Kekerasan Seksual
Aceh Nyatakan ‘Perang’ terhadap Kekerasan Seksual, Revisi Qanun Hukum Jinayat Hampir Final
Politikus muda Partai Gerindra ini mengaku prihatin dengan kondisi Aceh saat ini dimana kejahatan seksual semakin sering terdengar, disamping kasus kr
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) saat ini sedang merampungkan revisi (perubahan) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Perubahan ini untuk memperkuat qanun dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual yang saat ini sudah sangat mengkhawatirkan dan bisa dibilang darurat.
"Kondisi ini menjadi tanggungjawab kita semua, baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menyatakan perang terhadap kekerasan seksual," tegas Wakil Ketua DPRA, Safaruddin di Banda Aceh, Senin (16/5/2022).
Politikus muda Partai Gerindra ini mengaku prihatin dengan kondisi Aceh saat ini dimana kejahatan seksual semakin sering terdengar, disamping kasus kriminalitas serta penyalahgunaan dan peredaran narkoba yang merusak generasi muda Aceh.
"Aceh merupakan nanggroe yang menjalankan syariat Islam dan kekhususan-kekhususan lainnya. Sungguh sangat miris dan menyayat hati kita semua, dimana kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba serta kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak terus terjadi," ungkapnya.
Anggota DPRA, Darwati A Gani mengungkapkan revisi Qanun Hukum Jinayat masuk dalam Program Legislasi Aceh (Prolega) Prioritas Tahun 2022. “Saat ini hampir final pembahasannya,” ungkap politikus Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini kepada Serambinews.com.
Sebelumnya ia mengungkapkan, dasar perubahan ini dilakukan untuk memperkuat posisi qanun, terutama dalam memberikan hukuman kepada pelaku. Selama ini, hukuman yang diatur dalam qanun bagi pelaku sangat ringan dibandingkan dengan Undang- Undang (UU) Perlindungan Anak.
• Dua Terpidana Perkara Jinayat di Langsa Dihukum 100 Kali Cambuk
Jika ancaman hukuman dalam UU Perlindungan Anak bisa maksimal 20 tahun, seumur hidup, atau bahkan hukuman mati apabila pelaku telah melakukannya berkali-kali, atau terhadap banyak anak, sedangkan dalam Qanun Hukum Jinayat hanya mendapat hukuman cambuk saja.
Setelah itu, pelaku bisa kembali bebas dan bahkan berpotensi mengulang lagi perbuatannya. Sementara kejahatan ini bisa digolongkan kepada extraordinary crime (kejahatan luar biasa) karena merusak masa depan anak dan perempuan serta nilai-nilai syariat Islam yang diberlakukan di Aceh.
Tapi dari hasil konsultasi terakhir Komisi I DPRA ke Mahkamah Agung (MA) menyebutkan bahwa Qanun Hukum Jinayat boleh menerapkan hukuman berlapis kepada pelaku.
“Kalau selama ini, ada bahasa dalam qanun pelaku bisa diterapkan hukuman cambuk, denda atau kurungan, ke depan akan diubah dan dipertegas menjadi pelaku akan dihukum cambuk ditambah hukuman penjara dan denda. Jadi tidak ada lagi kata memilih,” ungkap Darwati.
• Qanun Jinayat Harus Bela Anak
Untuk diketahui dalam Qanun Hukum Jinayat terdapat sepuluh jarimah yang diatur, yaitu khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (bersepi-sepi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), ikhtilath (bermesraan antara pria dan wanita yang bukan suami istri), zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, qadzaf (menuduh orang berzina), liwath (homoseks/sodomi), dan musahaqah (lesbi).
Di antara kesepuluh jarimah tersebut, hanya dua jarimah yang berkaitan dengan kekerasan terhadap tubuh orang lain, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual.(*)