Opini
Tata Cara Eksekusi Jaminan Fidusia
Beberapa waktu yang lalu Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mengeluarkan putusan yang sangat monumental terkait dengan tata cara eksekusi
MK melihat adanya kedudukan hukum yang tidak seimbang antara kreditur (lembaga pembiayaan atau bank) dengan debitur (nasabah).
Selama ini kekuatan eksekutorial sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dimaknai bahwa kreditur dapat langsung mengeksekusi jaminan miliki debitur jika terjadi cidera janji, karena dianggap sebagai putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
MK dalam putusannya meluruskan pemahaman tersebut, waktu terjadinya cidera janji haruslah disepakati secara suka rela antara kreditur dan debitur, tidak bisa hanya ditentukan oleh kreditur sebelah pihak.
Meskipun berdasarkan dokumen tertulis (misalnya perjanjian kredit) cidera janji memang telah terjadi.
Maka dari itu kerelaan debitur sangat dibutuhkan agar kreditur dapat mengeksekusinya.
Kemudian pastilah akan timbul pertanyaan, bagaimana jika debitur tidak rela jika dikatakan cidera janji? Maka kreditur dapat menempuh upaya melalui mekanisme pengadilan.
Mekanisme ini bukanlah dalam bentuk gugatan akan tetapi debitur dapat meminta agar pengadilan mengeluarkan penetapan eksekusi.
Yang perlu dipahami penetapan pengadilan bersifat pilihan jika debitur tidak mengakui bahwa dirinya telah melakukan cidera janji.
Kemudian dalam perkara yang lain belum lama ini MK juga melakukan reinterpretasi ketentuan Pasal 30 UU Fidusia.
Dalam praktik selama ini permohonan eksekusi dapat langsung diajukan secara tertulis oleh kreditur kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan, praktik seperti ini tidak dibenarkan oleh MK.
Baca juga: Kejari Aceh Besar Gelar Penyuluhan Hukum Jaksa Masuk Sekolah di SMPN Kuta Cot Glie
MK dalam putusannya menyebutkan tata cara eksekusi hanya boleh dilakukan melalui pengadilan negeri, kreditur tidak boleh langsung mengajukan permohonan kepada pihak kepolisian sebagaimana selama ini.
Hanya pengadilanlah yang diberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi jika debitur tidak mengakui secara suka rela.
Semoga dengan adanya dua putusan MK ini kita tidak mendengar lagi kasus-kasus yang terjadi dilapangan, seperti perampasan barang milik debitur secara melawan hukum oleh debt collector yang sangat meresahkan masyarakat.
Baca juga: Kawin Paksa Masuk Delik Pidana, Pelaku Kekerasan Seksual Minimal Dihukum 4 Tahun Penjara
Baca juga: Kejari Aceh Selatan Beri Penyuluhan Hukum kepada Siswa SMA, Ingatkan Bahaya Narkoba dan Judi Online