HUT Ke 33 Serambi Indonesia
Membaca Serambi di Era DOM ke Damai
Di masa DOM sejak 1989-1998, Serambi dengan lincah bisa terus mencetak koran secara rutin kecuali pada hari-hari libur nasional.
Oleh: Dr. Safrizal ZA*)
MENJADI lurah di era Daerah Operasi Militer atau DOM tahun 1990-an penuh dinamika. Jabatan lurah Kota Lhokseumawe dan sekwan di Kantor camat Bireuen yang saya jalani pada masa penerapan Operasi Jaring Merah adalah masa-masa yang penuh tantangan.
Sebagai abdi negara, saya harus bermain cerdas agar diri sendiri dan warga bisa selamat.
Sebagai pemimpin level desa, saya harus menjadi pengayom bagi warga. Itu salah satu ilmu yang saya terima selama belajar di IPDN Jatinangor Jawa Barat.
Saban pagi sekitar pukul 10.00 Wib, Koran Serambi Indonesia yang dicetak di Banda Aceh tiba di Lhokseumawe. Saat itu koran Serambi belum dicetak di Lhokseumawe.
Saya sering ke kedai kupi ATRA untuk membaca Serambi. Di kedai kupi, bisa bertegur sapa dengan warga untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada warga. Demikian juga, warga bisa menyampaikan permasalahan kepada lurah atau keuchik.
Dengan segelas kopi dan beberapa bada (pisang goreng), saya bisa mendengar permasalahan warga.
Baca juga: Inovasi Tanpa Batas, Syukur Tiada Henti
Sebut saja, kedai kupi sebagai pusat berkumpul warga berbagi info dan menyerap berita. Berita kekerasan yang tidak dimuat di Serambi, saya bisa temukan info itu secara bisik-bisik di pojok kedai kupi.
Hampir semua pengunjung kedai kupi sangat senang dengan rubrik Gam Cantoi di pojok kiri bawah. Jika ada yg harus diperdalam biasanya bercerita dengan Hamdani Rukiah wartawan Serambi Indonesia yang kebetulan tinggal di kelurahan kota, entah dimana sekarang bang Hamdani, lama tak jumpa.
Jika ada sebutan keuchik atau lurah berjalan, ya saya salah satunya. Di kantong baju kiri atas, saya sering bawa stempel lurah sebagai cadangan dan bantalan yang saya bungkus dalam plastik.
Warga yang perlu stempel surat atau surat jalan, saya bisa langsung stempel di meunasah, masjid, kedai kupi atau pasar.
Prinsipnya, tidak persulit warga untuk urusan tanda tangan dan stempel. Atau bisa bertemu pak Ahmadi dan Ramli yg siaga juga 24 jam.
Bagi saya dan warga, Serambi itu jadi jendela informasi pembangunan di Aceh secara khusus dan Indonesia. Nyaris pada masa tersebut, berita seputar Kepala Daerah Istimewa Aceh Prof Ibrahim Hasan selalu menghiasi halaman 1 Serambi.
Ke mana Gubernur Ibrahim Hasan keliling kunjungan kerja Aceh, selalu membawa wartawan Serambi.
Baca juga: Serambi Indonesia, Korannya Orang Aceh
Besoknya, warga menyimak apa saja kegiatan dan humor yang dilontarkannya oleh mantan rektor universitas Syiah Kuala.