Berita Jakarta

Larangan Ekspor CPO Tak Efektif, Harga Minyak Goreng Tetap Tinggi

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI), Tungkot Sipayung, menilai larangan ekspor crude palm oil (CPO)

Editor: bakri
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Kadistanbun Aceh, Cut Huzaimah, didampingi Kabiro Ekonomi Setda Aceh, Amirullah dan Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Distanbun Aceh, Regina, sedang memberikan penjelasan kepada PKS dan Apkasindo yg hadir dalam acara Diskusi Pembahasan Larangan Ekspor CPO, Kamis (12/5) di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh. 

JAKARTA - Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI), Tungkot Sipayung, menilai larangan ekspor crude palm oil (CPO) yang diterangkap sejak 28 April 2022 lalu tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng.

Sebab berdasarkan faktanya para petani kelapa sawit masih kesulitan menjual tandan buah segar (TBS).

Apalagi selama Permendag No 22 Tahun 2022 tersebut diterapkan, tidak terjadi penurunan harga minyak goreng secara signifikan.

“Artinya, pelarangan ekspor ini bukan cara yang tepat untuk membuat harga minyak goreng di dalam negeri murah,” ujar Tungkot dalam siaran resminya, Senin (16/5/2022).

Bahkan, selama ada pelarangan ekspor, lanjutnya, malah terjadi penyelundupan minyak goreng ke luar negeri.

“Jadi kebijakan ini tidak efektif,” katanya.

Menurut Tungkot, kebijakan yang efektif yakni distribusi minyak goreng subsidi yang sedang dilakukan Perum Bulog.

Bulog turun tangan mendistribusikan minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter.

Anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Wayan Supadno mengamininya.

Baca juga: Ekonomi Petani Kelapa Sawit Memburuk, Dampak Stop Ekspor CPO oleh Pemerintah

Baca juga: India Larang Ekspor Gandum, Stabilitas Pangan di Indonesia Akan Terganggu

Diungkapkan, pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng berdampak serius kepada petani sawit.

Total produksi CPO nasional pada 2021 sebanyak 52 juta ton.

Di mana dari total produksi tersebut, sekitar 34 juta ton diekspor, sedangkan yang 18 juta ton digunakan untuk kebutuhan dalam negeri baik untuk pangan, energi maupun oleochemical.

Mengingat yang 34 juta ton tersebut tidak boleh diekspor, tentu CPO tersebut tidak punya pasar.

“Karena tidak punya pasar, PKS tidak sudi memproduksi.

Kalau PKS tidak berproduksi, maka wajar saja PKS tidak membeli TBS milik petani,” kata Wayan Supadno.

Akibatnya, kata dia, di banyak daerah petani tidak memanen TBSnya.

Sebab kalaupun dipanen, harganya sangat rendah.

Hal ini pun dinilai menjadi Bumerang bagi petani sawit.

Apalagi ketika TBS yang tidak dipanen, akan menjadi berkembang biak menjadi jamur yang merusak pohon sawit itu sendiri.

“Jadi sawit itu wajib hukumnya dipanen pada pohon yang sama setiap 15 hari sekali.

Jika tidak dipanen, maka akan menjadi bumerang, karena akan menyebabkan penyakit pada pohon sawit itu sendiri.

Ini masalah serius yang kami rasakan,” kata Wayan.

Diterangkan, sebelum ada larangan ekspor CPO dan minyak goreng, harga TBS di tingkat petani Rp 3.800 per kilogram.

Namun saat ini harganya anjlok bervariasi.

Misalnya ada PKS yang masih bersedia membeli TBS petani Rp 2.000 per kilogram, namun ada yang membeli Rp 1.500, bahkan ada yang dibeli Rp 500 per kikogram.

Bervariasinya harga TBS petani ini, kata Wayan Supadno, lebih disebabkan ke kondisi PKS itu sendiri.

Jika PKS tersebut memiliki pasar di dalam negeri, maka dia berani membeli dengan harga di kisaran Rp 2.000 per kilogram.

Namun apabila PKS tersebut berorientasi ekspor, maka dia hanya berani membeli TBS dengan harga yang rendah.

Petani Bakal Geruduk Kantor Airlangga

Terkait pelarangan eksopro CPO, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) akan melakukan aksi Keprihatinan Petani Kelapa Sawit Indonesia pada pukul 09.00-12.00 WIB, Selasa (17/5/2022) ini.

Aksi dilakukan serentak dan mengerahkan petani sawit di 22 provinsi.

Aksi Keprihatinan Petani Kelapa Sawit Indonesia ini dilakukan untuk menyikapi dampak larangan ekspor CPO dan minyak goreng.

Pasalnya, larangan itu berdampak langsung kepada anjloknya harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit di seluruh Indonesia, khususnya sentra perkebunan kelapa sawit.

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat ME Manurung mengatakan, selain di kantor Kemenko Perekonomian, aksi dilakukan di Patung Kuda Monas, dan Istana Presiden untuk bertemu Presiden Joko Widodo.

“Petani sawit yang datang ke Jakarta mulai dari Aceh sampai Papua Barat akan berpakaian adat-budaya masing-masing, kami ingin menunjukkan sawit itu pemersatu bangsa dan anugerah Tuhan kepada Indonesia," ucap Gulat dalam siaran pers, Senin (16/5/2022).

Dikatakan, kegiatan ini akan diikuti lebih 250 peserta yang melibatkan petani sawit anggota Apkasundo dari 22 Provinsi dan 146 Kabupaten/Kota serta anak petani sawit yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia.

Aksi keprihatinan ini dilakukan serentak di 146 Kabupaten/Kota DPD Apkasindo dari 22 Apkasindo. (kompas.com)

Baca juga: Presiden Diminta Cabut Larangan Ekspor CPO, Harapan 51 Perusahaan Sawit di Aceh

Baca juga: Harga TBS Sawit Merosot Jadi Rp 2.000/Kg, Dampak Penyetopan Ekspor CPO, Distanbun Aceh Lakukan Ini

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved