Logo Halal Baru
Logo Halal Terbaru tak Wajib di Aceh, Akademisi: Terkesan Mendegradasi Otoritas MUI
Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh menegaskan logo halal yang baru itu tidak wajib digunakan pelaku usaha yang mengedarkan produk usahanya di aceh
“Khusus Aceh tetap dengan label halal yang dikeluarkan MPU Aceh. Undang-undang tentang halal memang mengistimewakan Aceh,”
-- TGK H FAISAL ALI,
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan label halal terbaru yang berlaku secara nasional, menggantikan lebel halal lama yang dikeluarkan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan efektif berlaku sejak 1 Maret 2022.
Namun Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menegaskan bahwa logo halal yang baru itu tidak wajib digunakan pelaku usaha yang mengedarkan produk usahanya di Aceh.
"Karena Aceh punya qanun tersendiri, yaitu Qanun Aceh No 8 Tahun 2006 tentang Jaminan Produk Halal," kata Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali atau yang akrab disapa Lem Faisal.
Baca juga: Label Halal Indonesia Baru Berlaku Secara Nasional, Menag Yaqut: Label Halal MUI tak Berlaku Lagi
Sedangkan untuk pengusaha yang mengedarkan barang usahanya secara nasional, menurut Lem Faisal, tentu harus mengikuti kewajiban logo halal nasional tersebut.
"Khusus Aceh tetap dengan label halal yang dikeluarkan MPU Aceh. Undang-undang tentang halal memang mengistimewakan Aceh," pungkas Lem Faisal.
Penetapan logo halal terbaru oleh Kemenag memang sedang ramai dibicarakan dan mendapat respons beragam dari masyarakat.
Pantauan Serambi di Twitter, tak sedikit warganet menyebut logo halal itu terkesan seperti memaksakan jawa sentris karena berbentuk seperti gunungan wayang.
Mendegradasi MUI
Sementara itu, Akademisi UIN Ar-Raniry, Dr Teuku Zulkhairi MA, menyayangkan penerbitan logo halal terbaru oleh Kementerian Agama yang terkesan mendegradasi otoritas MUI.
Dia mengatakan, bagi umat Islam, posisi ulama adalah pewaris para Nabi. Otoritas ulama diakui oleh umat Islam di Indonesia.
Jadi posisi mulia ulama ini semestinya ikut dijaga oleh pemerintah, termasuk dalam isu label halal ini.