Berita Luar Negeri
Presiden Duterte Tolak Minta Maaf Terkait Kebijakan yang Tewaskan 6. 200 Tersangka Nakoba
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan pada Selasa (4/1/2022) bahwa dia tidak akan pernah meminta maaf atas kematian tersangka
MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan pada Selasa (4/1/2022) bahwa dia tidak akan pernah meminta maaf atas kematian tersangka pengguna dan pengedar narkoba yang terbunuh dalam operasi polisi.
Pemerintahan Duterte telah melakukan perang melawan narkoba, yang menimbulkan kekhawatiran dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Dilansir dari Channel News Asia, data pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 6.
200 tersangka narkoba tewas dalam operasi anti-narkotika sejak Duterte menjabat pada Juni 2016 hingga November 2021.
"Saya tidak akan pernah, tidak pernah meminta maaf atas kematian itu," kata Duterte dalam pidato nasional mingguan.
"Bunuh aku, penjarakan aku, aku tidak akan pernah meminta maaf,” ujarnya.
Kelompok hak asasi dan kritikus mengatakan penegak hukum telah mengeksekusi tersangka narkoba.
Sebaliknya, polisi mengatakan bahwa mereka yang terbunuh itu bersenjata dan dengan keras menolak penangkapan.
Duterte, dalam pidato nasional pertamanya tahun 2022 ini, bersumpah untuk melindungi penegak hukum yang melakukan tugas mereka.
Ia memberitahu para penegak hukum untuk melawan ketika hidup mereka dalam bahaya.
Duterte (76) memenangkan kursi kepresidenan dengan selisih yang jauh pada tahun 2016 dengan visi misi anti-korupsi, hukum, dan ketertiban.
Baca juga: Manny Pacquiao Siap Calonkan Diri Jadi Presiden Filipina, Tantang Petahana Rodrigo Duterte
Baca juga: Dilarang Jabat Presiden 2 Periode, Rodrigo Duterte Resmi Menjadi Cawapres Filipina Untuk Pemilu 2022
Duterte secara konstitusional dilarang mencalonkan diri kembali pada pemilihan presiden tahun depan.
Analis mengatakan, sekutu yang terpilih dapat melindungi Duterte dari tindakan hukum apa pun atas program anti-narkotikanya.
Hakim di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada bulan September 2021 telah menyetujui penyelidikan formal terhadap kebijakan anti-narkoba Duterte.
Namun ICC menangguhkan penyelidikan pada November menyusul permintaan Filipina, yang mengaku akan melakukan penyelidikan sendiri.