Jaya yang telah menjelaskan secara terang benderang ke publik terkait aktivitas penumpukan batu bara oleh PT Prima Bara Mahadana (PBM) di Pelabuhan Calang, Desa Bahagia, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya.
Diketahui bahwa Juru Bicara (Jubir) Bupati Aceh Jaya, Fadjri menyatakan bahwa sejauh ini perusahaan belum menyampaikan dokumen permohonan apa pun ke Pemkab Aceh Jaya, selain surat pemberitahuan bernomor 030/X/PBM/2021 tertanggal 15 Oktober 2021.
Atas pemberitahuan tersebut, Pemerintah Aceh Jaya juga sudah menjawabnya sesuai dengan apa yang menjadi kewenangan Pemkab setempat.
Selain itu, juga adanya penegasan terkait izin, di mana tidak ada permohonan izin apa pun dari pihak perusahaan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya.
"Atas hal tersebut, pertama-tama kami menduga ada sesuatu yang tak beres bila dilihat dari perspektif secara aturan (legalitas) yang berlaku dan menurut dugaan kami, ada oknum yang mencoba mengambil keuntungan atas aktivitas penumpukan batu bara tersebut," tandasnya.
Dikutip pada statemen media, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMTPSP) Kabupaten Aceh Jaya, Rosniar menyatakan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi apapun terkait aktivitas penumpukan serta pengangkutan batu bara dari Aceh Barat menuju Pelabuhan Calang, Aceh Jaya.
Baca juga: Stokeplice Batu Bara Dibangun di Pelabuhan Calang, Syahbandar Sebut Didukung Pemkab Aceh Jaya
Di mana artinya, proses perizinan terkait izin penumpukan batu bara yang dilakukan oleh PT PBM diduga tidak mencukupi syarat sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Tentu saja kami kembali mempertanyakan legalitasnya dan jangan sampai nantinya terjadi dugaan pencemaran lingkungan karena tidak sesuai Amdal dan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL)," jelasnya.
"Bila kemudian terbukti, maka kami mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” tukas dia.
“Mulai dari teguran, denda sampai dengan rekomendasi pencabutan izin dikarenakan tidak mematuhi aturan, seperti Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Tekhik Pertambangan yang Baik," tambahnya.
Sementara itu, Staf Bagian Humas Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Calang, Azwana Amru Harahap mengatakan, pihak Pelabuhan Calang tak ada wewenang untuk menerbitkan izin stockpile penumpukan batu bara terhadap PT PBM.
Dalam pernyataan tersebut, Ia mengatakan, wewenang pelabuhan ialah wajib menyediakan lapangan penumpukan untuk barang-barang berbahaya.
Baca juga: Kepala DPMTPSP Beberkan Soal Perizinan Stokeplice Batu Bara di Pelabuhan Calang, Ini Penjelasannya
Sementara untuk penerbitan izin stockpile, terbitnya dari pemerintah melalui dinas terkait.
"Yang menjadi pertanyaan bagaimana mungkin izin stockpile penumpukan batu bara belum dikeluarkan, namun PT PBM dengan leluasa melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Calang, dan tanpa satu pun dinas terkait atau pihak berwenang melakukan penyegelan atau mencegah pelabuhan tidak lagi menerima tumpukan batubara tersebut," tuturnya.
Padahal bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 14 tentang pencegahan menyebutkan bahwa Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diantaranya menyebutkan tentang amdal dan UKL-UPL dan di Pasal 22 kembali disebutkan tentang “Wajib.”
"Artinya itu bukan barang main-mainan kertas saja dan kami meminta negara untuk hadir dalam menyelesaikan persoalan ini,” tegasnya.
“Kedua, kami berharap, siapapun orangnya tidak melakukan penerimaan atau gratifikasi dalam bentuk apapun guna memuluskan penumpukan batu bara di Pelabuhan Calang, Kabupaten Aceh Jaya, dan terhitung tidak kurang dari 3.000 metrik ton batu bara telah tertumpuk di Pelabuhan Calang yang dimulai pada 29 November 2021 lalu dan hingga saat ini terbiarkan begitu saja," tandasnya.
Atas dasar itu, GeRAK Aceh Barat meminta agar pemerintah melakukan pengawasan secara optimal guna tidak memberikan peluang kepada pihak-pihak atau oknum tertentu yang bermain dalam hal ini yang kemudian diuntungkan secara finansial, namun memberikan dampak buruk bagi negara terutama daerah penghasil.
Baca juga: Assisten II Sekdakab Aceh Jaya Bantah Pernyataan Syahbandar Pelabuhan Calang
Hal ini karena menyangkut dengan proses perizinan UKL-APL dan juga Amdal yang sejatinya sudah dipersiapkan dari awal dan tidak lagi dalam proses pengurusan izin yang belum siap sedia namun dengan leluasa melakukan proses pengiriman ekspor ke luar daerah atau negeri.
Hal lain yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bisa perusahaan melakukan penumpukan di pelabuhan dengan leluasa, dan apakah PT PBM sudah melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), padahal izin penumpukan belum begitu jelas.
Bahkan, pihaknya juga mempertanyakan statement dari Staf Bagian Humas Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Calang, Azwana Amru Harahap di mana dalam statement media disebutkan nereka bukan sewa di lapangan penumpukan kita, mereka membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan PP 15 Tahun 2016.
"Atas kondisi tersebut, kami segera akan menyurati Kementerian Perhubungan, di mana bila mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 36 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan maka pihak yang bertanggung jawab atas penerimaan batu bara tersebut adalah Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (UPP) Calang,” tandasnya.
“Tak terkecuali kita dalam waktu dekat akan melakukan kontak komunikasi atau mengirimkan surat secara resmi dengan pimpinan atau anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan mendesak mereka untuk segera turun melakukan inpeksi ke lapangan dan juga memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam hal ini," tutup Koordinator Gerak Aceh Barat.(*)