Penyebab Banjir di Aceh
Jejak Perusak Hutan di Koridor Hutan Tamiang, Langsa dan Aceh Timur
Siklus musiman banjir semakin rutin, setiap tahun banjir terjadi di Aceh Timur, Kota Langsa dan Aceh Tamiang akibat perusakan hutan.
Penulis: Zubir | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Zubir | Langsa
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Kabar dari hutan. Bukit Pandan di Tamiang tak wangi lagi, Bukit Seribu di perbatasan Aceh Timur Kota Langsa, tinggal seratus bukit, merobek hutan Aceh menebar penderitaan.
Tanpa kita sadari di rumah kita, kosen jendela dan pintu dari kayu damar dan merbau beserta daun pintu dan jendela kita beli dengan harga murah, jika sudah murah artinya kayu-kayu tersebut adalah berasal dari kegiatan illegal logging," ujar Iskandar Haka, Ketua LSM Bale Juroeng, Kamis (6/1/2022).
"Kita terhipnotis bahwa daging yang dijadikan sate, martabak telor, memanggang ikan, memasak kari kambing kita gunakan arang bakau dan sisa pembakaran mangrove yang tidak menjadi arang seolah-olah arang bakau dan mangrove lah yang membuat sate itu enak," sebutnya.
Menurut Iskandar, ikan itu lezat serta cita rasa kari kambing yang mantab, itu adalah mitos atau hoak. Sebenarnya dan fakta bahwa semua jenis makanan tersebut terasa enak, lezat dan gurih adalah karena ramuan bumbu pada objek makanan tersebut.
Daging lembu, kerbau, kambing maupun ikan dan sejenisnya pada dasarnya daging-daging tersebut sama rasanya, bumbu yang membuat mereka enak dilidah kita.
Bahan dasar bumbu harus ada garam dan rempah-rempah yang menyertainya, sekali lagi saya perjelas sebagai mukadimah bahwa daging itu enak dan lezat karena ramuan bumbu bukan karena dibakar oleh arang bakau atau mangrove.
Sebagian besar panglung kayu dan kerajinan/ usaha kecil pengolahan kayu di berbagai kota kecamatan dan ibu kota pemerintahan kabupaten dan kota di pesisir timur Aceh termasuk di pesisir barat pantai Aceh.
Dapat dipastikan menampung kayu yang di dapat dari kegiatan illegal logging, jika dikonsumsi oleh masyarakat lokal tentu langsung atau tidak langsung kita ikut serta merusak hutan.
Akan tetapi tentu ini dalam batas toleransi karena kita yang mengkonsumsi sekaligus kita juga yang menanggung akibat jika tejadi bencana banjir, tanah longsor dan terpaan angin kencang ke pemukiman kita.
Siklus musiman banjir datang semakin rutin, hampir setiap tahun di Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang rutinitas banjir itu datang dalam frekuensi yang tidak menentu, bahkan bisa terjadi 2 atau 3 kali dalam setahun berjalan.
Baca juga: Hutan Gundul Resapan Air Hilang, Banjir Terus Hantui Masyarakat
Gunung adalah pasaknya daratan, hutan di gunung merupakan paku penguat kokohnya berdiri gunung, hutan heterogen di wilayah ini menyusut tajam di konversi menjadi perkebunan monokultur yaitu kelapa sawit.
Nenek moyang kelapa sawit ini berasal dari Afrika Tengah yang gersang, haus akan air, sehingga ia dizaman Kolonial Belanda setelah di adaptasi di Kebun Raya Bogor selama lebih kurang 70 tahun.
Baru bisa diuji cobakan pertama sekali di Indonesia yaitu di Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Timur sebelum pemekaran.
Kelapa sawit, tetap saja tidak ramah lingkungan, kurang baik menyerap dan mendistribusikan air, karena tanaman ini berakar serabut, seterusnya juga berasal dari wilyah Afrika Tengah yang gersang, suka menyerap air tapi tidak pandai mendistribusikan atau menyimpan air ke dalam tanah.
"Sampai saat ini, sehemat saya, Pemerintah Aceh melakukan kebijakan monitorium pemanfaatan kayu dari hutan alam, walaupun ada hanya pemberian izin terbatas untuk konsumsi di dalam provinsi Aceh saja," kata Iskandar Haka.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim itu nyata, hujan datang tidak mengenal musim, bisa saja di musim kemarau hujan turun dengan lebat dan sebaliknya di musim penghujan relative bisa kemarau dan kelangkaan air, angin puting beliung menjadi rutinitas di wilayah Aceh.
Mata rantai siklus kehidupan banyak yang terputus, ini semua tidak lain jumlah kawasan hutan alam dari hulu sampai kehilir hancur berantakan, seperti kita ketahui bersama bahwa hutanlah yang menjadi kunci kestabilan iklim di muka bumi.
Kebutuhan kayu dan upaya perbaikan hutan alam berbanding terbalik, bagi dari segi kuantitas maupun kualitasnya, khususnya di hutan alam di hulu maupun di hilir kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang degradasi kerusakan relative tinggi.
Baik oleh kegiatan illegal logging maupun konversi lahan, khusus untuk illegal logging sangat disayangkan sebagian besar kayu-kayu dari hutan Aceh ini mengalir.
Atau dengan mudah menuju provinsi tetangga yaitu Sumtera Utara untuk dipasarkan disana bahkan sebagian di ekspor dan menjadi legal khusunya ekspor kayu arang.
Baca juga: Bejat! Pria Aceh Besar Ini Tega Setubuhi Anak Tiri Selama 3 Tahun, Digagahi Sejak Masih Umur 6 Tahun
Kita, masyarakat Aceh tidak memperoleh keuntungan yang signifikan baik untuk PAD maupun mata rantai usaha di hilirnya karena sebagian besar kayu tersebut di bawa kesana setengah jadi atau dalam balok tim.
Siapa yang bermain, tentu saja penusaha jahat dari provinsi tetangga kita dan oknum-oknum perusak institusi di wilayah Aceh membeking kegiatan ini untuk keuntungan pribadi.
Data-data menunjukkan hanya sedikit dari kayu hasil illegal logging ini dapat tertangkap dan dilelang menjadi pemasukan pemerintah.
Kajian LSM Bale Juroeng
Menurut Iskandar Haka, Ketua LSM Bale Juroeng, mengungkapkan, sebagai contoh yaitu Krueng/ Sungai Tamiang, sebagai DAS Utama di kabupaten Aceh Tamiang, mewakili karakteristik krueng atau sungai di Aceh.
Memiliki panjang dari hulu sampai ke hilir sekitar 46,55 km serta memiliki 14 anak sungai dengan panjang keseluruhannya sekitar 172,20 km.
Karena banyaknya anak sungai maka terdapat beberapa titik yang menjadi hulu anak sungai atau tahapan hulu, dan bertemu pada tahapan muara di Kota Kuala Simpang.
Satu bagian atau sungai simpang kiri berhulu di Kecamatan Tenggulon di pengunungan Bukit Barisan, dan sungai simpang kanan/ induk sungai 9 sungai tamiang).
Alur sungai dan debit air lebih besar berhulu di desa/gampong Tampur Bor Kabupaten Aceh Timur, dengan sumber hulu utama di pengunungan Bukit Barisan, Kabupaten Gayo Lues.
“Ekosistem krueng/ sungai Tamiang tertumpu pada ekosistem hutan disekitar aliran sungai Tamiang," paparnya.
Baca juga: Solidaritas Palestina dari Emma Watson Dikritik Israel, Tetapi Dipuji Palestina
Iskandar merincikan, menurut data-data lapangan kami hanya menyisakan 30 persen luas hutan yang relative masih baik, semakin ke hilir kondisi semakin parah, karena konversi lahan untuk dijadikan tanaman monokultur yaitu kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit memang prduktif menyumbang devisa untuk negara, tetapi di lain pihak jika terjadi bencana seperti banjir apakah pemasukan tersebut sebanding dengan pendapatan Negara.
Karena dalam pengamatan kami, persentasenya kecil sekali perusahan kelapa sawit yang dapat meningkatkan produktivitas hasil produksi.
Bahkan salah satu BUMN di wilayah ini rugi terus sepanjang tahun dan tidak sanggup membayar gaji untuk karyawannya yang telah purna bakti sehingga menunggak ratusan milyar.
Pada sisi lain kegiatan illegal loging setara dengan perkebunan mono kultur ikut menyumbang atau menabung bencana bagi kita semua.
Permasalahan ini sangat konplek sehingga juga menyulitkan KPH Wilayah 3 Aceh dalam mengelola kawasan hutan yang menjadi tanggung jawab mereka yaitu dari hulu sebagian di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Timur, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang.
Dengan begitu luasnya wilayah kerja tentu ini menjadi tanggung jawab kita bersama, karena kita tinggal di wilayah ini.
Baca juga: Aceh Surplus Beras, Tapi Nilai Tukar Petani Rendah di Banding Riau
LSM Bale Juroeng menyarankan bahwa mulailah tidak membel setiap keperluan kayu bagi rumah kita dari kegiatan illegal logging dan jangan membeli setiap makan yang dibakar dengan arang bakau.
"Bagi pihak KPH 3 kami menyarankan untuk bisa memulai melakukan pengawasan secara territorial dengan melibatkan banyak pihak, dan mengontrol barkot pada kayu yang ditebang dari kegiatan legal.
Jangan bercampur dengan kegiatan para perusak lingkungan, bagi kami Mereka adalah Teroris Lingkungan yang perlu kita musihi bersama," tutup Iskandar Haka, Ketua LSM Bale Juroeng yang baru saja menerima Penganugrahan Kasim Anugrah Award.(*)