Ramadhan 2022

Jelang Ramadhan 2022, Bagaimana Menghadapi Orangtua yang Tidak Mau Puasa? Buya Yahya Bagi Tips

Bagaimana cara menghadapi orangtua yang tidak mau berpuasa? Simak penjelasan Buya Yahya berikut ini.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Mursal Ismail
Instagram / @buyayahya_albahjah
Buya Yahya 

Persiapan batin di sini artinya, kita harus benar-benar mempersiapkan hati kita, agar kita bisa beruntung di bulan suci Ramadhan.

Adapun maksud tersebut kata Buya seperti mempersiapkan hati dengan ketulusan mengabdi kepada Allah, menghilangkan ketakaburan dan menghilangkan rasa dengki.

Karena takabur atau sombong, dengki dan iri itu hanya akan menjadikan kita melakukan ibadah puasa terasa berat dan tidak diterima oleh Allah SWT.

Berat karena capek hati, sebab hati kita kotor, mendengki orang lain, melihat orang lain mendapat nikmat sakit hingga akhirnya menggunjing orang yang kita dengki.

Takabur dengan merasa kita ini lebih dari yang lainnya, sehingga muncul di hati kita rasa mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi atau bahkan meremehkan orang lain.

Hal yang semacam ini adalah sangat menyakitkan hati, karena penyakit-penyakit semacam ini biarpun kita tidak bersentuhan fisik dengan orang-orang yang kita benci atau orang yang kita dengki.

Khususnya jika hal ini terjadi kepada orang-orang yang sangat dekat kepada kita, baik itu orang tua, suami, istri, saudara, anak dan lain sebagainya.

Kedengkian, ketakaburan dan kebencian yang muncul di antara kita, di antara orang-orang yang dekat adalah sangat pedih dirasakan.

Akan tetapi jika kita ingin menjadi orang yang beruntung di bulan suci Ramadhan, haruslah kita ini menyingkirkan yang demikian itu, saran Buya.

Jangan sampai kita berlalut-larut di dalam kehinaan, berlarut-larut di dalam kekotoran hati seperti ini.

Maka mulai saat ini sambung Buya, mari kita membersihkan hati kita, kita pangkas kesombongan dan kita pangkas kedengkian dan dendam dengan cara seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu:

Pertama, kita selalu koreksi ke dalam diri kita.

Jangan merasa bahwasanya kita tidak punya penyakit hati. Kita harus selalu terus mencermati hati kita dan mencermati hawa nafsu kita.

Jangan sampai kita lalai mengontrol hawa nafsu kita. Yang lalai mengontrolnya maka akan terjerumus.

Tetapi kalau kita selalu mengontrol, diri kita pun akan selamat.

Lebih dari itu lanjut Buya, ini adalah makna perintah Allah SWT yang dijelaskan oleh para ulama bahwa segala ilmu yang kita peroleh adalah untuk menjaga diri kita sendiri sebelum orang lain.

Kalau sudah diri kita baik, kita menata diri kita, baru saat itu kita melihat orang-orang yang berada di sekitar kita.

Kemudian yang kedua kata Buya adalah mari kita saling berdoa diantara kita, jangan sampai kita pelit berdoa.

Termasuk marilah kita berdoa dengan segala kebaikan terhadap orang-orang yang bermasalah dengan kita.

Orang yang kita dengki, orang yang kita benci, orang yang kita dendami, orang yang bermusuhan dengan kita, orang yang berbohong kepada kita, orang yang berbuat curang (dzalim) kepada kita, kita doakan semuanya dengan doa-doa yang baik-baik.

Itu adalah pembersih hati kita dan lebih dari itu Allah SWT akan mengagungkan orang yang senantiasa berjuang untuk memerangi hawa nafsunya yang penuh dengan kekotoran itu.

Disaat kita sudah berusaha membersihkan hati kita yang demikian ini, maka Ramadhan akan lebih bermakna, kata Buya.

Kita akan merasakan keindahan dalam bulan Ramadhan.

Diantara suami istri tetap mesra dan indah, sangat mudah untuk melakukan ibadah.

Kakak beradik yang mesra sangat mudah untuk melakukan tegur menegur di dalam meningkatkan kualitas keimanan, ketaqwaan dan akhlak yang mulia.

Begitu juga kita dengan tetangga. Kalau sudah hati kita tertata, tidak ada kesombongan tidak ada saling meremehkan, yang ada adalah kerinduan untuk menyampaikan kebaikan, maka sungguh di saat itu sangat mudah bagi kita untuk mewujudkan dan menghadirkan ibadah-ibadah di bulan suci Ramadhan.

Dengan begitu lanjut Buya, maka kita akan menjadi orang-orang yang beruntung di bulan suci Ramadhan.

Keluar di bulan suci Ramadhan menjadi orang yang bertaqwa, yang hakikat taqwa itu adalah kita semakin baik kepada Allah dan semakin baik kepada sesama manusia.

Yang baik kepada Allah SWT tidak baik kepada manusia, bukanlah orang yang bertaqwa dan yang baik kepada manusia saja, tapi ternyata tidak khusyuk kepada Allah SWT dan tidak rindu kepada Allah SWT bukanlah orang yang bertaqwa.

Taqwa adalah gabungan dua makna keharmonisan dan keindahan kepada Allah SWT, sekaligus keharmonisan dan keindahan kepada sesama manusia yang dalam hal ini adalah buah manfaat puasa yang kita lakukan seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al Qur’an, pungkas Buya. (Serambinews.com/Firdha Ustin)

Baca juga berita lainnya

Baca juga: Turut Gugat Presiden Jokowi ke PTUN DKI Jakarta, Novel Baswedan Ungkap Alasannya

Baca juga: Heboh! Bupati Pidie Abusyik Obati Warga dengan Cara Dikubur, Videonya Beredar Luas di Medsos

Baca juga: Setelah Serang Rumah Sakit Bersalin di Kota Mariupol, Pasukan Rusia Terus Mengepung Kyiv Ukraina

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved