Matahari Melintas Tepat di Atas Ka'bah 27 Mei 2022, Perhatikan 3 Hal Ini saat Cek Ulang Arah Kiblat
Matahari melintas tepat di atas Ka'bah pada 27-28 Mei 2022, momen ini kerap dimanfaatkan umat Islam di seluruh dunia untuk mengetahui arah kiblatnya.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
Matahari Melintas Tepat di Atas Ka'bah 27 Mei 2022, Perhatikan 3 Hal Ini saat Cek Ulang Arah Kiblat
SERAMBINEWS.COM - Berdasarkan data astronomi, matahari akan kembali melintas tepat di atas Kabah pada Jumat dan Sabtu 27 dan 28 Mei 2022.
Hal itu dikatakan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Adib.
Matahari akan kembali melintas tepat di atas Kabah pada Jumat dan Sabtu 27 dan 28 Mei 2022.
Dilansir Serambinews.com dari laman Kementerian Agama pada Rabu (12/5/2022), matahari akan melintas tepat di atas Ka'bah pukul 16.18 WIB atau 17.18 WITA pada Jumat dan Sabtu 27 dan 28 Mei 2022.
“Peristiwa alam ini akan terjadi pada pukul 16.18 WIB atau 17.18 WITA. Saat itu, bayang-bayang benda yang berdiri tegak lurus, di mana saja, akan mengarah lurus ke Ka'bah," terang Adib.
Menurutnya, peristiwa semacam ini dikenal dengan nama Istiwa A'zham atau Rashdul Qiblah.
Baca juga: Tanggal 26-28 Mei 2021 Matahari Tepat Berada di Atas Kabah, Begini Cara Mengoreksi Arah Kiblat
Yaitu, waktu matahari di atas Ka'bah di mana bayangan benda yang terkena sinar matahari menunjuk arah kiblat.
Momentum ini, lanjut Adib, dapat digunakan bagi umat Islam untuk memverifikasi kembali arah kiblatnya.
Caranya, sesuaikan arah kiblat dengan arah bayang-bayang benda pada saat Rashdul Qiblah.
Dijelaskan Adib, setidaknya da 3 hal yang perlu diperhatikan saat verifikasi ulang arah kiblat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses verifikasi arah kiblat, yaitu:
1. Pastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar berdiri tegak lurus atau pergunakan Lot/Bandul
2. Permukaan dasar harus betul-betul datar dan rata
Baca juga: 26 Mei 2021 Matahari Tepat di Atas Kabah, Waktu yang Tepat untuk Cek Arah Kiblat
3. Jam pengukuran harus disesuaikan dengan BMKG, RRI atau Telkom
Sebelumnya, matahari juga pernah melintas tepat di atas Kabah pada Kamis (27/5/2021) lalu
Adanya fenomena astronomi tersebut kerap dimanfaatkan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk mengetahui arah kiblatnya.
Apakah ada pergeseran? Jika ada, seberapa besar dan kemana pergeseran itu terjadi?
Peneliti di Pusat Sains dan Antariksa Lembaga Antariksa Penerbangan Nasional (Lapan) Andi Pangerang menjelaskan, mengapa peristiwa matahari di atas Kabah tersebut kerap dijadikan momentum untuk memperbarui arah shalat bagi para pemeluk Islam.
"Karena matahari berada tepat di atas Kabah ketika tengah hari, maka setiap bayangan di tempat lain yang jauh dari Kabah otomatis akan mengarah ke Kabah, sehingga bayangannya sendiri menjadi arah kiblat," jelas Andi dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Jamaah Hanya Boleh Ibadah Umrah 3 Jam, Usia Dibatasi, Dilarang Sentuh Kabah dan Hajar Aswad
Perlu diketahui, Kabah yang terdapat di Kota Makkah menjadi arah atau kiblat umat Islam dalam menunaikan ibadah shalat.
"Kondisi Matahari yang melintas tepat di atas Kabah menjadi kesempatan yang baik untuk dapat mengetahui di mana arah Kabah atau kiblat secara persis," katanya lagi.
Bagaimana cara mengukurnya?
Ternyata tidak sulit untuk dapat mengetahui di mana arah Kabah saat Matahari diketahui tengah ada di atasnya.
"Untuk cara mengeceknya, cukup gunakan benda yang tegak dan tidak berongga di bagian alasnya. bisa tongkat, botol, kaleng, bahkan spidol papan tulis (boardmarker)," sebut Andi.
Salah satu alat itu, atau alat lainnya yang memungkinkan, cukup diletakkan di tempat yang permukaannya rata, tidak miring atau bergelombang.
"Lalu, amati ke mana arah bayangan yang terbentuk. Itulah arah Kabah yang menjadi kiblat," jelas dia.
Dengan catatan, pengamatan dilakukan di waktu yang sama dengan terjadinya peristiwa.
"Bayangannya diamati pada jam ketika Matahari tepat di atas Kabah.
Untuk jamnya, 12.17.52 waktu Saudi atau 16.17.52 WIB/17.17.52 Wita," sebut dia.
Mengingat wilayah Indonesia timur sudah memasuki pukul 18.17.52 WIT ketika peristiwa itu terjadi, maka pengukuran tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama, karena sudah tidak ada lagi matahari yang dapat menghasilkan bayangan penunjuk arah Kabah.
"Untuk Indonesia Timur, Matahari sudah terbenam ketika tepat di atas Kabah, sehingga dapat menggunakan Fenomena Nadir Kabah," papar Andi.
Apa itu Nadir Kabah?
Ia menjelaskan, Nadir Kabah merupakan kebalikan dari Zenit Kabah atau Matahari di atas Kabah.
"(Nadir Kabah) Yakni ketika Matahari tepat berada di bawah Kabah ketika tengah malam, atau Matahari tepat berada di atas titik antipoda Kabah. Titik antipoda Kabah sendiri adalah titik yang jaraknya 180 derajat terhadap Kabah itu sendiri," ungkap Andi.
"Jadi, jika menggunakan metode ini, arah kiblat bisa diukur pada pukul 00.17.52 waktu Saudi Arabia atau 06.17.52 WIT," kata dia.
Berkebalikan dengan metode Zenit Kabah, metode Nadir Kabah ini, imbuhnya tidak bisa dipraktikkan oleh masyarakat yang ada di zona waktu WIB dan Wita, karena matahari belum muncul sehingga belum bisa menghasilkan bayangan.
Kekurangan
Meski berupaya sedapat mungkin melakukan pengukuran di waktu yang telah ditentukan, Andi menyebut tetap saja hasil pengukuran itu tidak bisa 100 persen tepat dan presisi.
"Meskipun memang masih terdapat selisih, mengingat, ketika Matahari berkulminasi di atas Kabah, tidak benar-benar tepat di zenit melainkan berselisih antara -16 hingga +16 menit busur," ujarnya.
Bisakah diukur di waktu yang lain?
Ternyata, pengukuran tidak hanya bisa dilakukan di jam, menit, atau detik saat peristiwa Matahari di atas Kabah terjadi.
Andi mengatakan pengukuran juga bisa dilakukan di waktu sebelum atau sesudahnya, jadi tidak seterbatas itu harus pada pukul 12.17.52 waktu Arab Saudi.
"Sebenarnya bisa diukur antara 30 menit sebelum hingga sesudah momen puncaknya, jika memang ketika momen puncaknya justru matahari terhalang awan sehingga tidak terbentuk bayangan yang menunjukkan arah kiblat," kata dia.
Hanya saja, metode yang satu ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang berada di wilayah dengan ketinggian Matahari cukup rendah (<30>
Mengapa? Karena di daerah dengan kriteria tersebut perubahan azimutnya tidak terlalu besar.
"Indonesia masih masuk di dalamnya," sebut Andi.
Terjadi setiap tahun
Dengan demikian, kita yang ada di Indonesia bisa melakukan pengukuran 30 menit sebelum dan sesudah waktu puncak yang telah ditentukan.
Sebaliknya, jika dilakukan di daerah dengan ketinggian Matahari di atas 30 derajat, misalnya Eropa bagian timur, Afrika bagian timur, Iran, Irak dan negara-negara Asia Tengah, maka hasilnya menjadi kurang akurat, karena perubahan azimut yang terlalu besar.
Tak hanya 30 menit sebelum dan sesudah waktu puncak, ternyata pengukuran arah Kabah juga bisa dilakukan 2 hari sebelum hingga 2 hari sesudah peristiwa, dengan catatan di jam yang sama.
"Jadi ada dua alternatif: di hari yang sama dengan interval +/- 30 menit atau di jam yang sama dengan interval +/- 2 hari," pungkas Andi.
Peristiwa Matahari melintas tepat di atas Kabah terjadi setiap tahunnya, antara 27-28 Mei atau 15-16 Juli. (Serambinews.com/Firdha Ustin)
Baca juga berita lainnya
Baca juga: Serahkan SK untuk 200 CPNS dan 170 PPPK Guru, Bupati Nagan Raya Ingatkan Larangan Pindah
Baca juga: Antisipasi Penyakit Mulut dan Kuku Hewan, Kapolres Imbau Warga Lebih Selektif Beli Sapi Luar Daerah
Baca juga: Libur Lebaran, 130 Ribu Pengunjung Padati Destinasi Wisata di Aceh, Ini Objek Paling Ramai Wisatawan