Berita Banda Aceh
Distanbun Aceh Undang 52 Perusahaan PKS, Bahas Penyetopan Ekspor CPO, Harga TBS Sawit Merosot
Tujuannya untuk membahas dan mencari solusi terbaik guna mengatasi kebijakan penyetopan sementara ekspor CPO dan bahan olahan ikutan lainnya
Penulis: Herianto | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM - Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, pada hari Kamis (12/5/2022) mengundang 52 perusahaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Pengurus Apkasindo, Pengurus GAPKI, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota ke Banda Aceh.
Tujuannya untuk membahas dan mencari solusi terbaik guna mengatasi kebijakan penyetopan sementara ekspor CPO dan bahan olahan ikutan lainnya.
Karena ini memberikan dampak langsung terhadap penurunan harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani dan kelangsungan operasional pabrik kelapa sawit (PKS) di Aceh.
“Acara pertemuan Distanbun Aceh, dengan 52 pengusaha PKS, Pengurus GAPKI, Apkasindo, pihak Perkebunan Kabupaten/Kota kita laksanakan di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, “ kata Kadistanbun Aceh, Cut Huzaimah SP, MP kepada Serambinews.com, Rabu (11/5/2022) di Gedung II Distanbun Aceh.
Kebijakan Kemendag tentang penyetopan ekspor CPO bersama bahan ikutan olahan lainnya yang diterbitkan pada tanggal 27 April 2022.
Kemudian diikuti dengan surat Plt Dirjenbun Nomor 168/KB.020/E/04/2022 tertanggal 28 April 2022, tentang penetapan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani di berbagai daerah sentra produksi kelapa sawit.
Baca juga: Harga Beli TBS Murah, Petani Enggan Panen Sawit, Suplai ke Pabrik Minim, Pengusaha PKS Bisa Rugi
Menurut Kadistanbun Aceh sudah disikapi Pemerintah Aceh, melalui surat Sekda Aceh dr Taqwallah M.Kes, kepada Bupati/Walikota pada tanggal 9 Mei 2022, tentang PKS tidak menetapkan harga TBS sepihak.
Dalam surat Sekda Aceh tersebut, kata Cut Huzaimah, Pemerintah Aceh meminta pembelian TBS petani kelapa sawit , terkait kebijakan penyetopan sementara ekspor CPO ke luar negeri, baik yang bermitra maupun swadaya oleh pabrik kelapa sawit (PKS).
Agar merujuk sepenunya kepada harga yang ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 tahun 2018 dan menyesuaikan /koreksi harga yang rasional.
Kemudian, harga TBS yang ditetapkan oleh Tim bersifat dinamis dan berdasarkan kepada nilai rendemen, umur tanaman dan utamanya pergerakan harga kontrak penjualan CPO dari PKS dan hasil lelang.
Oleh karena itu dalam penetapan harga TBS PKS harus dan hanya merujuk kepada harga yang ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga Provinsi.
Bupati, diminta segera mengirim surat Edaran Penegasan kepada setiap PPKS agar pembelian TBS pekebun merujuk poin a dan b surat Sekda Aceh.
Serta menugaskan Tim dari Dinas terkait bersama organisasi petani sawit, untuk melakukan pengawasan dan melaporkan hasil pengawasan kepada Gubernur up Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.
Apabila ditemukan ada PKS secara sepihak menetapkan harga yang tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan Tim Provinsi , maka Bupati/Walikota diminta secara tegas memberikan sanksi sesuai kewenangan yang dimilikinya.
Baca juga: Sempat Turun, Harga Sawit di Aceh Singkil Kembali Naik
Surat Sekda Aceh yang dikirimkan kepada para Bupati dan Walikota itu, kata Cut Huzaimah, mungkin sudah diteruskan kepada perusahaan PKS yang beroperasi di Aceh.
Tapi, harga TBS petani di daerah, cenderung menurun.
Di Abdya dan Aceh Singkil, harga TBS petani saat ini berkisar antara Rp 2.000 – Rp 2.100/Kg, dari sebelumnya Rp 2.900 – Rp 3.200/Kg.
Peneurunan harga itu, disebabkan stok CPO PKS sudah banyak, sementara ekspor belum diberikan sampai 11 Mei 2022 kemarin.
Dalam masalah ini, kata Cut Huzaimah, kita tidak perlu ada saling menyalahkan.
"Untuk itu, kita buka ruang pertemuan kepada pegusaha PKS dan Asosiasi petani kelapa sawit, untuk menyampaikan pemikirannya, guna mencari solusi dampak dari kebijakan penyetopan sementra ekspor CPO ini," ujarnya.
Informasi yang diperoleh dari PKS di seluruh Indonesia, produksi CPO nasional per tahun mencapai 48.000 juta ton.
Sementara kebutuhan untuk bahan baku minyak goreng dan lainnya hanya 18.000 juta ton, sekarang ini baru terpakai untuk bahan baku minyak goreng nasional hanya 6.000 juta ton.
Ini artinya, Indonesia masih kelebihan produksi CPO sekitar 30.000 juta ton.
Kalaupun sebagian dari kelebihan produksi CPO itu, separuhnya digunakan untuk bahan baku BBM bio slolar, masih ada kelebihan produksi sekitar 15.000 juta ton lagi.
Baca juga: Distanbun Aceh Panggil Semua PMKS Bahas Anjloknya Harga TBS Sawit
Di Aceh, sebut Cut Huzaimah, ada 57 PKS dan yang sudah beroperasi sebanyak 52 perusahaan dengan luas kebun sawit 226.100,83 hektar.
Produksi TBS nya sekitar 1.809.616,57 ton/tahun dan CPO 351.923,31 ton/tahun.
Sementara kebun sawit milik petani ada seluas 247.101,63 hektar dengan produksi TBS 459.373 ton/tahun.
Kalau kebijakan stop sementara ekspor CPO secara nasional berjalan dalam waktu yang lama, akan memberikan dampak buruk yang besar bagi petani kelpa sawit dan PKS di Aceh.
Harga TBS petani kelapa sawit akan semakin anjlok, dan perusahaan PKS di Aceh, bakal banyak yang stop operasi, karena di Aceh, belum ada industri minyak goreng dan bahan olahan ikutan kelapa sawit lainnya.
“Kebijakan penyetopan ekspor sementara CPO ini, sangat memberikan dampak bagi harga jual TBS petani di Aceh.
Oleh karena itu, kita perlu mencari solusi jangka pendeknya, agar kebijakan itu, tidak memberikan dampak buruk yang berkepanjangan bagi petani sawit dan pengusaha PKS serta prekonomian daerah,” ujar Cut Huzaimah.(*)
Baca juga: Indonesia Larang Ekspor, Malaysia Ambil Keuntungan dengan Dominasi Pasar Minyak Sawit di India