Kupi Beungoh
Beasiswa APBA Hak Semua Warga Aceh, BPSDM dan Penegak Hukum Perlu Bersikap Lebih Bijak
BPSDM menjadi leading sector dalam pengelolaan dana pendidikan, yang antara lain berbentuk beasiswa ataupun bantuan biaya pendidikan
Oleh: Usman Lamreung *)
Sejak tahun 2008 hingga 2027, Aceh memiliki kemampuan keuangan yang melimpah melalui dana Otonomi Khusus (Otsus). Dalam UUPA, dana ini diamanahkan pemanfaatannya termasuk untuk memajukan mutu pendidikan Aceh.
Dari situ kemudian lahirlah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) di bawah Gubernur Aceh, setara dinas atau SKPA lain. BPSDM menjadi leading sector dalam pengelolaan dana pendidikan, yang antara lain berbentuk beasiswa ataupun bantuan biaya pendidikan.
Terdapat perbedaan besar antara beasiswa dengan bantuan pendidikan. Kalau beasiswa ia ditanggung seluruh biaya oleh pemerintah (BPSDM) dari sejak mulai masuk kuliah hingga selesai (termasuk biaya tiket pesawat, sewa rumah, SPP dan biaya hidup dan lain-lain).
Baca juga: Beasiswa Rp 30 Juta Diterima Rp 4 Juta, Puluhan Mahasiswa Melapor ke Posko Advokat
Dapat diasumsikan, jika program S3 di luar negeri ditargetkan selesai dalam tempo 3 tahun, maka seluruh biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pendidikan di luar negeri selama 3 tahun akan menjadi tanggungan pemerintah. Ini namanya beasiswa.
Sebaliknya, dana bantuan pendidikan bersifat insidentil, biasanya hanya sekali penyaluran yang bersifat subsidi. Jika dalam satu tahun mahasiswa S3 di luar negeri membutuhkan biaya pendidikan hingga Rp 150 juta, maka dapat saja pemerintah memberikan bantuan seikhlasnya sekali saja, semisal Rp 50 juta.
Intinya terdapat perbedaan kontras antara beasiswa dengan bantuan pendidikan. Sama sekali tidak sama.
BPSDM Jangan Pilih Kasih
Sejatinya, beasiswa dari pemerintah Aceh (BPSDM) adalah hak setiap warga Aceh yang mau melanjutkan pendidikan. Akan tetapi, BPSDM terkesan “pilih kasih”, agak tertutup, sehingga banyak warga Aceh tidak mendapatkan haknya.
Untuk warga Aceh yang tidak mendapatkan haknya, maka dimunculkan program bantuan biaya pendidikan.
Sebagian dari warga Aceh lalu mendapatkan bantuan biaya pendidikan itu, walau ada yang melalui pendekatan dengan wakilnya di DPRA dan kemudian diperjuangkan atau dikenal sebagai pokok pikiran (Pokir) dan aspirasi rakyat melalui dewan.
Baca juga: Haji Uma Minta Menag Yaqut Berhenti Buat Aturan Kontroversi, Terkait Aturan Pengeras Suara di Masjid
Dari sinilah muncul permasalahan. Diduga ada indikasi korupsi bantuan dana pendidikan kepada mahasiswa Aceh melalui dana pokir/aspirasi anggota DPRA tahun 2017.
Diduga beberapa “oknum anggota dewan” melalui koordinator lapangan menarik ulang biaya pendidikan yang telah diterima mahasiswa. Tragis benar mereka mau “memperalat” rakyatnya sendiri.
Angka penyunatannya tidak tanggung-tanggung. Seperti dilaporkan Head Line Harian Serambi Indonesia edisi Rabu (23/2/2022), ada penerima bantuan pendidikan hanya menerima Rp 5 juta dari yang seharusnya dibantu Rp 30 juta. Zalim sekali permainan ini.
Pertanyaan adalah kenapa bisa dipotong, bukankah dana ditrasfer langsung ke rekening pihak penerima, kenapa ada pemotongan?
Persoalan sunat-menyunat inilah yang perlu diusut hingga tuntas ke akarnya. Lalu dana itu dikembalikan kepada mahasiswa yang terdaftar di BPSDM. Bukan justru menyalahkan mahasiswa yang sebenarnya telah menjadi korban kezaliman.
Jika dalam dokumen perencanaan di BPSDM ada persyaratan yang mengganjal (apalagi kalau dokumen itu dibuat belakangan), maka dokumen itu yang perlu direvisi, karena konsep dasarnya adalah biaya pendidikan APBA adalah hak semua warga Aceh. Demi keadilan, jangan ada upaya merampas hak-hak warga Aceh.
Juga perlu diusut, apakah ada diantara mahasiswa itu yang fiktif atau melampirkan dokumen palsu. Misalkan dokumen kependudukan palsu, status mahasiswa aktif dan lain-lain.
Baca juga: Lagi, 11 Mahasiswa Kembalikan Dana Beasiswa, Polda Aceh Akan Segera Umumkan Tersangka
Bila dilihat lamanya penyelidikan kasus bantuan pendidikan mahasiswa, dari 2018 hingga sekarang, ditambah lagi hasil audit BPKP Perwakilan Aceh, semestinya penyidik sudah memiliki data lengkap, fakta dan sudah ada tersangka yang menjadi aktor utama.
Intinya adalah usut pihak yang telah memotong dana dan kembalikan dana itu kepada mahasiswa sebagai penerima. Kalau yang dipotong Rp 26 juta, ya harus dikembalikan semuanya karena itu adalah hak mahasiswa.
Melihat sarat masalah atau kemungkinan ada “tekanan” dari pihak lain yang punya power politik, maka mungkin tidak ada salahnya jika pihak Polda Aceh melimpahkan kasus ini untuk ditangani oleh KPK saja, apalagi KPK memang sedang bekerja di Aceh.
Selanjutnya, kepada Kepala BPSDM Aceh dan jajarannya disarankan untuk lebih terbuka tentang beasiswa Aceh, biaya bantuan pendidikan dan lain-lain sehingga semua warga Aceh memiliki akses dan hak mendapatkan atas dana yang memang milik mereka.
Baca juga: GeRAK Aceh : Metode Penanganan Perkara Beasiswa Diduga Keliru
BPSDM jangan lagi tertutup dan pilih-pilih kasih dalam penyaluran bantuan pendidikan. Ingat, jabatan itu amanah dari rakyat.
Semua pejabat akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di yaumil mahsyar kelak sebagai pengadilan yang hakiki. Wallahu a’alam.(*)
*) PENULIS adalah Akademisi Universitas Abulyatama Aceh Besar, pemerhati sosial, politik dan pendidikan di Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.