Konflik Rusia vs Ukraina
Rusia Siapkan Sanksi Balasan, Ukraina Tak Lagi Tertarik Masuk NATO
Pemerintah Rusia sedang mempersiapkan aksi balasan untuk merespons sanksi yang diterapkan Barat
MOSKOW - Pemerintah Rusia sedang mempersiapkan aksi balasan untuk merespons sanksi yang diterapkan Barat.
Moskow menegaskan, tanggapan mereka akan segera terasa di wilayah paling sensitif di Barat.
“Reaksi Rusia akan cepat, bijaksana, dan sensitif bagi mereka yang dituju,” kata Direktur Departemen Kerja Sama Ekonomi di Kementerian Luar Negeri Rusia Dmitry Birichevsky, Rabu (9/3/2022).
Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah menerbitkan dekrit untuk membatasi atau melarang impor serta ekspor produk dan bahan mentah tertentu.

Saat ini pemerintahan Putin tengah menyusun produk atau bahan mentah yang bakal masuk dalam pembatasan atau pelarangan tersebut.
"Pastikan penerapan langkah-langkah ekonomi khusus berikut hingga 31 Desember 2022: larangan ekspor dan impor produk dan/atau bahan mentah sesuai dengan daftar yang akan ditentukan oleh pemerintah Federasi Rusia," demikian bunyi salah satu kalimat dalam dokumen dekret yang ditandatangani Putin, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Pemerintah Rusia harus menentukan daftar negara yang bakal dicakup oleh keputusan Putin dalam waktu dua pekan.
Pembatasan tersebut tidak akan mencakup produk atau bahan baku yang diangkut oleh warga negara untuk kebutuhan pribadi mereka.
Baca juga: Larangan Impor Minyak Rusia Akan Pengaruhi Pasokan Energi Dunia
Baca juga: Presiden Ukraina Memohon Bantuan Berapi-Api ke Parlemen Inggris, Rusia Sebar Peringatan ke Kiev
Pada Selasa (8/3/2022) lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan akan memberlakukan larangan impor minyak dan gas dari Rusia.
Biden mengatakan, pemerintahannya menargetkan arteri utama ekonomi Rusia sebagai respons atas langkahnya menyerang Ukraina.
“Kami melarang semua impor minyak dan gas serta energi Rusia.
Itu berarti minyak Rusia tidak lagi dapat diterima di pelabuhan AS dan rakyat Amerika akan memberikan pukulan kuat lainnya kepada (Presiden Rusia Vladimir) Putin,” ujarnya.
Biden mengatakan, keputusannya memberlakukan larangan impor terhadap minyak dan gas Rusia diambil dalam konsultasi erat dengan sekutu.
“AS memproduksi jauh lebih banyak minyak di dalam negeri daripada gabungan seluruh Eropa.
Kami adalah pengekspor bersih energi, jadi kami dapat mengambil langkah ini ketika yang lain tidak bisa,” ucapnya.
Kendati demikian, Biden tak menampik bahwa rakyat AS akan menanggung konsekuensi dari keputusan pelarangan impor minyak dan gas Rusia tersebut.
“Akan ada harga juga di sini, di AS.
Baca juga: Bocah 11 Tahun Asal Ukraina Melarikan Diri Sendiri ke Slowakia Tanpa Keluarga
Saya katakan, saya akan sejajar dengan rakyat Amerika dari awal, dan ketika saya pertama kali berbicara tentang hal ini, saya mengatakan, ada harga untuk mempertahankan kebebasan, itu akan merugikan kita juga di AS,” kata Biden.
Sebelumnya Barat juga telah menerapkan sanksi keras, yakni mengeluarkan Rusia dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication atau SWIFT.
Ia merupakan jaringan keamanan tinggi yang menghubungkan ribuan lembaga keuangan di seluruh dunia SWIFT memungkinkan bank untuk memindahkan uang dengan cepat dan aman, mendukung triliunan dolar dalam arus perdagangan serta investasi.
Dikeluarkannya Rusia dari SWIFT dianggap sebagai hukuman ekonomi terberat.
Karena dengan sanksi itu, Moskow menjadi lebih terisolasi secara ekonomi dibandingkan sebelumnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa dirinya tidak lagi mendesak keanggotaan NATO untuk Ukraina, masalah sensitif yang menjadi salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina yang pro-Barat.
Dalam tanggapan lain yang ditujukan untuk "menenangkan" Moskwa, Zelensky mengatakan dia terbuka untuk berkompromi pada status dua wilayah pro-Rusia, Donetsk dan Luhansk yang diakui Presiden Vladimir Putin sebagai wilayah merdeka sebelum melancarkan invasi pada 24 Februari.
"Saya telah tenang mengenai pertanyaan ini sejak lama setelah kami memahami bahwa NATO tidak siap untuk menerima Ukraina," kata Zelensky dalam sebuah wawancara yang disiarkan ABC News pada Senin (7/3/2022) malam waktu setempat.
"Aliansi (NATO) takut akan hal-hal kontroversial, dan konfrontasi dengan Rusia," tambah dia, dikutip dari AFP, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: Zelenskyy Mulai Sadar, NATO Tidak Terima Negaranya, Siap Berunding dengan Separatis Dukungan Rusia
Baca juga: Selain Rudal, Rusia Ternyata Punya Senjata Paling Mematikan, Bisa Bikin NATO Kocar-Kacir
Mengacu pada keanggotaan NATO, Zelensky mengatakan melalui seorang penerjemah bahwa dirinya tidak ingin menjadi presiden dari negara yang memohon sesuatu dengan berlutut.
Rusia sendiri telah mengatakan tidak ingin negara tetangga Ukraina bergabung dengan NATO, aliansi transatlantik yang dibuat pada awal Perang Dingin untuk melindungi Eropa dari Uni Soviet.
Dalam beberapa tahun terakhir aliansi telah berkembang lebih jauh dan lebih jauh ke timur untuk mengambil negara-negara bekas blok Soviet, membuat marah Kremlin.
Rusia melihat perluasan NATO sebagai ancaman, seperti halnya postur militer sekutu baru Barat ini di depan pintunya.
Sesaat sebelum dia mengejutkan dunia dengan memerintahkan invasi Rusia ke Ukraina, Putin telah lebih dulu mengakui dua "republik" separatis pro-Rusia di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Lugansk yang telah berperang dengan Kyiv sejak 2014. (reuters/kompas.com)
Baca juga: Militer Rusia Gagal Caplok Cepat Ukraina, Paksa Presiden Vladimir Putn Hitung Ulang Serangan
Baca juga: Usai AS Berikan Sanksi ke Rusia, Pemimpin Arab Saudi dan UEA Tolak Panggilan Telepon dari Joe Biden