Logo Halal Baru
Logo Halal Terbaru tak Wajib di Aceh, Akademisi: Terkesan Mendegradasi Otoritas MUI
Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh menegaskan logo halal yang baru itu tidak wajib digunakan pelaku usaha yang mengedarkan produk usahanya di aceh
"Menggantikan label halal MUI yang sudah diterima masyarakat muslim Indonesia dan dibarengi dengan pengambilalihan kewenangan, itu terkesan mendegradasi otoritas MUI yang sangat dihormati umat Islam. Seharusnya, bagaimanapun caranya jangan ada kesan ini ke publik," ujar Teuku Zulkhairi.
Baca juga: Inilah Pentingnya Mencari Pekerjaan yang Halal, Buya Yahya : Rezekinya Bisa Bikin Anak Jadi Pintar
Di sisi lain, pandangan-pandangan dari banyak kalangan yang menilai label halal baru Kemenag terlalu jawa sentris juga perlu didengar oleh pengambil kebijakan.
Suara-suara ini tidak boleh diabaikan. Merawat Keindonesiaan harus dimulai dengan paradigma yang menyatukan dan diterima oleh umat Islam secara luas.
“Logo halal lama yang jelas bahasa Arabnya dan tidak terkesan Jawa Sentris selama ini terbukti diterima oleh umat Islam di Indonesia,” tukas Zulkhairi.
Untuk konteks Aceh, sebagai provinsi yang memiliki keistimewaan, dia berharap label halal ini tetap menjadi bagian dari otoritas ulama di Aceh, dalam hal ini yaitu MPU Aceh. Apalagi dengan adanya Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2016 tentang Jaminan Produk Halal.
“Jadi intinya kita perlu perkuat qanun Aceh ini dan akan tetap selalu mendukung ulama di Aceh sebagai pemilik otoritas dalam hal keagamaan sebagai suatu keistimewaan Aceh dalam penerapan Syari'at Islam,” pungkasnya.
Baca juga: Logo Halal Lama Masih Berlaku Hingga 2026 Sepanjang Sertifikatnya Belum Kedaluwarsa
Tak Persoalkan
Secara terpisah, Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Aceh mengaku tidak keberatan dengan perubahan label atau logo halal.
Karena yang terpenting, kepentingan masyarakat untuk mendapatkan produk halal terpenuhi.
"Yang terpenting menurut saya adalah bagaimana masyarakat terpenuhi kepentingannya untuk mendapatkan segala bentuk produk yang halal," kata Sekretaris DPW PPP Aceh, Ilmiza Sa'aduddin Djamal, Minggu (13/3/2022).
Ilmiza hanya menekankan agar setiap produk yang dihasilkan oleh masyarakat juga harus mendapatkan kualifikasi yang benar-benar halal yang ketentuannya sudah ditentukan sesuai dengan aturan.
"Yang penting jangan melanggar dari ketentuan agama Islam yang sudah digariskan. Karena mayoritas penduduk Indonesia ini beragama Islam," tegasnya.
Baca juga: MPU bukan MUI
Anggota DPRK Banda Aceh ini meminta pemerintah untuk terus mendampingi dan memberikan sosialisasi kepada masyarakat dalam mengurus label halal.
"Jadi kalaupun diajukan oleh masyarakat, masyarakat juga perlu diberikan pedoman sosialisasi bagaimana produk halal, baik sumber bahan, cara mendapatkan, serta pengemasan yang dapat menimbulkan produk itu tidak halal," ucap dia.
"Bisa jadi akibat pengemasan yang tidak baik akan menimbulkan barang tersebut tidak halal, terkena cemaran lingkungan atau cemaran dari kotoran-kotoran sehingga produknya tidak halal lagi," tambah dia.
Di samping itu, pemerintah juga diminta untuk memasifkan sosialisasi pentingnya mengurus label halal kepada pelaku UMKM.
"Bukan sekedar peraturan ini turun, tapi bagaimana kebijakan atau aturan itu nyampe ke UMKM tingkat bawah dan masyarakat yang merasakan konsumen dari produk halal tersebut," terang Ilmiza.(serambi indonesia/dan/mas/mun)