Selama Lima Tahun, Tiga Keni Gayo Diletakkan di Ruang Pertemuan Balar Sumut, Untuk Apa?
"Keberadaan tiga keni atau dalam bahasa Indonesia disebut kendi itu bisa menciptakan perhatian lebih fokus pada saat diskusi," kata Kepala Balar Sumut
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Kelompok budaya ini juga mongoloid Austronesia, namun paling belakangan penyebarannya di era prasejarah," kata Ketut.
“Produknya pasca 2000 SM. Kelompok budaya Sa-Huynh Kalanay inilah yang memberi banyak variasi dalam pola hias.
Salah satu cirinya adalah, tidak ada ruang kosong dalam gerabah yang mereka hasilkan. Gerabah-gerabah itu diukir sedemikian rupa sehingga ruangnya penuh," jelasnya sambil memperlihatkan permukaan keningang penuh dengan hiasan.
Baca juga: Tour de Aceh Etape I Sukses Digelar, Parkside Gayo Petro Hotel Dukung Even Pembangkit Pariwisata
Keni (gerabah) merupakan karya budaya orang Gayo yang terbuat dari tanah liat, dan campuran pasir halus.
Keni Gayo terdiri atas empat bentuk yang disesuaikan dengan jenis kelamin pemakainya.
Masing-masing bentuk memiliki ciri serta fungsi yang berbeda.
"Keni Rawan yang berkaki tinggi dan melebar ke bawah dipakai oleh kaum laki-laki. Keni Banan yang berbentuk bulat tanpa kaki dipakai kaum perempuan.
Keni Labu bentuknya mirip buah labu dipakai oleh sesepuh perempuan.
Satu lagi Keni Ganyong bentuknya mirip labu, tapi ukuran lebih kecil dipakai oleh anak-anak.
Secara umum, kegunaan utama keni bagi masyarakat Gayo adalah wadah air minum," jelas Ketut.
Ketut menyarankan agar motif-motif yang ditemukan dari masa prasejarah direproduksi kembali dalam bentuk keni yang dibuat di era sekarang ini.
"Kita punya dokumen motif dari era prasejarah seperti yang kita temukan.
Silakan kalau mau dipelajari, ini adalah pengetahuan yang sangat berharga dan diterapkan di keni sekarang," katanya. (*)