Kupi Beungoh

Melihat Kegigihan Darmiati, Janda “Eksportir” Pisang Asal Laweung Pidie

Darmiati adalah perempuan tangguh asal Desa Laweung yang sejak beberapa tahun lalu memilih bermukim di Desa Simpang Beutong, Pidie.

Editor: Amirullah
Istimewa
Penulis Hasan Basri M Nur (kiri), Aan Annazari (dua kiri), Darmiati (dua kanan) dan Aswar (kanan) 

Oleh: Hasan Basri M. Nur*)

SERAMBINEWS.COM - Banyak orang, termasuk anak muda yang baru lulus dari perguruan tinggi, mengeluh susahnya mendapatkan pekerjaan, apalagi di Aceh yang sangat minim industri.

Keluhan demi keluhan keluar dari mulut kaum penganggur muda di warung kopi hingga media sosial.

Sedikitnya terdengar dua bentuk keluhan dari publik terkait lapangan kerja di Aceh.

Pertama, di Aceh nyaris tidak tersedia perusahaan besar, kecuali beberapa unit saja yang sebagiannya merupakan peninggalan Orde Baru seperti PT Solusi Bangun Andalas Lhoknga dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).

Kedua, mengeluh sebagai konsekuensi kalah saing atau ada permainan dalam memperebutkan formasi lowongan kerja yang tersedia.

Pepatah paling popular untuk keluhan ini adalah: Buya krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki.

Baca juga: Digugat Cerai Olla Ramlan, Mediasi Gagal, Aufar Hutapea Ingin Bertahan, Olla?

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe, Kawasan Industri Aceh (KIA) di Ladong Aceh Besar dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sebagai freeport (pelabuhan bebas) dan free trade zone (kawasan perdagangan bebas) yang diharapkan melahirkan aneka industri dan membuka lapangan kerja di Aceh hingga kini tak menemukan bentuknya, walau dana negara tak terhitung jumlahnya telah dikuncurkan.

Di tengah kondisi dan persepsi pesimis itu terdapat seorang perempuan kampung yang optimis dalam menatap masa depan ekonomi Aceh. Itulah sosok Darmiati (55).

Darmiati adalah perempuan tangguh asal Desa Laweung yang sejak beberapa tahun lalu memilih bermukim di Desa Simpang Beutong, Pidie. Dia menggarap potensi alam yang tersedia di lingkungan tempat dia bermukim.

Perempuan gigeh ini memilih tinggal di Simpang Beutong agar dapat memasarkan aneka pisang segar yang dia kumpulkan dari petani setempat.

Awalnya dia bersama suaminya menjalankan bisnis ini agar dapat mengasapi dapur dan menyekolahkan lima putra-putrinya.

Beberapa tahun lalu suaminya sebagai ujung tombak ekonomi keluarga meninggal dunia. Sejak saat itu Darmiati menjadi pemegang kendali kelangsungan hidup keluarga.

Baca juga: Hotman Paris Kini Pilih Pisah Ranjang dengan Istri Setelah 33 Tahun Menikah, Bukan karena Berantem

Bermodal semangat optimis dan didukung kerja keras sambil terus belajar dari pengalaman, kini Darmiati berhasil memastikan kelangsungan kepulan asap dapur bagi keluarganya.

Dagang pisang yang semula dirintis bersama sang suami tercinta kini semakin berkembang di tangannya. Darmiati sudah memiliki jaringan untuk memasarkan pisang ke luar Aceh.

“Sekitar seminggu dua kali saya mengirim pisang ke Medan dengan truck,” kata Darmiati saat kami singgah untuk membeli pisang di tempat usahanya di pinggir jalan raya Banda Aceh – Medan, Simpang Beutong, beberapa waktu lalu.

“Dalam satu unit truck muat antara 1.700 sampai 2.500 tandan pisang, tergantung ukuran truk,” tambahnya merinci.

Darmiati menceritakan, truck-truck pengangkut makanan kebutuhan pokok (gula, tepung, beras, kue dan lain-lain) asal Medan tujuan Banda Aceh, sebagian besar pulang kembali ke Medan dalam kedaan kosong.

Beberapa truck tersebut sudah berlangganan singgah di depan kios “gubuk” milik Darmiati untuk mengangkut pisang-pisang yang telah dikumpulkan dari muge (pengumpul dari kebun) keliling.

Disebutkan, sopir truck itu mengangkut dan memasarkan pisang tersebut ke pasar induk di Medan hingga Batam. Diperkirakan, pisang yang telah tiba di Batam selanjutnya ada yang dikirim (ekspor) ke Singapura dan Malaysia.

Darmiati mengaku persediaan pisang di Aceh, khususnya Pidie, masih terbatas, tidak sanggup memenuhi permintaan pasar di luar Aceh.

Darmiati dan tumpukan pisang yang siap
Darmiati dan tumpukan pisang yang siap "ekspor" ke luar Aceh. (ist)

Baca juga: Awalnya Gerd, Ternyata Ada Batu Empedu di Tubuh Maia Estianty dan Harus Segera Dioperasi

Baca juga: Seniman Aceh Rilis Lagu Presiden Tiga Periode, Minyak Goreng dan Pawang Hujan

Disnaker Siap Memfasilitasi Sentra Pisang di Laweung

Selain memasarkan pisang kualitas super ke Medan dan Batam, Darmiati juga mengolah pisang ukuran kecil menjadi pisang sale goreng.

Namun, usaha pisang sale goreng ini masih berskala kecil dan konvensional. Darmiati membutuhkan bantuan atau pendampingan dari dinas terknis terkait, baik di Kabupaten Pidie maupun di Provinsi Aceh, agar usaha yang mulai dirintisnya dapat berkembang.

Kabid Pelatihan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Disnakermobduk Aceh, Aswar Ramli Paya, yang ikut membeli pisang di tempat Darmiati mengatakan, pihaknya bersedia membantu pelatihan, pendampingan dan penyiapan tenaga kerja untuk menjadikan Simpang Beutong sebagai “Sentra Aneka Olahan Pisang”.

Aswar menyebutkan jika ada Pemkab Pidie dan dinas terkait mau berkolaborasi dalam merancang “Sentra Aneka Olahan Pisang” di Simpang Beutong, maka pihaknya akan turun langsung untuk mewujudkan keinginan tersebut.

“Melihat potensi pisang di Pidie dan keberadaan sosok seperti Ibu Darmiati, kami yakin akan keberhasilan untuk mewujudkan sentra pisang dengan berbagai varian di Simpang Beutong,” ujar Aswar.

“Apalagi Simpang Beutong terletak di pinggir jalan nasional yang tiada henti dilintasi manusia. Tamu yang melintas tentu akan singgah untuk membeli oleh-oleh khas Beutong,” tambah Aswar yang juga Sekretaris Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan (FKJP) Aceh itu.

Aswar menawarkan agar pisang-pisang itu diolah menjadi berbagai makanan ringan, seperti keripik pisang, sale goreng, keripik pisang tepung dan aneka makanan ringan lainnya.

Baca juga: Presiden Ukraina Berpidato di Grammy Awards, Tunjukkan Dukungan Yahudi Makin Kuat

“Tentunya kita perlu bekerjasama dengan pihak kampus khususnya Prodi Pengolahan Produk Pertanian agar produk yang dihasilkan bukan sekedar coba-coba,” sambung Aswar didampingi stafnya Aan Annazari dan Indra.

“Kalau Pemkab Pidie dan dinas terkait lain berminat mengembangkan potensi pisang di Simpang Beutong ini, kami dari Disnaker Aceh siap mengambil bagian dalam merancang dan intervensi dalam pengembangannya,” tegas Aswar.

Selain itu, kemasan untuk produk ini juga perlu mendapat perhatian. Snack yang gurih tapi kemasannya alakadar akan menurunkan daya tarik dan selera.

“Dalam hal ini, bentuk kemasan perlu mendapat perhatian khusus,” katanya.

Pidie Jaya sudah memiliki “ade” dalam berbagai varian sebagai ikon makanan dan oleh-oleh khasnya. Nah, untuk Pidie sangat layak memikirkan produk turunan dari pisang yang ada di Simpang Beutong.

Pertanyaannya: Siapa yang akan memulai terobosan ini? Bersediakah Bupati Pidie Ronni Ahmad Ahmad SE MM mengundang pihak-pihak terkait termasuk Darmiati untuk merancang program “Aneka Olahan Pisang” di Simpang Beutong?

Jika Ronni Ahmad alias Abusyik bersedia menjalankan program yang berpihak pada pelaku UMKM ini, maka ia akan menjadi warisan (legacy) yang akan dikenang sepanjang masa oleh rakyat Pidie. Semoga!

 

Penulis,Hasan Basri M. Nur Dosen Prodi KPI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, email: hasanbasrimnur@gmail.com

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis

BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Baca juga: Rusia Minta Dewan Keamanan PBB Bertemu, Bahas Kematian Warga Sipil d Bucha, Barat Marah

Baca juga: Jerman Setuju Negara Barat Tambah Sanksi terhadap Rusia Pasca Tragedi Pembunuhan di Bucha

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved